Headline

KPK akan telusuri pemerasan di Kemenaker sejak 2019.

KLHK Siapkan Bukti Baru Kasus Karhutla

Dhika Kusuma Winata
24/7/2019 06:00
 KLHK Siapkan Bukti Baru Kasus Karhutla
Dirjen Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani(MI/Susanto)

MESKI belum secara resmi menerima salinan putusan Mahkamah Agung (MA), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mempelajari pemberian novum (bukti baru) peninjauan kembali kasus kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Tengah, pada 2015.

"KLHK telah berkoordinasi dengan kejaksaan untuk keperluan itu. Kami akan tambah fakta-fakta baru," tegas Dirjen Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani di kantor KLHK, Jakarta, kemarin.

Yang jelas, sahut Rasio, pemerintah sudah melakukan penanganan dan pencegahan karhutla yang semakin baik. Buktinya ialah terus menurunnya titik panas hingga lebih dari 90%. "Tidak ada lagi bandara ditutup karena asap karhutla. Itu karena cepat dipadamkan. Itu fakta yang kasatmata," cetusnya.

Putusan kasasi MA dengan No Perkara 3555 K/PDT/2018 itu diketok pada 16 Juli 2019 yang memperkuat putusan sebelumnya di Pengadilan Tinggi Palangkaraya. Gugatan hukum kepada Presiden, menteri, dan gubernur itu berawal dari kejadian karhutla 2015 yang menghanguskan sekitar 2,6 juta hektare kawasan itu.

Dengan keputusan kasasi itu, pemerintah diminta me-ngeluarkan peraturan pelaksana Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup untuk menanggulangi dan menghentikan kebakaran hutan.

Rasio mengatakan pemerin-tah sudah mengeluarkan sejumlah aturan pencegahan dan penanganan karhutla, antara lain melalui PP Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. Peraturan turunannya pun untuk menjaga gambut tetap basah sudah diterbitkan melalui peraturan menteri.

Di saat yang sama, lanjut Rasio, pihaknya juga melakukan penegakan hukum di antara-nya sanksi administratif. Sebanyak 740 sanksi administratif sejak 2015 dilayangkan kepada korporasi.

Tuntaskan eksekusi

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menyerukan semua aparat penegak hukum untuk bekerja sama menuntaskan kasus kejahatan lingkungan dan kehutanan yang masih terganjal di tahap eksekusi.

Aparat yang tidak menaati putusan pengadilan dan mengambangkan eksekusi kasus karhutla, tegasnya, bisa dianggap bersalah karena melakukan pembiaran.

Berdasarkan data KLHK, ada 10 gugatan perdata yang dimenangi dan sudah berkekuatan hukum tetap. Nilai dendanya mencapai Rp18,3 triliun. Selain itu, ada 25 gugatan perdata lain yang tengah ber-proses maupun disiapkan maju ke pengadilan.

"Sudah inkrah, tapi uang dendanya belum masuk ke negara. Ini tidak boleh dibiarkan karena bisa dianggap pembiaran. Penegak hukum semua perlu bekerja sama tuntaskan eksekusi," seru Agus.

Agus mencontohkan, ekse-kusi aset negara berupa kawasan hutan produksi yang diubah menjadi perkebunan sawit seluas 47 ribu hektare yang hingga kini masih dikuasai keluarga DL Sitorus di Padang Lawas, Sumatra Utara. Meski pemerintah telah memenangi gugatan sejak 11 tahun lalu, imbuhnya, lahan itu belum juga bisa dieksekusi.

KPK bekerja sama dengan KLHK dan Kementerian ATR menargetkan, eksekusi itu terlaksana dalam empat bulan ke depan. "Padahal tinggal pengosongan lahan saja," imbuh Agus. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya