Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Suku Bunga The Fed Dipangkas, Dolar AS Melemah, IHSG Menguat

Fetry Wuryasti
25/6/2024 14:02
Suku Bunga The Fed Dipangkas, Dolar AS Melemah, IHSG Menguat
Ilustrasi.(AFP)

THE Federal Reserve (Fed) mengeluarkan revisi proyeksi terbaru. Menurut proyeksi terbaru ini, The Fed mengakomodasi penurunan suku bunga sekali dan mengakui bahwa inflasi menjadi sticky.

Informasi ini telah diperhitungkan di pasar, sehingga imbal hasil Treasury AS tenor 10 tahun mencapai 4,26% pada 20 Juni 2024. Sebaliknya, imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia bertenor 10 tahun meningkat dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terdepresiasi menjadi 16.430.

"Hal ini disebabkan ada persepsi ketidakpastian terhadap kebijakan pemerintah," kata Head of Fixed Income Research Sinarmas Sekuritas Aryo Perbongso melalui keterangan yang diterima, Selasa (25/6/2024). Kondisi pasar pendapatan tetap Indonesia saat ini menunjukkan perkiraan peningkatan pasokan obligasi pemerintah meski terjadi penurunan permintaan.

Baca juga : Terus Melemah, Rupiah Diperkirakan Bisa Tembus Rp17.000 per Dolar AS

Sementara itu, kondisi SRBI cukup baik, karena memberi imbal hasil bersih yang lebih tinggi dibandingkan obligasi pemerintah dengan jangka waktu yang sama dan sudah mencapai Rp780 triliun. "Untuk obligasi korporasi, pasokannya masih terbatas meski menawarkan imbal hasil yang relatif tinggi," kata Aryo.

Deputy Head of Research Sinarmas Sekuritas Inav Haria Chandra menambahkan, meski di tengah ketidakpastian, kinerja indeks saham gabungan (IHSG) diprediksi masih memiliki ruang untuk kembali menguat pada kuartal III 2024.

Ekspektasi pasar akan pemangkasan suku bunga oleh The Fed diprediksi mendorong pelemahan dolar AS, sehingga berpotensi mendorong arus likuiditas kembali ke emerging market. Sektor tambang, terutama logam dasar, dapat menjadi pilihan saat ini. 

Baca juga : Rupiah Melemah Jelang Keputusan Suku Bunga The Fed

Penurunan suku bunga global akan mendorong ekspektasi pemulihan pertumbuhan ekonomi, sehingga berdampak positif terhadap harga logam dasar. "Penguatan harga juga akan didukung oleh kebijakan stimulus pada sektor properti yang sedang gencar dilakukan oleh pemerintah Tiongkok," kata Inav.

Di sisi lain, harga minyak diprediksi mengalami kenaikan akibat pengaruh dari ketegangan konflik Timur Tengah. Analisis Andrew Fischer dari Deu Calion Futures (DCFX) menekankan bahwa tren harga minyak menunjukkan kecenderungan naik yang konsisten tanpa tanda-tanda perubahan yang signifikan.

"Beberapa faktor utama yang memengaruhi kenaikan harga ini ialah ketegangan geopolitik di Timur Tengah serta kekhawatiran atas stagnasi ekonomi Tiongkok dan tingkat pengangguran yang tinggi," kata Andrew. Ketegangan yang meningkat di Timur Tengah, khususnya antara Israel dan Palestina, menjadi faktor utama yang memengaruhi harga minyak global.

Baca juga : Rupiah Melemah 8 Poin terhadap Dolar AS

Ketegangan itu meningkatkan kekhawatiran terganggunya suplai minyak dari kawasan yang kaya sumber daya alam tersebut. Fischer mengatakan situasi ini perlu diperhatikan dengan seksama karena dapat terus mendorong harga minyak naik dalam jangka pendek.

Selain ketegangan di Timur Tengah, kondisi ekonomi Tiongkok juga menjadi faktor yang signifikan dalam analisis harga minyak. Meski harga minyak menunjukkan sedikit perubahan pada Selasa (25/6), pasar terus menilai keseimbangan antara ketegangan suplai dan pemulihan ekonomi di Tiongkok.

"Kontrak berjangka Brent untuk pengiriman Agustus naik sedikit sebesar 7 sen menjadi US$86,06 per barel, sedangkan kontrak untuk September naik 8 sen menjadi US$85,23. Minyak mentah berjangka AS juga naik 11 sen menjadi US$81,74 per barel," kata Andrew.

Namun, kekhawatiran atas rebound ekonomi Tiongkok yang cenderung stagnan masih membayangi pasar minyak. Para peritel di Tiongkok menghadapi tantangan setelah acara belanja online pertengahan tahun yang mengecewakan.

Belanja konsumen di Tiongkok, yang merupakan importir minyak terbesar di dunia, telah melemah karena kekhawatiran tentang kondisi keuangan pribadi, penurunan pasar perumahan, pertumbuhan upah yang stagnan, dan pengangguran kaum muda yang tinggi. "Faktor-faktor ini membahayakan target Tiongkok untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sekitar 5% tahun ini," kata Andrew. (Z-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya