Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
DOKTER di Italia disebutkan menemukan kalau penyebab kematian pasien karena virus korona atau covid-19 bukanlah virus melainkan bakteri. Sehingga, pengobatan terhadap pasien cukup menggunakan aspirin dan paracetamol.
Baca juga: WHO Bekukan Uji Coba Hydroxychloroquine Sebagai Obat Covid-19
Narasi itu disebabkan oleh akun di Facebook. Bakteri disebut punya kemampuan menggumpalkan darah penderita covid-19. Darah yang tidak mengalir akan mengganggu penyaluran oksigen pada jantung serta paru-paru. Akibatnya, pasien tersebut meninggal karena tidak bisa bernafas.
Tangkapan layar narasi penggunaan antibiotika dalam menanganai pasien covid-19. (Dok Kemenkominfo)
Baca juga: Brasil Abaikan Keputusan WHO Soal Hydroxychloroquine
Informasi yang diklaim berasal dari Kementerian Kesehatan Italia juga menjelaskan cara ampuh untuk menyembuhkan corona bukan lagi menggunakan ventilator, tetapi dengan antibiotik, antiinflamasi, dan antikoagulan.
Baca juga: RI Pesan Obat Antimalaria dan Flu Jepang untuk Atasi Covid-19
Berikut untaian narasi yang turut dimuat di akun Facebook tersebut:
"Setelah mengetahui diagnosis ini, Kementerian Kesehatan Italia segera mengubah protokol pengobatan Covid-19 ... dan mulai memberikan kepada pasien positif mereka *Aspirin 100mg dan Apronax atau Paracetamol*...,
hasilnya : pasien mulai pulih dan hadir perbaikan dan Departemen Kesehatan merilis dan mengirim pulang lebih dari 14.000 pasien dalam satu hari".
Lembaga kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO) memastikan antibiotika hanya bisa digunakan untuk mengobati bakteri, bukan virus. Adapun covid-19 adalah virus. Sehingga, antibiotika tidak bisa digunakan untuk pengobatan ataupun pencegahan virus mematikan tersebut. Pemberian antibiotika dalam perawatan pasien covid-19 hanya untuk mengobati dampak infeksi bakteri.
Baca juga: Hoaks Kaesang Pakai Kaos Berlogo Palu Arit, Ini Penelusurannya
Sejauh ini, menurut WHO, belum ada obat yang dipastikan bisa mengobati covid-19. Termasuk, hydroxychloroquine atau obat lainnya. WHO mengingatkan, penggunaan hydroxychloroquine dapat menimbulkan efek samping hingga kematian.
Berdasarkan penelusuran FactRakers, konten yang menyatakan covid-19 disebabkan bakteri juga tersebar di tabloid dan Facebook di Filipina. Dalam kabar yang beredar di Filipina juga menuduh WHO melakukan penipuan.
FactRakers menyatakan konten yang beredar di Filipina tersebut sebagai berita yang keliru (false). Di mana, pernyataan yang disebar berlawanan dengan fakta. COVID-19 falsely linked to bacteria
Baca juga: Mamah Dedeh Meninggal Dunia? Ini Penjelasan Putrinya
Berita serupa juga beredar di warga India, melalui medsos maupun aplikasi percakapan.
Breaking News: ---MAJOR CAUSE OF DEATH IN COVID-19 IS THROMBOSIS NOT PNEUMONIA--------- Thanks to 50 autopsies...
Posted by Prabha Singh on Thursday, May 14, 2020
Berdasarkan penelusuran cek fakta yang dilakukan India Today, Fact Check: Blood clot the main reason for Covid-19 death, claims conspiracy theory, dapat disimpulkan pandangan teori konspirasi yang menganggap covid-19 adalah upaya WHO dalam mengontrol populasi dunia adalah keliru.
"So it can be concluded that this viral but vague conspiracy theory about WHO misleading doctors in treating coronavirus to control world population is false and claims made in the viral article are also misleading."
Baca juga: Soal Bendera Tiongkok Berkibar di Maluku Utara: False Context
India Today mengungkap tiga pernyataan yang digaungkan penganut teori konsiprasi.
Covid-19 bukan virus melainkan bakteri yang menyebabkan kematian. Obat-obatan antiradang dan antibiotika dapat mengobati covid-19.
"Secara ilmiah, tidak ada peran antibiotik dalam mengobati penyakit akibat virus corona," kata Direktur rumah sakit LNJP Delhi, India, Suresh Kumar,
Suresh Kumar kemudian menjelaskan antibiotik memang diberikan kepada para pasien covid-19 untuk melawan infeksi bakteri sekunder atau kolateral.
Bakteri sekunder merupakan bakteri yang dapat hidup berdampingan dengan virus corona. Hanya saja, antibiotik itu tidak efektif melawan covid-19.
Dr Joshi dari Max Hospital menjelaskan, "Covid adalah infeksi virus. Infeksi bakteri sekunder, Sepsis, dan DIC merupakan komplikasi pada semua penyakit virus. Kita tidak boleh mengubah protokol pengobatan sampai masyarakat ilmiah dan otoritas menyarankan."
Oleh karena itu, kata dia, pemberian antibiotik kepada pasien covid-19 adalah untuk melawan infeksi bakteri sekunder yang dapat hidup berdampingan dengan covid-19. Antibiotik ini tidak efektif melawan virus korona.
Penyebab utama kematian pada covid-19 adalah trombosis atau gumpalan darah, bukan pneumonia.
Beberapa jurnal dan studi ilmiah mengungkapkan, trombosis atau pembekuan sel darah atau pembekuan darah adalah komplikasi yang sering ditemukan pada pasien covid-19. Studi dari Belanda dan Prancis menunjukkan gumpalan terbentuk pada 20-30% pasien kritis covid-19.
Sehingga, WHO juga merekomendasikan penggunaan heparin dengan berat molekul rendah dalam pasien yang diduga terkena covid-19 untuk mencegah komplikasi.
Tidak ada bukti ilmiah yang mengatakan trombosis adalah penyebab utama kematian untuk pasien covid-19 atau obat antikoagulan adalah obat untuk merawat pasien korona. Sebaliknya, berdasarkan artikel Lancet, kegagalan pernafasan telah ditemukan sebagai penyebab utama kematian bagi pasien covid-19.
Ventilator dan unit perawatan intensif tidak pernah diperlukan untuk merawat pasien Covid-19.
Menurut praktisi medis, pasien covid-19 dengan penyakit pernapasan kritis atau kegagalan multiorgan atau ginjal sering dirawat di ICU dan ventilator. Tetapi, tidak semua pasien covid-19 membutuhkan ICU dan ventilator.
Direktur Unit Operasi Pneumologi Rumah Sakit San Giuseppe di Milan, Italia, Sergio Harari dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Italia Corriere della Sera mengatakan, "Sebagian besar kematian disebabkan oleh pneumonia interstisial dan kegagalan pernapasan. Mengatakan pasien tidak boleh diintubasi adalah mustahil."
Baca juga: Benarkah Aa Gym Merasa Dikhianati Pemerintah? Ini Klarifikasinya
Tangkapan layar artikel mengenai penggunaan antibiotika dalam penanganan pasien covid-19. (efogator.com)
Berdasarkan penelusuran India Today, artikel yang viral itu diterbitkan oleh situs Medium yang diambil dari laman di Nigeria, BREAKING: How Italian doctors disobeyed WHO and discovered the secrets of coronavirus.
Tangkapan layar 'Ketentuan Penggunaan'. (efogator.com)
Menurut penelusuran India Today, laman di Nigeria sebagian besar dikenal karena cerita gosip. Di bagian "Ketentuan Penggunaan" laman tersebut juga menyebutkan mereka tidak bertanggung jawab atas kesalahan apapun dalam konten.(X-15)
Pembekalan literasi digital diperlukan sebagai solusi untuk mengantisipasi penyebaran hoaks menjelang Pemilu 2024.
transformasi digital membawa arus informasi yang begitu cepat sehingga terdapat celah untuk masuknya konten negatif seperti informasi palsu atau hoax.
Putri Dedeh Rosidah, Mia, juga membantah kabar tersebut. "Mamah sehat. Alhamdulillah. Mamah ada di rumah," kata putri kedua Mamah Dedeh tersebut.
Saat ditelusuri ke akun Instagram terverifikasi Aa Gym,@aagym @aagym, memberikan klarifikasi tentang pesan yang beredar dan mencatut namanya itu.
"Kalaupun punya kamera, tidak bebas dipakai saat wisuda. Hanya juru foto yang boleh ambil gambar. Ratusan wisudawan belum tentu beruntung difoto oleh mereka," sambungnya.
Ditegaskan kalau gambar dan narasi yang beredar di media sosial itu merupakan informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan atau hoaks.
KEPALA Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan Ishaq Iskanda, Sabtu (21/6) mengatakan Tim Terpadu Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan (Sulsel) menemukan satu kasus suspek Covid-19.
Peneliti temukan antibodi mini dari llama yang efektif melawan berbagai varian SARS-CoV, termasuk Covid-19.
HASIL swab antigen 11 jemaah Haji yang mengalami sakit pada saat tiba di Asrama Haji Sukolilo Surabaya, menunjukkan hasil negatif covid-19
jemaah haji Indonesia untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap gejala penyakit pascahaji. Terlebih, saat ini ada kenaikan kasus Covid-19.
Untuk mewaspadai penyebaran covid-19, bagi jamaah yang sedang batuk-pilek sejak di Tanah Suci hingga pulang ke Indonesia, jangan lupa pakai masker.
Masyarakat harus selalu waspada serta selalu menjaga pola hidup sehat bersih (PHBS).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved