Headline

Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.

Menkes Bantah Ada Bisnis Covid-19 di Rumah Sakit

Mediaindonesia.com
18/7/2020 12:45
Menkes Bantah Ada Bisnis Covid-19 di Rumah Sakit
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.(MI/Widjajadi)

MENTERI Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto membantah tudingan bahwa rumah sakit memanfaatkan penanganan covid-19 sebagai lahan bisnis. Ia menegaskan, rumah sakit memiliki etika untuk memberikan pelayanan sebaik mungkin.

"Saya percaya rumah sakit punya etika yang baik. Semua punya keinginan yang baik untuk memberikan pelayanan dan melaporkan, menagihkan. Kami tinggal verifikasi lewat BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial)," kata Menkes Terawan dalam keterangan tertulis yang diterima, Sabtu (18/7).

Pada Rabu (15/7), Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah mengadu kepada Terawan tentang adanya rumah sakit 'nakal' di sejumlah daerah. Menurutnya, rumah sakit tersebut sengaja membuat pasien dinyatakan positif covid-19 demi mendapatkan anggaran korona.

"Ada kenakalan juga di rumah sakit, tidak covid tapi dinyatakan covid. Keluarga enggak terima, dua minggu mau masuk pengadilan, akhirnya rumah sakit nyerah, oh iya bukan covid," kata Said dalam rapat kerja dengan pemerintah.

Menurut Said, setelah diselidiki ternyata rumah sakit tersebut sengaja menyatakan pasien itu positif korona demi mendapatkan insentif rumah sakit.

Telisik punya telisik, kalau dinyatakan mati covid lebih besar. Ada yang sebut kalau orang kena covid masuk rumah sakit sampai meninggal anggaran Rp90 juta atau Rp45 juta. Memang ini ujian betul, di Pasuruan, Jambi, Ciamis ini kan viral di mana-mana," jelasnya.

Menkes Terawan berjanji akan memeriksa dugaan tersebut agar tidak menimbulkan masalah seperti yang dituduhkan. Dia menegaskan bahwa semua hal harus berdasarkan data dan tidak boleh hanya memakai opini.

Pernyataan itu disampaikan Menkes setelah menyerahkan santunan bagi tenaga kesehatan yang gugur dan insentif bagi mereka yang terlibat dalam penanganan covid-19 di RSUD Ulin Banjarmasin, Kalimatan Selatan pada Jumat (17/7).

Tudingan maraknya bisnis covid-19 di rumah sakit seperti yang dilontarkan Banggar DPR kepada Menkes ini bukan yang pertama. Sebelumnya, banyak masyarakat yang mengeluhkan mahalnya biaya rapid test antibodi, sementara tes itu diwajibkan bagi mereka yang bepergian ke luar kota.
 
Sehari setelah Kementerian Kesehatan menetapkan batas atas biaya tertinggi rapid test pada 6 Juli 2020 sebesar Rp150 ribu,banyak rumah sakit memilih untuk menghentikan layanan pemeriksaan. Sebelumnya, biaya rapid test di sejumlah rumah sakit dipatok mulai dari Rp300 ribu.
 
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof Ari Fahrial Syam mengaku tidak heran jika muncul tudingan bisnis rapid test. Pasalnya, varian kit rapid test antibodi yang beredar di Tanah Air kini jumlahnya terus melonjak, dari hanya 40 kit pada Maret 2020 menjadi lebih dari 100 kit di Juli 2020. Sementara, fungsi rapid test bukan mengidentifikasi virus korona baru, tetapi untuk mengetahui antibodi IgM dan IgG untuk virus korona.

 "Bagus juga pemerintah memberikan harga Rp150 ribu maksimal. Bagaimana dengan yang sudah matok harga tinggi? Ya enggak ada untung lagi buat mereka. Makanya mereka setop," ungkapnya ketika diwawancarai Media Indonesia. (Ant/H-2)

Baca juga : Rapid Test Dijadikan Bisnis, Dari 40 Kit Jadi 100 Kit

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum
Berita Lainnya