Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
DIREKTUR Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM), Kementerian Kesehatan, Cut Putri Arianie menyebutkan berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), jumlah Perokok di Indonesia terus merangkak naik.
"Memang rokok itu, jangankan di Indonesia di tingkat global pun rokok itu juga menjadi penyebab segala penyakit," kata Cut Putri, di Universitas Indonesia (UI) Salemba, Jakarta, Jumat, (4/10).
Ia menjelaskan menurut data dari Riskesdas, kecenderungan peningkatan prevalensi merokok terlihat lebih besar pada kelompok anak-anak dan remaja. Riskesdas 2018 menunjukan bahwa terjadi peningkatan prevalensi merokok penduduk usia 18 tahun dari 7,2% (Riskesdas 2013) menjadi 9,1%.
"Untuk pengkonsumsi rokok sampai saat ini, terus meningkat, Riskesdas 2013 dari 7,2% tiap tahun terus naik sampai sekarang ini 9,1% untuk perokok muda, dan Indonesia sekarang memiliki sebutan negara baby smokers countries," jelasnya.
Ia menilai, bahwa pemerintah sesungguhnya sudah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi konsumsi rokok pada masyarakat, mulai dari penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), sosialisasi antirokok, hingga iklan pelayanan masyarakat.
"Kita mendorong kepala daerah, yang di daerah punya kewenangan untuk menerapkan kawasan tanpa rokok, tidak hanya itu kita juga banyak sudah memberikan edukasi, ada lewat medsos (media sosial), lewat iklan layanan kesehatan masyarakat di sejumlah media bahkan di sejumlah transportasi publik," tuturnya.
Baca juga: BPS: Kenaikan Cukai Rokok akan Sumbang Inflasi 2020
Ia mengungkapkan salah satu hal yang seharusnya mungkin bisa dilakukan pemerintah untuk dapat menekan jumlah perokok di Indonesia, yakni dengan tidak melakukan penjualan rokok secara eceran atau per batang.
"Harapanya, jangan rokok itu dijual eceran, karena kalau dijual eceran. Itukan ada yang Rp1 Ribu per satu batang, itu anak-anak akan beli. Jadi yang punya kewenangan tentu bukan di Kemenkes untuk melarang penjualan batangan," tuturnya.
Ia juga menilai kenaikan biaya cukai rokok yang kerap kali dilakukan pemerintah dinilai tidak akan efektif apabila rokok masih bisa diperjualbelikan secara eceran. Seperti diketahui pada 2020 nanti, cukai rokok rencananya yang akan kembali naik hingga 23% dengan harga jual naik hingga 35%.
"Betul (cukai rokok naik), tapi kalau selama terus dijual ketengan, enggak terlalu berpengaruh dong. Yang naik misalnya satu bungkus kira-kira mungkin ya taruh Rp60 ribu, tapi kalau Rp60 ribu dijual eceran, perbatang dapat Rp4 ribu, itu orang-orang masih bisa beli, dan juga dibatasi penjualan untuk anak-anak dibawah 18 tahun," pungkasnya. (A-4)
DPR mengkritik program golden visa yang memiliki keistimewaan mendapat hak atas tanah atau lahan bagi warga negara asing (WNA). Kebijakan itu dibandingkan dengan pelarangan jual rokok eceran.
Cukai yang dikenakan dengan tinggi atau bahkan sangat tinggi apabila memungkinan
Kenaikan pajak dan cukai rokok dinilai bisa mencekik pengusaha tembakau kecil di Indonesia.
Di satu sisi digugat oleh aktivis kesehatan dan setiap tahun selalu ada gerakan masyarakat antirokok. Di sisi lain, cukai rokok menjadi salah satu sumber pendapatan negara.
Tulus mengatakan kenaikan cukai rokok adalah instrumen melindungi masyarakat sebagai perokok aktif dan atau perokok pasif.
larangan iklan rokok diatur dalam Seruan Gubernur (Sergub) DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2021 tentang pembinaan kawasan dilarang merokok.
Besarnya populasi dan tingginya prevalensi merokok telah menempatkan Indonesia pada urutan ketiga dengan konsumsi tembakau tertinggi di dunia
Hanya empat negara--Brasil, Mauritius, Belanda, dan Turki--mengadopsi semua tindakan antitembakau yang direkomendasikan dalam perang melawan momok mematikan, yakni merokok.
ANCAMAN bahaya kesehatan yang diakibatkan oleh asap rokok dan zat kimia berbahaya, seperti TAR, semakin meresahkan masyarakat.
Vape memiliki cairan yang mengandung nikotin, zat karsinogenik dan bahan toksik yang bersifat membuat inflamasi dan iritatif.
TEMBAKAU dianggap sebagai faktor pembunuh terhadap lebih dari delapan juta orang setiap tahunnya secara global.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved