Headline

Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.

Rekening Pelaku Penipuan Keuangan Diblokir Total OJK, Tidak Bisa Buka yang Baru

Insi Nantika Jelita
19/8/2025 14:28
Rekening Pelaku Penipuan Keuangan Diblokir Total OJK, Tidak Bisa Buka yang Baru
KEPALA Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi dalam Kampanye Nasional Berantas Scam dan Aktivitas Keuangan Ilegal di Jakarta, Selasa (19/8)..(MI/ Insi Nantika )

KEPALA Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi menegaskan, pelaku scam (penipuan) maupun fraud (pemalsuan) di sektor jasa keuangan tidak hanya akan diproses hukum, tetapi juga diblokir total aksesnya dari seluruh layanan keuangan.

 

"Kita akan matikan (akses) mereka di sektor keuangan. Artinya, bukan hanya rekening tertentu yang ditutup, tapi seluruh akses mereka di sektor jasa keuangan juga akan diblokir," kata Kiki, sapaan akrabnya, dalam Kampanye Nasional Berantas Scam dan Aktivitas Keuangan Ilegal di Jakarta, Selasa (19/8).

 

Ia menjelaskan, pemblokiran rekening pelaku penipuan dan pemalsuan keuangan, dilakukan dengan mengacu pada Nomor Induk Kependudukan (NIK). Sehingga, pelaku tidak bisa lagi membuka rekening baru atau memanfaatkan layanan keuangan lainnya.

 

“Tidak bisa hanya ditutup satu rekening, lalu mereka bisa melenggang ke (membuka) rekening-rekening lain. Kami akan melakukan penindakan agar gerak mereka dipersempit," tegas Kiki.

 

800 Kasus Penipuan per Hari

Setiap hari, OJK menerima rata-rata 700–800 laporan penipuan, jauh lebih tinggi dibandingkan negara lain, seperti Singapura (140 laporan), Hong Kong (124), dan Malaysia (130). Modus kejahatan keuangan pun semakin beragam, mulai dari rekening bank, virtual account, e-commerce, e-wallet, hingga aset kripto.

 

Data Indonesia Anti-Scam Centre (IASC) per Agustus 2025 mencatat sudah ada 225.281 laporan dengan total kerugian mencapai Rp 4,6 triliun. Tren kerugian akibat investasi ilegal juga meningkat tajam, dari Rp4,4 triliun pada 2017 menjadi Rp 12,13 triliun pada triwulan II 2025.

 

Meski banyak masyarakat yang sudah terpapar digitalisasi, tapi pemahaman literasi keuangan digitalnya belum cukup tinggi. Kiki menjelaskan literasi keuangan masyarakat Indonesia masih rendah hanya mencapai 66,46%. "Ini yang harus terus kita dorong, supaya  masyarakat tidak lagi menjadi korban penipuan,” jelasnya.

 

Selain literasi, kecepatan pelaporan juga menjadi tantangan. Di negara lain, korban rata-rata melapor dalam 15 menit, sehingga dana masih bisa dilacak dan diselamatkan. Di Indonesia, laporan baru masuk rata-rata 12 jam setelah kejadian.

 

OJK pun juga mendorong pelaku usaha jasa keuangan untuk terus memperkuat teknologi sebagai upaya preventif dan perlindungan kepada konsumen. "Saya mengundang pelaku usaha jasa keuangan untuk bagaimana terus mengupgrade secara teknologi. Karena para scamer ini juga semakin lama semakin canggih juga. Jadi, kita enggak boleh kalah," ucapnya.

 

Deputi Komisioner Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Pelindungan Konsumen OJK sekaligus Ketua Satgas Pasti Rizal Ramadhani mengatakan, pelaku penipuan keuangan akan kehilangan seluruh akses terhadap produk dan layanan sektor keuangan. Mereka tidak diperbolehkan membuka rekening, menerima kredit, maupun menikmati fasilitas keuangan lainnya.

 

Langkah tegas ini sejalan dengan upaya menutup rapat seluruh celah yang bisa dimanfaatkan pelaku scam, sebagaimana pendekatan terpadu dalam penanganan tindak pidana pencucian uang.

 

“Tidak boleh ada subsistem yang terbuka. Semua pihak harus dirangkul agar scam yang merusak sendi perekonomian bisa diberantas,” ujar Rizal.

 

Lebih lanjut, Rizal menjelaskan keanggotaan Indonesia Anti-Scam Center (IASC) kini semakin lengkap dengan melibatkan 21 kementerian/lembaga serta berbagai asosiasi industri. Termasuk di dalamnya asosiasi perbankan, asosiasi sistem pembayaran di bawah otoritas Bank Indonesia, serta asosiasi e-commerce yang menaungi berbagai platform besar seperti GoPay, OVO, Bukalapak, Tokopedia, dan Shopee.

 

Adapun pembentukan IASC sebagai pusat koordinasi terpadu untuk memberantas penipuan atau scam yang semakin marak di sektor keuangan maupun digital.  (M-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Bintang Krisanti
Berita Lainnya