Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
PROGRAM pembangunan 3 juta rumah yang dicanangkan pemerintah di bawah Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) justru menuai tanda tanya besar di kalangan pengembang.
Ketua Umum Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra), Ari Tri Piyono, menilai implementasi program ini tidak sesuai dengan harapan para pelaku industri properti.
Menurut Ari, kebijakan yang seharusnya menjadi pendorong sektor perumahan malah menimbulkan ketidakpastian usaha. Pernyataan-pernyataan yang disampaikan Menteri PKP Maruarar Sirait dinilai tidak mencerminkan kondisi riil bisnis perumahan, bahkan berpotensi menghambat pertumbuhan sektor ini. Salah satunya adalah rencana penurunan harga rumah subsidi di tengah meningkatnya harga bahan baku dan tanah.
“Kian hari kita semakin dibuat bingung. Harga rumah mau diturunkan. Itu kan kebijakan yang membingungkan. Yang dibutuhkan itu adalah rumah yang layak dan mampu dibeli, bukan sekadar murah. Kami sudah memberikan masukan, tetapi tidak didengar. Mudah-mudahan setelah kami menyampaikan aspirasi ke DPR dan Presiden, menterinya bisa menerima masukan,” ujar Ari dalam forum dengar pendapat umum Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI, kemarin.
Selain soal harga rumah subsidi, pengembang juga mengeluhkan tidak adanya kejelasan terkait peran mereka dalam program 3 juta rumah. Dari target pembangunan 1 juta rumah di perkotaan, 1 juta di kawasan pesisir, dan 1 juta di pedesaan, belum ada mekanisme konkret yang mengatur peran serta pengembang dalam realisasi program ini.
“Lalu kami mau diajak ke mana? Apakah kami harus mendukung FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) atau ada skema lain? Ini belum jelas,” lanjut Ari.
Keluhan serupa juga datang dari asosiasi pengembang lainnya, termasuk Realestat Indonesia (REI), Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi), Asosiasi Pengembang dan Pemasar Perumahan Nasional (Asprumnas), serta Aliansi Pengembang Perumahan Nasional Jaya (Appernas Jaya), yang turut hadir dalam forum tersebut.
Salah satu kebijakan terbaru Kementerian PKP yang memicu reaksi keras adalah rencana audit terhadap perusahaan pengembang. Ari menilai langkah ini tidak relevan, mengingat pembangunan rumah subsidi sepenuhnya menggunakan belanja modal atau capital expenditure (capex) dari perusahaan, bukan dari anggaran negara.
Pernyataan Menteri PKP yang kerap menyinggung soal pengembang nakal juga dianggap kontraproduktif. Ari mengungkapkan, tudingan tersebut telah dimanfaatkan oleh oknum Aparat Penegak Hukum (APH) yang tidak bertanggung jawab untuk menekan pengembang.
“Kami sudah menerima laporan bahwa beberapa rekan pengembang dipanggil polisi untuk memberikan keterangan soal perizinan, sertifikat, bahkan material bangunan seperti besi juga diperiksa. Ini sudah kami laporkan secara resmi ke kepolisian, karena hal tersebut bukan domain APH,” ungkapnya.
Akibat kondisi ini, para pengembang semakin merasa tidak terlindungi dan kehilangan kenyamanan dalam menjalankan usaha mereka. Banyak yang merasa khawatir akan masa depan bisnisnya akibat ketidakpastian regulasi dan tekanan yang semakin meningkat.
“Sangat sulit menerima tudingan bahwa pengembang rumah subsidi menyalahgunakan dana. Kami membangun rumah dengan dana sendiri, lalu tiba-tiba dituduh menggunakan uang negara. Itu dari mana dasarnya?” pungkas Ari.
Sebelumnya diketahui, pengembang perumahan subsidi menghadapi berbagai tantangan, termasuk stigma negatif yang disebarkan secara terstruktur hingga berujung pada pemeriksaan tanpa dasar hukum yang jelas. Hal ini menjadi perhatian serius bagi asosiasi pengembang perumahan yang menyampaikan keluhan mereka kepada Wakil Ketua BAM DPR RI, Adian Napitupulu.. (Z-10)
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait melakukan serah terima 100 kunci rumah subsidi kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)
Kementerian PKP mendengar banyak anak muda yang ingin tinggal di kota, namun terkendala harga tanahnya di kota mahal sehingga ukuran rumahnya mau diperkecil.
Menteri PKP Maruarar Sirait resmi membatalkan rencana mengecilkan ukuran rumah subsidi.
Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) mencatat penyaluran Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) telah mencapai lebih dari 50% dari target 220.000 unit.
Rumah subsidi dengan luas 18 meter memang menunjukkan niat negara dalam menjamin hak tempat tinggal bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Target pasar dari pembangunan rusun tersebut adalah generasi milenial.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved