Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
SUTRADARA Kamila Andini mengungkapkan dirinya ingin menampilkan karakter Nana dalam film barunya sebagai sosok perempuan biasa yang menghadapi konflik domestik di tengah dinamika perubahan zaman.
"Saya waktu itu bilang sama teh Jais bahwa saya ingin melihat Nana sebagai seorang perempuan saja. Ya, perempuan, seperti kita melihat nenek, ibu, dan sahabat kita, yang pernah melakukan sesuatu yang benar dan salah, tapi kita sayang sama dia apa adanya," kata Kamila saat jumpa pers di Jakarta, dikutip Kamis (27/1).
Bagi Kamila, film biografis tidak selamanya harus menyoroti sisi-sisi kepahlawanan pada tokoh besar yang kerap diagung-agungkan. Ia juga menilai, saat ini, film periode yang ditampilkan melalui kacamata personal jumlahnya masih sedikit. Padahal, lanjutnya, film seperti itu dapat berelasi lebih akrab dengan pengalaman penonton.
Baca juga: Happy Salma Sebut Sisi Kemanusiaan Jadi Daya Tarik Film Nana
"Buat saya, film bukan itu tujuannya. Bukan sedang membesar-besarkan soal orang, tapi kita sedang berefleksi. Kita melihat dia sebagai manusia," ujarnya.
Film Nana atau Before, Now & Then merupakan karya terbaru Kamila yang akan ditayangkan secara perdana dalam gelaran Festival Film Berlin pada Februari.
Cerita dalam film ini terinspirasi dari satu bab novel Jais Darga Namaku, yang ditulis Ahda Imran.
Film tersebut mengikuti kisah hidup seorang perempuan di era 1960-an bernama Raden Nana Sunani (diperankan oleh Happy Salma).
Karakter Nana diceritakan melarikan diri dari gerombolan yang ingin menjadikannya istri serta membuatnya kehilangan ayah dan anak. Kemudian ia menjalani hidup baru bersama seorang menak Sunda hingga bersahabat dengan salah satu perempuan simpanan suaminya.
Walau sebelumnya pernah menggarap film pendek Pulang atau Back Home dengan latar lampau, Kamila mengakui Nana menjadi penanda film panjang periode pertama yang ia buat.
Ia mengatakan film Nana sebetulnya menampilkan konteks sejarah dengan porsi yang kecil. Meski begitu, menurutnya, film ini mengajak penonton untuk merefleksikan dan mempertanyakan kembali posisi perempuan yang hidup di tengah perubahan sejarah atau zaman.
"Saya tidak sedang membuat mesin waktu atau mereplika zaman itu dalam sebuah film. Sebetulnya, saya sedang membangun jembatan bagaimana pemikiran saya sebagai perempuan yang hidup di masa saat ini melihat atau berefleksi kepada zaman itu," terang Kamila.
Melalui kacamata karakter Nana, lanjut Kamila, penonton dapat merasakan pergerakan dan perubahan zaman yang terjadi secara cepat di Indonesia, mulai dari masa awal pascakemerdekaan, peristiwa DI/TII, hingga masa pergantian presiden pada masa tersebut.
"Ada banyak sekali perubahan, bagaimana perempuan itu juga harus terus beradaptasi dengan perubahan ini di wilayah domestik sekalipun. Buat saya, ini sangat menarik meskipun dilihat dari kacamata yang sangat intim di dalam rumah tangga dan pernikahan di wilayah domestik," pungkasnya. (Ant/OL-1)
Dalam film tersebut, Happy membawakan karakter utama sebagai Raden Nana Sunani dengan latar waktu era 1960-an.
Pada Rabu (19/1), penyelenggara Festival Film Internasional Berlin mengumumkan deretan film yang masuk program kompetisi utama, film Nana menjadi salah satu di antaranya.
"Tapi itulah sebagai aktor, yang kalau kita serius dan jatuh cinta sama proyeknya, pasti totalitas menjalankannya."
Nana juga mengunggah beberapa foto dirinya memperlihatkan tato dari bahu hingga pergelangan kakinya.
Nana melakukan debut pada November 2009 dengan Raina sebagai generasi ketiga After School, sebuah grup idola di bawah naungan Pledis Entertainment.
Melalui proses seleksi dengan lebih dari 50 peserta, Last Chicken On Earth dan In the Never Ending Whirl of a Reel terpilih sebagai film terbaik dari wilayah DKI Jakarta.
MASA-masa sulit atau menantang dalam hidup pernah dialami. Tak jarang dihadapkan pada keputusan sulit yang perlu diambil. Hal tersebut juga dialami oleh sutradara perempuan Kamila Andini.
Film Tepatilah Janji merupakan salah satu sarana untuk mengajak masyarakat menggunakan hak suara dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada), 27 November mendatang.
HOME industri alias pabrik rumahan yang memproduksi narkoba jenis tembakau gorila terkuak beroperasi di Jakarta dengan sutradaranya mendekam di penjara.
PARA terduga pemeran film hasil pengungkapan kasus rumah produksi film dewasa di Jakarta Selatan tidak memenuhi panggilan polisi.
Serial ini akan tayang serentak di sekitar 190 negara. Selain sutradara, dalam serial ini skenario juga bukan saja ditulis oleh Joko, melainkan dengan beberapa tim penulis.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved