Headline

Tingkat kemiskinan versi Bank Dunia semakin menjauh dari penghitungan pemerintah.

Fokus

Perluasan areal preservasi diikuti dengan keharusan bagi setiap pemegang hak untuk melepaskan hak atas tanah mereka.

Polemik Gas Elpiji 3 Kg, Bahlil: Subsidi Negara Berpotensi tak Tepat Sasaran

Rahmatul Fajri
08/2/2025 15:04
Polemik Gas Elpiji 3 Kg, Bahlil: Subsidi Negara Berpotensi tak Tepat Sasaran
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.(Dok. Antara)

MENTERI Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia buka suara soal polemik distribusi Liquified Petroleum Gas (LPG) atau gas elpiji 3 kg  yang ramai dibahas sepekan terakhir. Bahlil menegaskan harus mengambil kebijakan agar pengecer dijadikan sub pangkalan karena melihat kerugian yang besar dari gas melon yang telah disubsidikan negara.

Bahlil menjelaskan bahwa negara selama ini telah mensubsidi tiga kebutuhan energi untuk rakyat Indonesia, yakni BBM, listrik, dan gas elpiji. Untuk gas elpiji sendiri, dalam satu tahun negara mensubsidi hingga Rp87 triliun.

"Perintah Presiden Prabowo ke semua orang di kabinet adalah memastikan uang negara satu sen pun harus pasti sampai ke masyarakat. Penggunaannya harus tepat sasaran sampai ke rakyat. Apalagi LPG ini menyangkut hajat hidup orang banyak," kata Bahlil, melalui keterangannya, Sabtu (8/2).

Bahlil mengatakan saat awal menjabat sebagai menteri, ia mendapat sejumlah laporan dari aparat penegak hukum dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa program subsidi ini rentan terjadi kerugian jika tidak dilakukan penataan distribusi dan harga yang lebih jelas.

Bahlil menjelaskan, dengan subsidi yang diberikan oleh negara sebesar Rp36.000, harga gas elpiji per tabung menjadi Rp12.000. Dengan harga awal tersebut, Pertamina membawa gas melon ke agen dengan harga Rp12.750. Selanjutnya, kata Bahlil, dari agen ke pangkalan, harga per tabung seharusnya maksimal hanya Rp15.000. Selama ini, pemerintah bisa memantau langsung proses distribusi dari agen ke pangkalan karena memang terlacak oleh aplikasi.

"Nah, dari pangkalan ke pengecer ini yang enggak ada sistem, enggak ada aplikasi yang bisa memantau. Yang terjadi, seharusnya rakyat maksimal membeli satu tabung seharga Rp18.000 sampai Rp19.000. Tapi fakta di lapangan, ada yang beli sampai Rp25.000 atau Rp30.000," kata Bahlil.

Bahlil menjelaskan ada tiga titik celah di mana oknum bisa melakukan cawe-cawe permainan gas elpiji, salah satunya dengan penentuan harga dari pangkalan ke pengecer yang tidak terpantau. "Jika kita asumsikan loss-nya total ada 25-30%, kali Rp87 triliun, itu sama dengan Rp25-26 triliun. Bayangkan. Inilah, dalam rangka implementasi apa yang diarahkan oleh Presiden Prabowo, memastikan yang dikeluarkan pemerintah harus tepat sasaran. Itu niatnya," tambahnya. (Z-9)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya