Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
BADAN Keuangan dan Perpajakan PP GP Ansor menyuarakan agar pemerintah menunda kebijakan untuk menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN)
menjadi 12% per Januari 2025.
Ketua Badan Keuangan dan Perpajakan PP GP Ansor Muhammad Arif Rohman menyatakan, kenaikan PPN akan meningkatkan biaya operasional bagi perusahaan selaku produsen, terutama usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Selain itu, perekonomian dinilai belum membaik.
Selain itu, kebijakan tersebut diyakini akan berdampak terhadap kenaikan harga sehingga memengaruhi daya beli masyarakat. Ia juga mengatakan bahwa kenaikan tarif PPN perlu ditunda mengingat beberapa indikator menunjukkan kondisi perekonomian sedang tidak baik-baik saja.
Indikator tersebut, kata dia, yakni deflasi terjadi dalam empat bulan terakhir, gelombang pemutusan hak kerja (PHK) semakin meluas, kondisi sektor manufaktur yang dinilai terpuruk, nilai tukar rupiah yang melemah, inflasi pangan yang relatif tinggi, hingga persentase kelas menengah yang semakin menyusut.
Meskipun demikian, Arif mengatakan pihaknya memahami bahwa pemerintah harus meningkatkan penerimaan negara untuk membiayai pembangunan. Tetapi menurutnya menaikkan tarif PPN bukan solusi yang tepat di tengah kondisi ekonomi yang dinilai masih rentan seperti saat ini.
" Kami mendesak Pemerintah untuk menunda kebijakan ini sampai perekonomian relatif stabil, dan mencari alternatif lain yang lebih ramah terhadap dunia usaha dan masyarakat. Misalkan, dengan memberlakukan pajak karbon yang seharusnya sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) mulai berlaku April 2022, serta memajaki produk turunan nikel yang sudah diwacanakan sejak beberapa tahun terakhir," ujar Arif.
Ia juga mengatakan bahwa penundaan perlu dilakukan dengan mempertimbangkan transisi Pemerintahan dari Presiden Joko Widodo ke Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Rencana kenaikan tarif PPN 12 persen tertuang dalam UU HPP. Pada Pasal 7 ayat (1) UU HPP, disebutkan bahwa tarif PPN yang sebelumnya sebesar 10 persen diubah menjadi 11 persen yang sudah berlaku pada 1 April 2022 lalu, dan akan dinaikkan lagi menjadi 12 persen paling lambat pada 1 Januari 2025. (Ant/H-3)
Artinya, untuk barang jasa selain tergolong barang mewah tidak ada kenaikan PPN.
Bagi seluruh pengusaha yang sudah terlanjur menerapkan tarif PPN 12%, dapat mengembalikan kelebihan pajak sebesar 1% kepada pembeli.
Kementerian Keuangan secara resmi merilis Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 131 Tahun 2024 yang mengatur ketentuan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12%.
Keputusan itu juga memberikan ruang bagi dunia usaha untuk terus mendorong aktivitas ekonomi tanpa harus khawatir akan dampak signifikan dari kenaikan tarif PPN yang lebih luas
Keputusan pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% untuk barang dan jasa mewah mendapatkan apresiasi dari berbagai pihak.
PKS mengapresiasi kebijakan pemerintah menaikkan PPN menjadi 12% hanya untuk barang mewah. Langkah ini dinilai bijak dalam menjaga daya beli masyarakat menengah ke bawah
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved