Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
BERBAGAI tantangan masih meliputi upaya pemerintah untuk menanggulangi penyakit HIV/AIDS di Indonesia. Salah satunya, yaitu keterjangkauan obat untuk anak penyandang HIV/AIDS (ADHA).
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, jumlah ADHA berada di angka 2.188 jiwa dari total ODHA sebanyak 349.882 jiwa di Indonesia. Persentase jumlah ADHA yang sedikit menyebabkan obat HIV/AIDS untuk anak yang merupakan produk impor, sulit masuk ke Indonesia.
"Obat anak, sebenarnya sudah berapa kali kita bicara, persoalannya adalah jumlah ADHA terlalu sedikit. Jadi kalau beli obat misalnya hanya untuk 200 anak itu tidak bisa impor. Karena untuk impor, itu harus dalam jumlah besar. Dari aspek ekonomi, itu tidak menjanjikan untuk importir," kata Ketua Panli HIV/AIDS dam PIMS Sjamsuridjal di Kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta Selatan, Rabu (27/11).
Obat anak yang dimaksud Sjamsu adalah obat anak dalam bentuk sirup. Saat ini, anak dengan HIV/AIDS banyak mengkonsumsi obat yang sama dengan orang dewasa, yaitu dalam bentuk tablet dengan dosis yang disesuaikan.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementes Anung Sugihantono menambahkan, ADHA akan mendapatkan manfaat yang sama saat mereka mengkonsumsi obat untuk orang dewasa. Namun begitu, ke depannya, hal itu harus menjadi perhatian.
Baca juga : AS dan Indonesia Perluas Kolaborasi untuk Tanggulangi HIV/AIDS
"Sebenarnya kalau anak minum obat tablet yang dipotek, manfaatnya sama karena isinya sama. Permasalahannya lebih ke presisi dari dosis yang ada. Itu yang harus disempurnakan ke depan, selain itu cara menyediakan untuk anak supaya anak mau minum," bebernya.
Anung menyebut, saat ini sendiri pemerintah tengah melakukan upaya agar obat yang masih sulit dijangkau di dalam negeri dapat diproduksi sendiri oleh produsen farmasi lokal.
"Kalau bisa diproduksi di Indonesia melalui BUMN di bidang farmasi atau swasta yang memang mau mengambil obat langka, ini yang sedang diupayakan kemenkes melalui kemudahan investasi," ucapnya.
Untuk jangka pendek sendiri, pemerintah Indonesia juga telah berkolaborasi dengan sejumlah pihak agar mudah mengimpor obat HIV/AIDS untuk anak dalam jumlah kecil.
"Kita berkolaborasi dengan berbagai mitra untuk hal-hal semacam ini. Bisa juga kita difasilitasi global fund secara regional kita bisa beli obat tertentu untuk jumlah tertentu," tandasnya. (OL-7)
Penambahan itu membuat jumlah ODHA mencapai 1.456 orang, dengan angka kematian 256 orang.
Kasus HIV/AIDS memang cenderung mengalami peningkatan cukup signifikan terjadi sejak 2022.
Pemkab Manggarai Barat, NTT, mengimbau masyarakat untuk rutin melakukan tes VCT (Voluntary Counselling and Testing) guna mendeteksi HIV secara dini.
Faktor rasa malu dan diskriminasi masih menjadi kendala utama. Banyak ODHA memilih memeriksakan diri di tempat jauh agar tidak dikenali lingkungan sekitar.
Skrining sudah dilakukan terhadap 177.984 orang, 83 orang positif,
Hingga saat ini, layanan tes HIV tersedia di 514 kabupaten/kota, layanan IMS di 504 kabupaten.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved