Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
GREEN Growth atau Pertumbuhan Ekonomi Hijau adalah pertumbuhan ekonomi yang kuat, namun juga ramah lingkungan, rendah karbon, serta inklusif secara sosial. Ini berbeda dengan model pembangunan konvensional yang mengandalkan praktik yang tidak berkelanjutan seperti pengurasan dan penghancuran sumber daya alam.
Dilansir dari laman Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), pertumbuhan hijau merupakan suatu gerakan terkoordinir yang terdiri dari pertumbuhan ekonomi, keberlanjutan lingkungan, penurunan tingkat kemiskinan dan keterlibatan sosial yang didorong oleh pengembangan dan pemanfaatan sumber daya global secara berkelanjutan.
Baca juga : Jalankan Ekonomi Rendah Karbon, Presiden Siapkan Perpres
Baca juga : Menteri Siti Optimistis Capai Target Penurunan Emisi GRK 26%
Dengan konsep ekonomi hijau, semua kegiatan diarahkan untuk meningkatkan penggunaan sumber energi hijau yang rendah karbondioksida sehingga tekanan gas rumah kaca ke atmosfer bumi bisa dikurangi.
Pentingnya pertumbuhan ekonomi hijau ini muncul dari keprihatinan tentang konsekuensi sosial, lingkungan dan ekonomi yang tidak diinginkan akibat pertumbuhan penduduk yang cepat, pertumbuhan ekonomi dan konsumsi sumber daya alam.
Menjadi ‘hijau’ dan berkelanjutan ternyata tidak hanya bermanfaat bagi lingkungan, tapi juga membantu membuat bisnis lebih sukses dan menguntungkan. Sejumlah negara telah membuktikan itu.
Seperti yang dilakukan di Amerika Serikat, dimana pengembangan energi baru terbarukan (EBT) mampu menyerap tenaga kerja dan memberikan pemasukan yang meningkat dari tahun ke tahun. Salah satu negara bagian di Amerika, Pennsylvania mampu menaikkan pendapatan hingga US$460 juta dan menciptakan 44.000 lapangan kerja baru dari EBT.
Sedangkan di Britania Raya pada 2014 mampu mencapai pertumbuhan 2,6% walaupun emisi GRK menurun 8,4% dengan pengelolaan EBT.
Bagaimana dengan Indonesia? Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar menyebutkan, rencana pengaturan nilai ekonomi karbon (carbon pricing) untuk mewujudkan ekonomi hijau di Indonesia, akan disusun dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres).
Baca juga : Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca, Indonesia Terima Insentif Rp800 Miliar
"Prosesnya sudah disiapkan dan sekarang sudah dibahas di tingkat Setkab, Setneg, dan segera ke Kemenkumham untuk antar kementerian," sebut Menteri Siti dilansir dalam laman Setkab, Senin (6/7) malam. (H-2)
Ayom All Purpose Sunscreen Body Lotion. Produk yang berfungsi sebagai tabir surya sekaligus body lotion itu memiliki kandungan SPF 50
Sebelum pemanasan global ada pendinginan global. Telaah sebelumnya menunjukkan dunia perlahan-lahan mendingin selama setidaknya 1.000 tahun sebelum pertengahan abad ke-19.
Hasil sejarah itu kemudian digunakan untuk membuat prediksi masa depan dan mengungkapkan kemungkinan tak akan ada es laut di Arktik dalam waktu 15 tahun.
Pemerintah Indonesia telah meninggalkan jejak terkait dengan kebijakan pengelolaan sampah di Indonesia.
Apalagi, prediksi Jakarta bakal tenggelam dalam 10 tahun mendatang, turut mendapat sorotan dari pemimpin dunia, seperti Presiden AS Joe Biden.
AJANG Jakarta E-Prix ibu kota turut ambil bagian dalam upaya menghadapi perubahan iklim dengan mempromosikan kendaraan ramah lingkungan.
Pelabuhan Bitung, Pusat Pertumbuhan Ekonomi dan Akses Terpadu di Sulawesi Utara
Digitalisasi diyakini menjadi kunci bagi pertumbuhan ekonomi masa depan. Semakin masif teknologi digital diimplementasikan, semakin cepat pertumbuhan ekonomi melesat.
Di Indonesia, bisnis yang dipimpin oleh perempuan memiliki potensi ekonomi yang sangat besar
Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat masih dapat ditingkatkan hingga akhir 2023.
Investasi Jabar masih akan tertinggi secara nasional
PEMERINTAH daerah dan kalangan pebisnis di Jawa Barat optimistis investasi yang masuk ke wilayah ini pada 2024 masih akan tinggi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved