Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Inflasi 2024 Rendah Akibat Kelas Menengah yang Kian Rapuh

M Ilham Ramadhan Avisena
03/1/2025 14:12
Inflasi 2024 Rendah Akibat Kelas Menengah yang Kian Rapuh
Pengunjung berjalan keluar dari salah satu gerai fesyen di pusat perbelanjaan Kuningan City, Jakarta. BPS mencatat inflasi Indonesia sepanjang tahun 2024 sebesar 1,57% secara tahunan (yoy), sekaligus menjadi yang terendah sepanjang sejarah sejak BPS melaku(ANTARA/Fauzan)

BADAN Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Indonesia sepanjang tahun 2024 sebesar 1,57% secara tahunan (yoy), sekaligus menjadi yang terendah sepanjang sejarah sejak BPS melakukan penghitungan inflasi. Angka itu bahkan lebih rendah dari inflasi pada 2020 yang sebesar 1,68% saat pandemi covid-19 melanda.

BPS menyebut penyebab utama inflasi yang rendah itu adalah menurunnya harga pangan pokok setelah sempat mengalami kenaikan yang tinggi pada 2022 dan 2023.

Peneliti Ideas (Institute for Demographic and Affluence Studies) Tira Mutiara menyebutkan, rendahnya inflasi pada 2024 itu utamanya dipengaruhi oleh turunnya daya beli masyarakat akibat melemahnya kelas menengah, termasuk ketidakpastian arah kebijakan pemerintah soal rencana penaikan PPN.

"Penurunan daya beli masyarakat terlihat dari data konsumsi rumah tangga. Sejak triwulan IV 2023, pertumbuhan konsumsi rumah tangga selalu lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi," kata dia dikutip dari siaran pers, Jumat (3/1).

Tira menjabarkan, berdasarkan data BPS terlihat pada triwulan IV 2023 pertumbuhan ekonomi mencapai 5,04% (yoy), sementara konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,46% (yoy). Tren itu berlanjut pada triwulan I 2024 dengan pertumbuhan ekonomi 5,11% (yoy) dan konsumsi rumah tangga 4,91% (yoy).

Pada triwulan II dan III 2024, pertumbuhan konsumsi rumah tangga stagnan di angka 4,9% (yoy), di bawah pertumbuhan ekonomi masing-masing sebesar 5,05% dan 4,95% (yoy).

"Selain itu, penurunan konsumsi juga terlihat pada Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yan g juga menunjukkan penurunan. Pada Juni 2024, IKK tercatat sebesar 123,3, lebih rendah dari Mei 2024 yang sebesar 125,2," kata Tira.

Pada Juli dan Agustus, IKK sempat mengalami kenaikan tipis yaitu sebesar 123,4 dan 124,4. Namun, pada bulan selanjutnya IKK mengalami penurunan kembali yaitu September 123,5 dan Oktober 121,1.

Dalam survei konsumen yang dilakukan Bank Inndonesia itu terungkap, masyarakat dengan pengeluaran Rp3,1 juta-Rp4 juta menjadi kelompok yang mengalami penurunan IKK paling dalam pada bulan Oktober, yakni 5,7 poin. Kemudian, diikuti kelompok pengeluaran Rp4,1 juta-Rp5 juta yang mengalami penurunan 1,9 poin. Kelompok pengeluaran Rp2,1 juta- Rp3 juta juga turun 1,2 poin.

"Apabila dilihat berdasarkan jumlah pengeluaran, kelompok kelas menengah menjadi kelompok yang paling merosot keyakinannya," papar Tira.

Rendahnya konsumsi dan daya beli itu disebabkan oleh fenomena menurunnya jumlah kelas menengah yang menjadi penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia.

"Kelas menengah berperan dalam mendorong konsumsi domestik yang lebih tinggi karena mereka memiliki kecenderungan konsumsi yang lebih tinggi dari kelas atas dan memiliki pendapatan yang lebih besar dari kelas bawah," tutur Tira.

Dia menilai, kejatuhan pengeluaran kelas menengah berpotensi menyeret jatuhnya perekonomian. Selain itu, adanya ketidakpastian ekonomi dan kebijakan dari pemerintah, membuat pelaku ekonomi, baik individu atau bisnis, mengambil sikap wait and see.

"Para pelaku usaha dan masyarakat menahan diri untuk berinvestasi dan melakukan pengeluaran konsumsi yang besar sampai ada kejelasan mengenai kebijakan pemerintah," kata Tira.

Dalam situasi ketidakpastian, masyarakat enggan untuk melakukan risk taking yang akhirnya memperlambat pertumbuhan ekonomi. Situasi ini juga membuat pelaku ekonomi menunda keputusan karena fenomena loss aversion (menghindari kerugian).

"Pada fenomena kebijakan penaikan PPN 12%, masyarakat telah mengambil ancang-ancang menahan konsumsi dan bersiap diri menghadapi penaikan PPN ini," beber Tira.

Walaupun pada akhirnya kebijakan itu dibatalkan. Sikap pemerintah yang berubah-ubah dalam mengambil keputusan sangat berdampak terhadap dinamika perekonomian. "Dalam kondisi ini, pemerintah diharapkan memberikan sinyal-sinyal positif dan kepastian mengenai kebijakan yang akan diberlakukan untuk membangkitkan kembali perekonomian Indonesia yang sedang lesu," pungkas Tira. (Mir/E-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Mirza
Berita Lainnya