Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
PIMPINAN Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (PP ISNU) menyelenggarakan ISNU Forum on Investment, Trade and Global Affairs, sebuah diskusi strategis yang mengupas isu-isu global dari perspektif Indonesia dan Asia. Forum ini digelar pada Kamis, 15 Mei 2025, pukul 12.00–14.00 WIB, bertempat di Lantai 5 Gedung PBNU, Jl. Kramat Raya, Jakarta Pusat.
Dengan tema: “Revisiting Gus Dur’s Notion on the Jakarta–Beijing–New Delhi Axis from the Memory of His International Advisor”, forum ini membahas kembali warisan gagasan geopolitik Presiden ke-4 RI, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), yang menggagas poros kekuatan baru Asia berbasis kerja sama strategis antara Jakarta, Beijing, dan New Delhi.
Forum ini mempertemukan para cendekiawan, pemikir kebijakan luar negeri, hingga pelaku usaha lintas negara dalam panggung diskusi terbuka lintas sektor.
Narasumber utama yang hadir antara lain, KH. Yahya Cholil Staquf, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Sohail Sattar Quraeshi, Chairman of Mitra Global dan Binwan Group, serta mantan penasihat internasional Gus Dur, Hery Haryanto Azumi, Ketua PP ISNU, DR Paulus Agung Wijayanto, Lucia Liaw (pengusaha).
Ketum PBNU Gus Yahya menyambut baik kedatangan para investor luar negeri. Salah satunya ialah Sohail Quraeshi yang selanjutnya akan menghadap ke Presiden Prabowo Subianto.
"Kami sangat senang dengan kehadiran beliau. PBNU juga berharap ada kerjasama yang dapat membawa dampak baik bagi masyarakat dan negara," terangnya.
Poros Jakarta–Beijing–New Delhi, dalam pandangan Gus Dur, adalah sebuah strategi peradaban yang mengedepankan solidaritas global Selatan, keadilan, dan tatanan dunia multipolar.
Dia percaya bahwa negara-negara besar di Asia memiliki tanggung jawab historis untuk menciptakan keseimbangan baru dalam geopolitik global.
Sohail Sattar Quraeshi, sebagai salah satu orang terdekat Gus Dur di bidang hubungan internasional, menyampaikan kesaksiannya yang mendalam.
“Gus Dur bukan hanya pemimpin Indonesia, melainkan pemikir global yang melihat Asia sebagai sumber harapan baru bagi dunia. Ia percaya bahwa kekuatan sejati Asia terletak pada nilai-nilai moral, inklusivitas, dan kemampuan untuk membangun tatanan dunia yang manusiawi,” ujar Sohail.
Ia juga menekankan bahwa poros Jakarta–Beijing–New Delhi merupakan ajakan Gus Dur kepada para pemimpin Asia untuk keluar dari ketergantungan pada blok kekuatan tradisional dan membangun sinergi Asia berbasis kesetaraan dan nilai.
“Saya menyaksikan sendiri bagaimana Gus Dur membangun komunikasi lintas negara bukan dengan posisi inferior, tetapi sebagai mitra strategis yang membawa pesan keadaban,” tambahnya.
Dia pun berharap, Indonesia dengan kekuatan populasinya yang sangat besar, bisa berbuat lebih banyak dalam percaturan ekonomi dunia.
"Karena populasi ini kekuatan besar, kenapa Indonesia tidak bisa berbuat lebih banyak, harusnya Indonesia bisa berbuat lebih banyak," imbuhnya.
Sohail juga berbicara tentang Gus dur yang sangat luar biasa di jamannya, sumber daya alam yang dimiliki Indonesia lebih besar dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya.
"Potensi ini seharusnya bisa dikelola dengan baik akan menjadikan Indonesia negara yg sangat diperhitungkan dalam kancah internasional," tegasnya
Sementara itu, meskipun berhalangan hadir secara langsung, Prof. Dr. Phil. H. Kamaruddin Amin, M.A., Ketua Umum PP ISNU, menyampaikan pandangannya secara terpisah mengenai pentingnya forum ini sebagai ruang strategis cendekiawan Nahdlatul Ulama dalam menghidupkan kembali pemikiran geopolitik Gus Dur.
“Gus Dur mengajarkan kepada kita bahwa diplomasi bukan hanya soal kepentingan negara, tetapi juga tentang nilai, keberanian moral, dan visi kemanusiaan lintas peradaban. Ketika beliau menggagas poros Jakarta–Beijing–New Delhi, beliau ingin agar Indonesia tidak hanya menjadi penonton dalam percaturan dunia, tetapi menjadi pemain utama dengan nilai-nilai luhur yang kita miliki,” ujar Prof. Kamaruddin.
Ia menambahkan bahwa ISNU akan terus menjadi pendorong utama diskursus strategis dan kebijakan luar negeri berbasis ilmu dan jati diri bangsa.
“Forum ini adalah bentuk nyata kontribusi keilmuan ISNU dalam membangun Indonesia yang lebih kuat secara ekonomi, berdaulat dalam politik luar negeri, dan dihormati karena kontribusinya dalam menciptakan perdamaian global,” tegasnya.
Hery Haryanto Azumi, Ketua PP ISNU dan penggagas forum ini, menegaskan pentingnya keterpaduan antara diplomasi ekonomi dan diplomasi budaya. Dalam pandangannya, Indonesia tidak cukup hanya hadir sebagai pasar global, tetapi harus tampil sebagai aktor peradaban.
“Gus Dur telah meletakkan fondasi cara berpikir strategis yang menjadikan nilai dan identitas sebagai modal diplomasi. Kita harus melanjutkannya dengan membangun narasi, platform, dan kebijakan yang memosisikan Indonesia sebagai mitra utama di Asia dan dunia,” ujar Hery Azumi.
Ia juga berharap agar forum ini bisa menjadi titik tolak untuk membangun kerja sama konkret di bidang investasi, perdagangan, dan pertukaran budaya antara Indonesia, Tiongkok, India, dan negara-negara Asia lainnya.
Melalui forum ini, ISNU ingin menunjukkan bahwa Indonesia memiliki kapasitas untuk menawarkan diplomasi alternatif—yaitu diplomasi yang tidak hanya mengejar kepentingan pragmatis, tetapi juga mengedepankan nilai, etika, dan spiritualitas kebudayaan.
ISNU percaya bahwa kekuatan diplomasi ke depan terletak pada gabungan antara kecerdasan strategis dan keutamaan moral.
ISNU berkomitmen menindaklanjuti forum ini dalam bentuk rumusan kebijakan, nota kebijakan publik, dan penjajakan kerja sama lebih lanjut dengan mitra strategis dari Tiongkok, India, dan kawasan Asia lainnya.
Dalam diskusi yang dijalankan secara hybrid, hadir juga perwakilan dari PW ISNU Lampung, Wakil ketua PW ISNU Jabar, PW ISNU DKI, dan PW lainnya.
Tampak juga perwakilan dari Banom NU seperti IPNU, PMII, IPPNU, dan lainnya.
CitraGarden City menghadirkan inovasi hunian dengan meresmikan Show Unit Cluster Malta, rumah 3 lantai terbaru yang mengusung arsitektur bergaya Mediterania modern.
Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat RI menyebut realiasai investasi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Industropolis Batang atau Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB) masih jauh dari target.
HARAPAN baru bagi jutaan perempuan Indonesia kembali menyala melalui peluncuran Orange Bond oleh PT Permodalan Nasional Madani (PNM).
Keterbukaan terhadap ide dan kolaborasi lintas sektor merupakan kunci dalam mewujudkan visi Indonesia menuju 2045.
Kehadiran Indonesia dalam pameran ini merupakan undangan resmi dari Pemerintah Provinsi Gansu.
Bank Indonesia mengungkapkan posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Juni 2025 tercatat sebesar US$152,6 miliar atau senilai Rp2.477 triliun.
Usaha Presiden Prabowo Subianto menggandeng Uni Eropa merupakan langkah strategis dalam memperkuat diplomasi Indonesia di tengah dinamika global yang tidak menentu.
PRESIDEN Prabowo Subianto melanjutkan lawatan luar negerinya. Setelah Brazil, Prabowo mengunjungi Brussel, Belgia, kota dari kantor pusat Uni Eropa membahas kerja sama perdagangan dan tarif
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bertolak ke Brussel, Belgia, mendampingi Presiden Prabowo Subianto bertemu pimpinan tertinggi Uni Eropa untuk mempercepat IEU-CEPA
PRESIDEN Prabowo Subianto berencana melakukan negosiasi langsung dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terkait pengenaan tarif impor terhadap Indonesia.
Presiden Prabowo dan Menko Airlangga hadiri KTT BRICS 2025, dorong multilateralisme, reformasi global, dan perkuat kerja sama negara Global South.
Presiden Subianto mengundang Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva merayakan ulang tahun di Indonesia pada Oktober 2025
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved