Headline
DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.
DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.
Isu ketimpangan ekonomi di Indonesia harus segera ditangani secepat mungkin. Masalah ketimpangan juga perlu dilihat secara menyeluruh agar tidak menjadi ancaman serius di masa mendatang.
"Kalau bicara soal social protection, Indonesia memang dinilai cukup berhasil. Dalam dua dekade terakhir kita berhasil mengurangi kemiskinan, tetapi dalam long term trend dari inequality terus meningkat," ujar peneliti utama Smeru Institute Asep Suryahadi dalam peluncuran buku putih dari LPEM untuk Indonesia: Agenda Ekonomi dan Masyarakat 2024-2029, Jumat (27/10).
Benih-benih ketimpangan, lanjut dia, sedianya terlihat sejak awal 1990 dan terus terjadi hingga saat ini. Data-data penurunan ketimpangan hanya terjadi ketika ada kejadian dan peristiwa yang memukul perekonomian Indonesia.
Baca juga: Pemerintah akan Keluarkan Paket Kebijakan Jaga Pertumbuhan Ekonomi Tetap 5%
Itu terjadi karena perlindungan sosial diberikan secara masif, tidak hanya menyentuh golongan miskin semata. Alhasil, angka kemiskinan dan ketimpangan tampak beriringan melandai.
Namun setelah guncangan terhadap perekonomian usai, perlindungan sosial itu kembali hanya ditujukan bagi masyarakat miskin. Hal itu menurut Asep memunculkan kondisi nyata mengenai ketimpangan di Tanah Air.
Baca juga: Gobel: Ekonomi Desa Adalah Fondasi Ekonomi Nasional
"Jadi, setiap ada guncangan, ketimpangan akan turun, tapi memang secara jangka panjang meningkat dan memang secara struktural ketimpangan itu akan meningkat," kata Asep.
"Ini PR besar untuk social protection ke depan, jadi mungkin sekarang ini foksunya ada di kemiskinan, tapi ke depan harus bergeser ke ketimpangan," tambahnya.
Program-program perlindungan sosial yang bakal digulirkan pemerintah ke depan, imbuh Asep, juga harus berorientasi pada upaya penurunan ketimpangan. Untuk mengubah paradigma itu, diperlukan kajian dan evaluasi yang mendalam.
"Jadi tidak bisa lagi social protection itu hanya fokus pada orang miskin, tetapi seluruh masyarakat. Koalisi yang mendukung social protection ini perlu diperluas dari yang selama ini sudah ada," terangnya.
Di kesempatan yang sama, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Telisa Aulia Falianty menyebutkan, data gini koefisien yang menunjukkan ketimpangan di Indonesia hanya mengacu pada sisi pengeluaran individu atau rumah tangga. Padahal, banyak aspek yang dapat digunakan untuk mengukur ketimpangan.
"Kita tidak bisa menyadarkan isu ketimpangan ini hanya dengan gini koefisien dari pengeluaran. Kalau kita lihat dan membuat gini untuk tabungan, itu mungkin akan ada di 0,9, dan itu sangat timpang," jelasnya.
"Itu bisa dilihat dari data LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) yang menunjukkan pertumbuhan tabungan di atas Rp2 miliar dibandingkan dengan yang di bawahnya. Jadi di sektor keuangan sendiri ini sangat timpang," lanjut Telisa.
Karenanya, menurut dia, diperlukan koefisien gini lain selain sisi pengeluaran untuk mengukur tingkat ketimpangan di Indonesia. Itu agar data mengenai ketimpangan nasional dapat diterjemahkan dengan baik oleh pemerintah, sehingga kebijakan yang dibuat dapat berjalan dengan efektif. (Z-11)
Video bocah Gowa pungut snack pejabat usai HUT ke-80 RI viral. Fakta di baliknya ungkap ironi kemiskinan, dana publik terbuang, hingga reaksi Kapolres.
Penyaluran bantuan sosial (bansos) yang mengacu pada Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) akan lebih baik.
Lembaga Riset dan Data Analisis Sigmaphi 118,73 juta orang atau 42,9% penduduk Indonesia pada tahun 2023 hidup dalam kondisi tidak layak.
Di balik keindahan alamnya yang memukau dan semangat masyarakatnya yang tak kenal lelah, Gorontalo masih bergulat dengan dua "luka" kronis: kemiskinan dan kesenjangan
SEKTOR usaha ultramikro, mikro, kecil dan menengah (UMKM) membutuhkan ekosistem yang sehat agar bisa naik kelas dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Kenaikan angka kemiskinan di Ibu Kota Jakarta pada Maret 2025 dipicu oleh berbagai faktor, termasuk peningkatan garis kemiskinan dan ketidakstabilan harga kebutuhan pokok.
Kemampuan yang dimiliki itu dapat diasah sehingga mampu berpartisipasi dalam upaya peningkatan ekonomi di daerah, bahkan nasional.
Perekonomian NTB menjadi bergairah dengan adanya Fornas kali ini.
SEJUMLAH pasal yang mengatur berbagai aspek terkait tembakau pada PP Nomor 28 Tahun 2024 menuai kritik. Aturan ini dinilai berdampak negatif terhadap industri dan petani dalam negeri,
KOTA Batu tak hanya lekat dengan suguhan pemandangan alam, kabut, dan kesejukan udara, tetapi juga hamparan perbukitan dan perkebunan milik warga hadir memanjakan mata.
PEMERINTAH dinilai perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan Over Dimension Overloading (ODOL) serta mencari solusi yang komprehensif dan berkelanjutan,
EFEKTIVITAS Bantuan Subsidi Upah (BSU) sebagai instrumen peningkatan daya beli masyarakat kembali dipertanyakan. Sebab program tersebut tidak memberikan kontribusi signifikan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved