Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Pengamat: RAPBN 2025 Terlalu Ambisius

Naufal Zuhdi
17/8/2024 08:54
Pengamat: RAPBN 2025 Terlalu Ambisius
Presiden Joko Widodo menendang bola saat meninjau lapangan pusat pelatihan nasional PSSI di IKN.(Antara)

Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani menilai RAPBN 2025 yang disampaikan Presiden Joko Widodo terlalu ambisius.

Dari sisi pendapatan, Ajib menyoroti target penerimaan pajak yang mencapai Rp2.490,9 triliun. Hal itu menurutnya cukup menantang karena justru bisa membuat perekonomian terpuruk.

"Pertama, isu menaikkan tax ratio yang cukup agresif. Ini kontraproduktif dengan kegiatan perekenomian. Kedua, penaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% seperti yang tertuang dalam Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Ini akan menekan daya beli masyakat," ujar Adib.

Baca juga : Kontribusi Makan Bergizi Gratis terhadap Pertumbuhan Ekonomi cuma 0,10 Persen

"Dan ketiga adalah wacana ekstensifikasi cukai, terutama untuk komoditas plastik dan Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) yang akan menambah beban dunia usaha, baik sektor korporasi dan juga UMKM," sambung dia.

Selanjutnya, di sektor Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Ajib menyebut pemerintah seharusnya lebih fokus dengan penataan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sehingga bisa lebih mendorong efisiensi dan lebih menjalankan good corporate governance (GCG) sehingga kontribusi deviden ke negara lebih maksimal.

Dari sisi belanja negara, ia melihat kondisi utang pemerintah adalah salah satu faktor yang membuat itu menjadi bengkak. 

"Utang negara selama tiga tahun pandemi jadi lebih dari Rp2.100 triliun. Jatuh tempo pembayaran bertahap pada tahun depan akan menggerus APBN sebesar Rp800,33 triliun.

"Termasuk program populis dari pemerintahan Prabowo-Gibran berupa makan bergizi gratis, membutuhkan alokasi yang cukup signifikan dalam pos pengeluaran ini. Kondisi inilah yang membuat belanja negara meningkat pesat," tandasnya.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Andhika
Berita Lainnya