Headline
Karhutla berulang terjadi di area konsesi yang sama.
Karhutla berulang terjadi di area konsesi yang sama.
Angka penduduk miskin Maret 2025 adalah yang terendah sepanjang sejarah.
USULAN moratorium atau penundaan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) selama tiga tahun mulai direspon oleh pemerintah. Di tengah tekanan yang semakin berat terhadap industri, Direktur Jenderal Bea dan Cukai yang baru, Djaka Budi Utama, menyatakan bahwa penentuan tarif cukai akan mempertimbangkan berbagai aspek lintas sektor.
“Terkait usulan [moratorium cukai] tersebut akan dilihat dari pengendalian konsumsi hasil tembakau, industri dan tenaga kerja, optimalisasi penerimaan capaian negara, dan peredaran rokok ilegal yang setiap saat dilakukan pencegahan,” ujar Djaka dalam konferensi pers APBN KiTa.
Pernyataan ini merupakan respons atas desakan dari pelaku industri dan berbagai kalangan yang meminta pemerintah tidak menaikkan tarif CHT hingga tiga tahun ke depan. Kekhawatiran utama adalah bahwa kenaikan tarif yang terlalu agresif dapat menekan industri, meningkatkan risiko pemutusan hubungan kerja (PHK), serta meningkatkan pergeseran konsumsi ke produk ilegal yang semakin masif akhir-akhir ini.
Djaka menambahkan bahwa keputusan terkait tarif CHT tidak hanya menjadi kewenangan Bea Cukai, melainkan merupakan hasil koordinasi lintas direktorat. “Dalam rumusan kebijakan cukai, Bea Cukai tidak berdiri sendiri tapi berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal,” jelasnya.
Sementara itu, akademisi sekaligus sosiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM), AB Widyanta, menekankan pentingnya pendekatan multisektoral dalam merumuskan kebijakan cukai tembakau.
“Ada perkebunan, ada pertanian, ada perindustrian, ada perdagangan. Libatkan mereka untuk mengkalkulasi secara legal, tentang apa-apa yang termasuk dalam kenaikan cukai itu, sekaligus juga menakar dimensi-dimensi berbagai sektor tadi secara berimbang,” ujarnya.
Menurut Widyanta, dominasi satu perspektif dalam kebijakan CHT berisiko mengabaikan realitas ekonomi masyarakat yang menggantungkan hidup dari sektor ini. “Harus ada proteksi pilihan terhadap para petani tembakau dan buruh-buruhnya di pabrik industri tembakau. Itu yang mesti dipertimbangkan, diperhitungkan dengan matang dan dikelola dengan multi-sektoralitas,” tegasnya.
Ia pun mendorong agar Djaka sebagai Dirjen Bea Cukai yang baru dapat mengelola isu ini secara menyeluruh dan berimbang. “Kalau Pak Djaka bisa sampai kepada perhitungan menyeluruh holistik seperti itu, saya kira kita akan menjadi bangsa yang berdaulat dengan menata-kelola potensi-potensi sumber yang kita punya,” tambahnya.
Usulan moratorium CHT selama tiga tahun sebelumnya disuarakan oleh berbagai pihak, termasuk kalangan buruh. Ketua Forum Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) Daerah Istimewa Yogyakarta, Waljid Budi Lestarianto, meminta pemerintah mempertimbangkan dampak kenaikan cukai terhadap industri hasil tembakau, terutama di tengah daya beli masyarakat yang melemah.
“Karena mengingat daya beli masyarakat juga turun, jadi kami justru ingin meminta kepada Presiden untuk menunda kenaikan cukai paling tidak tiga tahun ke depan. Karena kan kita melihat kondisi ekonomi juga tidak baik-baik saja,” jelas Waljid.
Data Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa hingga Mei 2025, penerimaan cukai mencapai Rp17,1 triliun. Total penerimaan dari kepabeanan dan cukai tercatat sebesar Rp122,9 triliun atau 40,7% dari target APBN. Tahun ini, pemerintah menargetkan penerimaan CHT sebesar Rp230,09 triliun dari total target penerimaan cukai sebesar Rp301,6 triliun.
Sebagai perbandingan, pada 2024, CHT menyumbang Rp216,9 triliun dari total penerimaan cukai Rp226,4 triliun, menegaskan peran strategis sektor ini dalam menopang pendapatan negara.
Namun di balik kontribusi besar tersebut, industri hasil tembakau menunjukkan tanda-tanda perlambatan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pada kuartal I/2025, industri pengolahan tembakau mengalami kontraksi sebesar -3,77% secara tahunan (year-on-year), berbanding terbalik dengan pertumbuhan positif 7,63% pada periode yang sama tahun lalu. (H-2)
Hal itu disampaikan Prasetyo menanggapi berbagai usulan dari sejumlah pihak yang mendorong agar pemerintah mempertimbangkan moratorium pembangunan IKN.
WAKIL Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong, menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan kajian mendalam terkait usulan moratorium sementara pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN)
Jika industri tembakau sebagai pembeli utama bahan baku terganggu, maka penyerapan hasil panen petani akan menurun drastis.
Masa jeda ini akan menjadi momentum penting bagi pemerintah dan pelaku industri untuk menyusun peta jalan yang seimbang antara kebutuhan fiskal negara dan keberlangsungan sektor IHT.
Pemerintah didesak untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan cukai agar lebih seimbang.
Pemerintah didorong melakukan reformasi menyeluruh terhadap struktur tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT).
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 memicu kekhawatiran serius di kalangan legislatif dan pelaku ekonomi nasional.
Pemerintah didorong untuk melakukan deregulasi dan revitalisasi industri guna meringankan beban sektor padat karya.
Pemerintah didesak untuk memberlakukan moratorium kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) selama tiga tahun ke depan.
Industri pengolahan tembakau anjlok hingga -3,77% yoy—berbanding terbalik dengan pertumbuhan 7,63% pada periode yang sama tahun lalu. Cukai rokok
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved