Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Target Ekonomi Tumbuh 7%, Ini yang Harus Dilakukan Gama

Media Indonesia
19/12/2023 22:00
Target Ekonomi Tumbuh 7%, Ini yang Harus Dilakukan Gama
Ilustrasi: Petugas mengawasi kapal logistik yang memuat peti kemas saat tiba di Pelabuhan Tahuna, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara(MI/USMAN ISKANDAR )

DIREKTUR CELIOS (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira membeberkan sejumlah hal yang mesti dilakukan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 7%. Salah satunya dengan mengoptimalkan berbagai sektor pendorong ekonomi

"Pertumbuhan penting tapi pemerataan sama pentingnya," ungkap Bhima.

Dia menjelaskan, ada banyak sumber pertumbuhan ekonomi yang dapat digarap untuk mengerek pertumbuhan yang berkelanjutan dan jangka panjang. Sebut saja pengoptimalan ekonomi hijau, ekonomi biru, dan ekonomi digital. 

Baca juga: Penambahan Utang Perlu Diwaspadai

"Pertumbuhan bisa didorong dari motor ekonomi hijau dan ekonomi biru serta ekonomi digital," jelas dia.

Pertumbuhan ekonomi tidak bisa hanya disandarkan sepenuhnya pada eksploitasi sumber daya alam (SDA). Sebab, eksploitasi SDA yang berlebihan malah dapat berdampak pada terganggunya sektor ekonomi yang lain. 

Baca juga: Wujudkan Cita-Cita Bangsa dengan Kemandirian Ekonomi

"Jangan hanya eksploitasi SDA dengan hilirisasi yang merusak sendi ekonomi hijau dan biru untuk kejar pertumbuhan tinggi jangka pendek," tegas Bhima. 

Di sisi lain, pemerintah juga harus mulai meluncurkan strategi guna mengoptimalkan bonus demografi. Hal tersebut dapat ditempuh dengan penyediaan lapangan pekerjaan dan kepastian upah laik bagi pekerja. 

"Pemanfaatan bonus demografi juga mendesak dengan pembukaan lapangan kerja yang berkualitas dengan upah lebih baik," jelas dia. 

"Selama formulasi upahnya masih pakai UU Cipta Kerja maka sulit mendorong daya beli masyarakat yang lebih tinggi. Sementara konsumsi rumah tangga porsinya cukup besar ke PDB," imbuh dia. 

Bhima pun menyebutkan harmonisasi kebijakan sebagai tantangan dalam upaya menggeber pertumbuhan ekonomi. Tanpa adanya harmonisasi, kebijakan pemerintah akan terlihat saling bertolak belakang. 

"Tantangannya adalah tidak adanya harmonisasi arah pembangunan ekonomi kedepan. PLTU batubara misalnya dibangun masif untuk hilirisasi industri. Sementara investasi ekonomi hijau juga mau masuk. Jadi saling bertabrakan, kontradiktif," ungkap dia. 

Karena itu, pemerintah tidak boleh hanya sekedar mencanangkan program. Lebih dari itu, pemerintah harus memiliki komitmen untuk menjalankan program yang sudah diterapkan. Ketidakjelasan sikap pemerintah tentu akan membingungkan investor, dunia usaha, dan publik. 

"Jangan sampai komitmen pembangunannya membingungkan investor, pengusaha dan masyarakat," tandas dia. 

Sebelumnya, calon presiden (capres) 2024 Ganjar Pranowo menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia naik sebesar 7 persen pada tahun 2045. Menurut Ganjar, target tersebut bukan sesuatu yang mustahil atau ambisius. 

Ganjar meyakini, program tersebut sangat mungkin digapai. Dia bahkan menyebutkan sudah mengantongi peta jalan (road map) sebagai acuan untuk mencapai target tersebut. Menurutnya, apabila pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak mencapai 7 persen pada 2045, maka negara ini akan masuk dalam jebakan middle income trap. Jika itu terjadi maka bukan bonus demografi yang terjadi melainkan malapetaka demografi. (RO/Z-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya