Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Regulasi hambat Pengembangan Energi Baru Terbarukan

Dhika kusuma winata
21/8/2019 18:59
Regulasi hambat Pengembangan Energi Baru Terbarukan
ilustrasi: Pembangkit Listrik Tenaga Surya(Antara/ Idhad Zakaria)

PENGEMBANGAN energi baru dan terbarukan (EBT) membutuhkan langkah strategis yang lebih serius untuk mendorong pencapaian mitigasi perubahan iklim Indonesia. Sesuai dokumen Nationally Determined Contribution (NDC), pengurangan emisi dari sektor energi dipatok 11% dari target 29% pada 2030.

"Harus ada langkah radikal dan sebenarnya Presiden menginginkan itu dilakukan kementerian terkait. Beberapa tahun ke depan penggunaan batu bara masih direncanakan untuk pembangkit listrik tapi sepatutnya jangan lagi mendahulukan batu bara," kata Direktur Eksekutif Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia Paul Butarbutar dalam diskusi Pojok Iklim di Jakarta, Rabu (21/8).

Baca juga: Defisit Anggaran Membengkak, Menkeu akan Perbaiki BPJS Kesehatan

Menurutnya, peluang Indonesia sangat besar untuk menggunakan energi terbarukan karena memiliki sumber daya melimpah. Tren global harga teknologi EBT, tambah Paul, sudah semakin murah sehingga bisa menghasilkan listrik dengan harga 20 sen per kwh. Padahal dulu harganya jauh lebih tinggi.

Namun, menurutnya, regulasi saat ini masih belum mendukung dan menghambat perkembangan EBT. Misalnya ialah Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Aturan itu dinilai tidak kondusif untuk investasi pembangkit listrik berbasis EBT khususnya untuk pendanaan melalui perbankan.

"Investasi EBT harus dimaksimalkan dengan mendahulukannya kemudian kekurangannya baru disuplai energi fosil. Perlu juga ada kewajiban PLN untuk memanfaatkan listrik dari EBT karena selama ini belum ada kewajiban tersebut," imbuhnya.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat pencapaian pengurangan emisi sektor energi yang pada 2020 ditarget 30 juta ton CO2e sesuai Inpres No 61/2011 sudah terlampaui. Data per 2017 capaian pengurangan emisinya mencapai 33 juta ton CO2e.

Direktur Mitigasi Perubahan Iklim KLHK Emma Rachmawaty mengatakan Indonesia menaikkan target pada 2030 sesuai Kesepakatan Paris. Target pengurangan sektor energi naik 10 kali lipat lebih yakni 314 juta ton CO2e pada 2030.

"Masih banyak peluang dari sektor energi yang bisa dioptimalkan terutama EBT. Selain EBT, mengenai mobil listrik juga belum masuk dalam NDC Indonesia karena peraturannya baru terbit. Kemudian penggunaan biofuel B20 dan B30 juga belum disesuaikan dalam NDC," imbuhnya. (OL-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus
Berita Lainnya