Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
GENERASI Z adalah generasi yang lahir di zaman teknologi dan informasi. Pada umumnya anak-anak Gen Z ini dilahirkan pada tahun 1995 ke atas.
“Generasi Z adalah generasi yang berlimpah secara informasi dan harusnya lebih berwawasan dan memiliki kelimpahan data karena mencarinya mudah,” kata ujar Muhammad Nur Rizal, pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) di Jakarta,Selasa (9/12).
Menurut Nur Rizal, Gen Z ini terlahir di tengah derasnya arus informasi dan perkembangan teknologi yang demikian pesat. “Oleh karena itu, cara ajar untuk mendidik anak-anak ini pun harus dibedakan dari sistem yang terdahulu,” jelasnya.
“Jika generasi sebelumnya cocok dididik dengan pola otoriter, generasi Z ini justru sebaliknya. Mereka dibesarkan dengan pola-pola demokratis oleh orang tua atau lingkungan mereka. Sehingga, generasi ini cenderung lebih suka kalau tugas atau kebijakan yang diterapkan, rasional,” papar Nur Rizal.
Nur Rizal memaparkan bahwa terjadi perubahan pola perilaku, generasi memiliki pandangan kritis, kreatif, terbuka, mandiri, dan suka tantangan menjadi beberapa hal penting yang kerap menjadi batu sandungan bagi para pengajar yang masih bersikap kolot.
“Sudah bukan zamannya lagi seorang guru ‘menyuapi’ seluruh materi yang ada di buku, tanpa siswa perlu tahu apa manfaatnya untuk mereka,” tutur Nur Rizal.
Karena, Nur Rizal menegaskan bahwa genereasi Z tidak perlu lagi disuapi dengan pelajaran teoritis. Pasalnya mereka sudah pandai membaca melalui media dan mempunyai wawasan yang luas.
Sebagai generasi multimedia, kata Nur Rizal, mereka lebih suka diberikan kesempatan kolaborasi, berbicara, bertindak, dan terlibat. Peran multimedia, dan kemampuan mencari serta merangkum informasi sendiri memungkinkan generasi ini untuk mengkritisi pengajar.
“Karena terbiasa kemudahan teknologi ini juga yang menyebabkan Gen Z cenderung tidak fokus, ingin mencapai sesuatu dengan cepat dan mudah bosan. Hal ini juga menjadi tantangan bagi pengajar. Masa-masa yang produktif bisa menjadi solusi bagi anak-anak jenis ini,” jelasnya.
Nur Rizal mengatakan bahwa sistem pendidikan harus melibatkan siswa dalam sebuah tugas atau proyek sekolah secara langsung bisa jadi cara untuk melatih ketelatenan kaum muda.
“Berbagai proses yang mereka jalani menjadikan generasi ini juga sadar kalau tidak ada sesuatu yang instan dan tidak semuanya harus bergantung pada teknologi,” tegasnya.
“Kuncinya adalah pahami, kenali, dan sabar. Pengajar harus sabar dan pandai berinteraksi dengan anak-anak generasi Z. Karena selain pandai, generasi ini juga cenderung kritis dan realistis,” tutur Nur Rizal.
Di sinilah kemudian tugas para pengajar harus mulai diubah. Nur Ruzal mengarakan dengan Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), transformasi pola pendidikan formal akan menjadi lebih kolaboratif, inklusif, dan menarik guna mendorong kemampuan diri siswa.
“Pendidikan selalu menjadi sendi krusial dalam kebangkitan atau kemajuan sebuah bangsa. Jika semangat yang dibangun di pendidikan adalah kompetisi berorientasi nilai, bangsa ini akan terjebak dalam kultur saling mengalahkan,” katanya.
“Padahal, untuk menghadapi tantangan masa depan yang kian rumit, kita harus bekerja sama, berkolaborasi,” ujar Nur Rizal.
“Kultur kolaborasi ini bisa ditanamkan dalam aktivitas sekolah sehari-hari, yakni dengan membangun ekosistem yang menghargai keberagaman dan empatik,” jelasnya.
Nur Rizal mengingatkan bahwa penyediaan ruang semacam tersebut memungkinkan anak untuk tidak hanya cerdas secara pikiran, namun cerdas dalam emosi dan sosial. Ketimbang mementingkan ego, generasi muda akan terbiasa untuk berkolaborasi dalam menyelesaikan masalah bersama. Keterampilan semacam inilah yang dibutuhkan generasi muda,” tandasnya.
GSM, papar Nur Rizal, merumuskan konsep sekolah masa depan yakni sekolah menyenangkan yang memberi ruang tumbuhnya keunikan potensi setiap anak. GSM mengubah peran seorang pengajar dari yang biasanya sebagai pendikte, berubah menjadi fasilitator.
Berdasarkan hasil survei Programme for International Student Assessment (PISA), sekitar 88% siswa di Indonesia setuju atau sangat setuju jika guru mereka menunjukkan kegembiraan dalam mengajar.
Di sebagian besar negara, siswa sekolah mendapat nilai lebih tinggi ketika mereka memiliki guru yang antusias dan pro aktif. Pola pengajaran oleh guru yang mengajak siswa berinteraksi dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan.
“Suasana belajar yang menyenangkan inilah yang pada akhirnya cocok dengan generasi Z yang aktif dan kritis. Diharapkan dengan pola pembelajaran yang menyenangkan, generasi Z dapat semakin bergairah saat belajar dan menghasilkan ide-ide yang baru,” tuturnya. (RO/OL-09)
Selain dukungan dalam bentuk kebijakan, efektivitas sistem perlindungan perempuan dan anak sangat membutuhkan political will dari para pemangku kepentingan.
Anak-anak yang belum bisa berkomunikasi dengan baik perlu selalu didampingi saat bermain sendiri maupun bersama teman-temannya.
Sebelum anak dilepas bermain di luar, orangtua diminta memulai dengan pengawasan hingga pemantauan di awal.
Ringgo Agus Rahman mengaku belum ada hal yang dapat ia banggakan pada anak-anaknya untuk ditinggalkan.
PENGUATAN langkah koordinasi dan sinergi antarpara pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah serta masyarakat harus mampu melahirkan gerakan antikekerasan.
Ketika anak mengalami kecemasan saat dijauhkan dari gawainya, itu menjadi salah satu gejala adiksi atau kecanduan.
Agar anak-anak lebih semangat belajar, Bunda bisa memanfaatkan konten video pembelajaran yang dikemas menarik. Dengan cara itu, proses belajar menjadi lebih menyenangkan.
Indonesia Hidden Heritage Creative Hub mencoba melangkah lebih jauh dari sekadar saran dengan membuat wadah pertemuan antara para profesional museum, penggiat museum, dan industri.
PARA milenial dan Generasi Z yang ada di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, antusias mengikuti ngobrol bareng bersama dengan calon presiden Ganjar Pranowo.
RAGAM ketidakpastian di era globalisasi menuntut pembelajaran yang berkelanjutan dari generasi muda agar mampu berperan aktif dalam proses pembangunan dan memenangi persaingan
Salah satu pekerjaan rumah adalah menggaet generasi muda agar tertarik mengenakan batik dalam aktivitas sehari-hari mereka.
HILANGNYA budaya leluhur di era modern sungguh disayangkan. Terlebih bagi anak-anak muda Gen Z saat ini lebih condong mengadopsi budaya luar dibandingkan budaya Nusantara.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved