Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Sudah WFH, Udara di Jakarta masih Buruk

ATIKAH ISMAH WINAHYU
11/4/2020 10:20
Sudah WFH, Udara di Jakarta masih Buruk
Foto udara kendaraan menuju Jakarta di Jalan Gatot Subroto, Jakarta.(MI/RAMDANI)

MESKI kebijakan kerja dari rumah (work from home/WFH) sudah dilaksanakan selama lebih dari dua pekan, kualitas udara di Ibu Kota Jakarta masih saja buruk. Data polusi udara milik situs IQ Air pada Jumat (10/4/2020) pukul 16.00 WIB menunjukkan kualitas udara Jakarta masuk kategori tidak sehat.

Dengan indeks kualitas udara (air quality index/AQI) sebesar 140 dengan parameter konsentrasi PM2,5 sebesar 46,6 ug/m3, Jakarta menjadi kota dengan polusi udara tertinggi di dunia setelah Kota Chiang Mai, Thailand, dan Hanoi, Vietnam. Sebaliknya, tiga kota dengan udara terbersih di dunia pada saat itu ialah Zagreb, Kroasia, dengan AQI 4; Los Angeles, USA (4); dan Salt Lake City, USA (6).

Menanggapi data tersebut, Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Alue Dohong mengatakan sebaliknya. Menurut dia, berdasarkan alat pemantauan kualitas udara milik KLHK, kondisi udara Jakarta justru sedang dalam kondisi baik.

Menurut data KLHK, kondisi udara di Jakarta berstatus sedang baik dengan level PM10 sebesar 37,0 ugram/m3, PM2,5 34,0 ugram/m3, sulfur dioksida (SO2) 49,0 ugram/m3, dan karbon monoksida (CO) 16,0 ugram/m3. "Semua bagus. Perlu dipertanyakan kesahihan metode dan teknik sampling yang dipakai oleh IQ Air tersebut dalam mengukur kualitas udara Ibu Kota Jakarta," tutur Alue Dohong kepada Media Indonesia, kemarin.

Diakui ALue, kontributor emisi di wilayah DKI Jakarta memang sebagian besar dari transportasi dan industri pengolahan. "Maaf, saya belum bisa memberikan data pasti," tandasnya.

Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Bondan Andriyanu menyampaikan, perbaikan kualitas udara tercipta dari kebijakan jangka panjang dengan mengubah perilaku masyarakatnya. "Sumber bergerak transportasi (memang sudah dibatasi), tetapi bagaimana dengan sumber tidak bergerak, industri, PLTU batu bara, dan aktivitas rumah tangga yang masih bakar sampah? Itu masih berjalan terus," ungkapnya kepada Media Indonesia, Kamis (9/4).

Ia menegaskan, banyak faktor yang memengaruhi perubahan udara, salah satunya klimatologis seperti kecepatan angin dan hujan yang bisa menyapu polutan. "Ketika angin tinggi dan hujan, jika malam hujan, bisa dipastikan besok udaranya agak bagus karena polutan terhapus semua. Ketika tidak ada hujan, anginnya tidak ada, bisa jadi timbul lagi (pencemaran)," katanya. (Aiw/Fer/H-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik