Headline
KPK akan telusuri pemerasan di Kemenaker sejak 2019.
FORUM Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI) menyampaikan keluhan masyarakat terkait kelangkaan beras premium di ritel modern. Ketua FKBI Tulus Abadi menyebut kelangkaan tersebut telah menimbulkan keresahan luas di sebagian kalangan konsumen. Ia menduga itu terjadi akibat kasus beras oplosan.
"FKBI menyoroti bahwa sesungguhnya masalah ini bukan disebabkan oleh kekurangan produksi, melainkan oleh adanya gangguan distribusi yang dipicu oleh tekanan hukum dan ketidakjelasan regulasi pasca pengusutan kasus beras oplosan oleh Satgas Pangan Bareskrim Mabes Polri," kata Tulus dalam keterangan yang diterima, Senin (25/8).
Ia menyebut penarikan produk secara masal oleh ritel besar seperti Alfamart dan Indomaret, serta penahanan stok oleh produsen dan distributor, telah menyebabkan kekosongan rak. Selain itu juga memicu panic buying di sejumlah daerah.
FKBI menilai bahwa tindakan ini, meskipun dimaksudkan sebagai langkah kehati-hatian, justru memperburuk situasi dan merugikan konsumen yang bergantung pada akses pangan berkualitas.
Tulus menyampaikan, surat telegram Kapolri yang memerintahkan pendistribusian ulang dalam dua hari belum sepenuhnya terimplementasi di lapangan. Ketakutan pelaku usaha terhadap sanksi pidana membuat mereka enggan melepas stok.
"Sehinggakonsumen menjadi korban dari ketidakpastian dan spekulasi pasar," ungkapnya.
FKBI mencatat bahwa minimnya komunikasi publik dari pemerintah dan pelaku usaha telah menciptakan disinformasi dan praktik penimbunan oleh oknum pedagang besar. Konsumen tidak hanya kehilangan akses terhadap produk yang biasa mereka konsumsi, tetapi juga menghadapi lonjakan harga dan ketidakpastian kualitas.
"Terhadap kasus dan fenomena ini, FKBI menegaskan bahwa konsumen berhak atas informasi yang jelas, akurat, dan transparan mengenai kualitas dan ketersediaan produk pangan; sebagaimana dijamin dalam UU Perlindungan Konsumen dan UU Pangan," kata Tulus.
Menurutnya, pemerintah perlu mempercepat proses audit dan sertifikasi produk agar distribusi dapat dipulihkan tanpa menimbulkan ketakutan di kalangan pelaku usaha.
"Kebijakan pemerintah, khususnya Kementan, agar lebih transparan dan partisipatif terhadap wacana penghapusan beras jenis premium. Kebijakan ini bisa jadi kontraproduktif, baik dari sisi pelaku usaha, dan hak hak konsumen," paparnya.
Selain itu, ritel dan produsen harus membuka jalur komunikasi publik yang proaktif untuk menjelaskan situasi dan langkah-langkah pemulihan.
Tulus mengatakan perlunya mekanisme pengawasan yang melibatkan organisasi konsumen. Tujuannya agar kebijakan pangan tidak hanya berorientasi pada penindakan, tetapi juga pada perlindungan hak konsumen.
"FKBI menyerukan kepada seluruh pemangku kepentingan untuk mengedepankan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi konsumen dalam setiap kebijakan pangan di Indonesia," pungkasnya.(H-4)
DINAS Pangan dan Pertanian Kabupaten Karimun menemukan beras tak layak konsumsi beredar di sejumlah toko dan swalayan.
Hingga pertengahan Agustus ini, hasil panenan gabah petani dihargai kisara Rp7450 - Rp7850/kg oleh pengusaha besar.
Pabrik besar cenderung membeli gabah dengan harga lebih tinggi, Rp6.700–Rp7.000 per kilogram, dibanding pabrik kecil yang membeli sekitar Rp6.500.
Pedagang beras di Pasar Induk Beras Cipinang mengeluhkan penurunan penjualan antara 20%-50% sejak isu beras oplosan mencuat di publik.
ANGGOTA Ombudsman Republik Indonesia (RI), Yeka Hendra Fatika, menegaskan bahwa pencampuran (mixing) varietas beras merupakan praktik yang lumrah dilakukan di dunia perberasan.
Tulus Abadi menuding angka pertumbuhan ekonomi yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) tidak tidak mencerminkan kondisi masyarakat di lapangan.
KETUA Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI), Tulus Abadi, mengatakan karena terlalu berisiko, sebaiknya ke depannya pelaksanaan haji furoda dihentikan.
KETUA Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI), Tulus Abadi mengatakan permasalahan terkait dengan keberangkatan jemaah haji dari Indonesia masih kerap terjadi setiap tahunnya.
"Dari sisi warna dan desain, logo tersebut berpotensi tidak informatif bagi konsumen. Konsumen sudah terbiasa dengan logo berwarna hijau. Dan ornamen sebelumnya spesifik, bernuansa islami."
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved