Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Kedelai,Terbuai Candu Impor

Despian Nurhidayat
11/1/2021 05:35
Kedelai,Terbuai Candu Impor
VARIETAS UNGGUL: Peserta berdiri di stan varietas kedelai unggul saat Pameran Agro Inovasi di Balai Pengelola Alih Teknologi Pertanian,(ANTARA/ARIF FIRMANSYAH)

INDONESIA telah lama berada dalam posisi sebagai negara pengimpor kedelai.

Rendahnya angka produksi dalam negeri yang tidak mampu mengimbangi kebutuhan serta lebih murahnya harga kedelai luar negeri membuat kondisi itu menjadi penyakit kronis.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan impor kedelai Indonesia sepanjang semester I 2020 mencapai 1,27 juta ton. Sebanyak 1,14 juta ton di antaranya berasal dari Amerika Serikat. Sementara itu, jika dilihat dari tahun-tahun sebelumnya, total impor kedelai mencapai 2,67 juta ton pada 2017, 2,58 juta ton pada 2018, dan 2,67 juta ton pada 2019.

Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) sekaligus Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Hermanto Siregar menjelaskan permasalahan kenaikan harga kedelai saat ini disebabkan kedelai juga tengah diminati Tiongkok yang membuat kurangnya pasokan kedelai ke dalam negeri.

"Dari dulu kita memang lebih banyak impor, 70% bahkan 80% itu impor. Jadi, produksinya makin lama makin sedikit, sementara penduduk makin lama makin meningkat ," ungkapnya kepada Media Indonesia, Jumat (8/1).

Dia menyebutkan produksi kedelai dari para petani Indonesia saat ini hanya mencapai 400 ribu ton per tahun. Hal itu berbanding terbalik dengan zaman Orde Baru ketika Indonesia mampu memproduksi kedelai sampai 1,2 juta ton per tahun.

"Keuntungan dari petani untuk menanam kedelai itu hanya pas-pasan. Jadi, petani lebih suka nanam padi dan jagung. Selain itu, kedelai impor itu punya harga yang lebih murah. Kalau harga tinggi, pengusaha tahu dan tempe enggak mau beli. Jadi, impor saja dari Amerika dan Brasil," kata Hermanto.

Selain harga yang lebih murah, Hermanto menegaskan, para pengusaha tempe dan tahu lebih senang dengan kedelai impor karena kualitas kedelai yang bagus. Hal itu berbanding terbalik dengan kedelai dalam negeri yang dikatakan tidak konsisten.

Karena itu, menurutnya, pemerintah harus meningkatkan produktivitas kedelai. Kementerian Pertanian dipandangnya harus mendorong petani untuk menggunakan varietas kedelai yang memiliki produktivitas tinggi.

"Kalau di luar negeri itu 4-5 ton per hektare produksi kedelainya. Dalam negeri itu hanya 1-2 ton per hektare. Jadi, bagaimana kita bisa bersaing kalau seperti ini?" tururnya.

Pendapat senada diamini Head of Research Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta. Petani kedelai nasional dihadapkan pada berbagai persoalan yang membuat kedelai produksi mereka tidak bisa terserap oleh pasar secara maksimal.

"Kualitas dan harga (kedelai petani lokal) tidak bisa bersaing dengan kedelai impor. Maka dari itu, peningkatan produktivitas penting untuk diusahakan," kata Felippa.

 

Pembinaan

Terdapat sejumlah hal yang menjadi pendorong rendahnya produktivitas tanaman kedelai di Indonesia . Dari faktor iklim, kecocokan pola dan rotasi tanam, hingga drainase menjadi penyebab rendahnya hasil yang diperoleh dari kegiatan menanam kedelai.

"Tentu saja meningkatkan produktivitas bukanlah hal mudah. Diperlukan pembinaan dan pendampingan bagi petani kedelai serta investasi," ujarnya.

Dengan pembinaan yang intensif, lanjutnya, produktivitas yang lebih tinggi meningkat. Pembinaan dapat dilakukan antara lain dengan penggunaan benih, pupuk, dan sarana produksi lain yang tepat. "Pembinaan juga dapat dilakukan melalui kerja sama dengan pihak swasta," tandasnya.

Satu hal lagi yang harus diperhatikan, menurut Felippa, ialah penggunaan lahan yang hanya diperuntukkan kedelai.

Hal ini disebabkan usaha produksi kedelai di Indonesia dilakukan pada musim tanam yang tidak selalu ideal untuk pertumbuhan tanaman karena harus menyesuaikan dengan pola dan rotasi tanam.

Harapan untuk mengatasi permasalah kedelai datang dari Kementerian Pertanian.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan pihaknya segera turun tangan mengatasinya. Bahkan Presiden Jokowi Widodo meminta kementerian terkait agar cepat menyelesaikan dan ke depan tidak bergantung lagi pada impor kedelai.

"Ini menjadi bagian kami. Pak Presiden minta kepada saya, kalau begitu, jangan tergantung lagi (impor kedelai). Saya sekarang lagi persiapkan (budi daya kedelai)," ucap SYL, sapaan akrabnya itu.

Dengan adanya pembenahan di sektor hulu, yakni pertanian, harapan agar Indonesia lepas dari candu impor kedelai baru berada di tahap pertama. Butuh dukungan banyak pihak untuk membuat harga kedelai dalam negeri bisa bersaing dengan harga luar negeri.

Dibutuhkan dukungan industri agar pupuk tersedia dengan harga yang lebih terjangkau. Juga ketersediaan lahan agar produksi bisa dihasilkan di tempat-tempat yang paling membutuhkan hingga perlindungan kebijakan perdagangan agar kedelai impor tidak selalu lebih murah daripada dalam negeri.

Bila dukungan dari berbagai pihak itu terorkestrasi dengan baik, niscaya harapan untuk lepas dari candu impor akan menggeliat. Indonesia akan lebih memiliki ketahanan pangan yang lebih baik. (Ant/Iam/E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya