Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
OTORITAS Jasa Keuangan (OJK) didorong untuk berani dan tegas mengatur batas tingkat bunga yang diterapkan perusahaan Peer to Peer Lending (P2P) atau pinjaman daring (online/pinjol). Hal itu ditujukan agar otoritas mampu menjalankan fungsinya untuk melindungi konsumen di sektor jasa keuangan.
"Sebaiknya OJK berani mengubah ketentuan dalam revisi POJK terkait dengan Fintech atau membuat POJK baru yang berisi ketentuan batas maksimum bunga Fintech yang tidak boleh lebih tinggi dari fasilitas pinjaman KTA bank yakni berkisar 10%-25% per tahun," ujar Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira melalui keterangan resmi, Minggu (8/10).
"Sementara bunga pinjaman produktif sebaiknya tidak melebihi 9% per tahun. Selain itu, kami juga meminta OJK agar menetapkan sanksi apabila perusahaan Fintech melanggar ketentuan batas bunga atas," sambungnya.
Bhima mengatakan, aturan yang ada mengenai pinjol saat ini masih terlalu lunak. Sebab pengaturan di industri pinjol tidak detail terkait dengan batas bunga pinjaman, dan biaya layanan.
Dia menduga ada yang berlindung di balik inovasi keuangan digital. Itu seolah menunjukkan perlindungan konsumen kerap dinomorduakan.
"Akibatnya pemain pinjol menetapkan bunga dan biaya layanan tergantung kesepakatan, tidak diatur secara eksplisit dalam POJK," tutur Bhima.
Persoalan selain batas bunga maksimal pinjol ialah transparansi bunga di saat literasi keuangan pengguna pinjol masih cukup rendah. Bhima mengatakan, pengaturan transparansi bunga pinjaman pinjol juga penting agar menambah edukasi calon peminjam (borrower).
"Jangan ada iklan pinjol, terutama di media sosial, atau kontrak yang disepakati antara pinjol dengan peminjam menyebut bunga harian, karena 0,4% per hari kesannya kecil, tapi kalau diakumulasi per tahun setara 144% itu mahal sekali. OJK sebaiknya mewajibkan pinjol mencantumkan bunga per annum atau per tahun meski tenor pinjol lebih pendek dibanding lembaga keuangan lain," pinta Bhima.
Permasalahan pinjol semakin pelik setelah Komite Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melakukan penelitian terhadap dugaan penetapan bunga 0,8% per hari yang dilakukan pinjol. Kesepakatan bunga 0,4% yang berlaku saat ini meski turun dari 0,8% per hari masih dinilai tidak menyelesaikan masalah.
Sebelumnya pinjol dinilai telah melenceng jauh dari tujuan awal menyediakan layanan untuk pembiayaan kompetitif bagi pelaku usaha khususnya segmen UMKM, dan mendorong inklusi keuangan.
Beberapa kasus seperti indikasi tingginya bunga pinjaman, biaya layanan yang terlalu memberatkan peminjam, hingga proses penagihan yang dinilai tidak sesuai etika terjadi akibat ruang kosong pengaturan OJK.
Direktur Ekonomi Digital dan Ekonom CELIOS, Nailul Huda mengatakan, tidak ada informasi yang transparan mengenai biaya bunga, layanan, asuransi dan denda. Informasi mengenai bunga hanya ditampilkan 0,4% tanpa keterangan yang lebih jelas apakah per hari, per minggu, atau per tahun.
Atas informasi bunga yang parsial tersebut, survei dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan faktor utama peminjaman di pinjol adalah bunga yang murah.
"Padahal, jika kita bandingkan dengan bunga lembaga keuangan lainnya, bunga pinjol per tahun sangat tinggi. Dengan bunga 0,4%, bunga pinjol per tahun bisa mencapai 144%, atau 1,4 kali dari pokok pinjaman," kata Nailul.
Informasi lain seperti biaya layanan, asuransi, dan denda juga tidak disebutkan untuk persentase maupun nilainya. Bahkan, ada platform pinjol yang menetapkan biaya layanan dan asuransi hampir 100% dari pinjaman pokok.
"Jika benar ada asuransi pinjaman yang tinggi, platform tidak perlu menagih terlalu berlebihan kepada peminjam karena pokok pinjaman harusnya diganti oleh perusahaan asuransi. Tapi pada kenyataannya, cara penagihan pinjol sering melewati batas wajar," pungkas Nailul. (Z-1)
Kajian Core Indonesia menunjukkan, pemanfaatan fintech peer-to-peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol) didominasi untuk keperluan usaha.
OJK mencatat adanya peningkatan dalam penyaluran pinjaman melalui layanan fintech peer-to-peer lending (P2P lending) atau pinjaman online (pinjol), serta skema pembiayaan buy now pay later
WAKIL Bupati Dharmasraya, Leli Arni, mengungkapkan fakta mengejutkan terkait maraknya praktik rentenir berkedok koperasi simpan pinjam di wilayahnya.
OJK Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Eko Yunianto menyebut pinjaman fintech peer to peer (P2P) lending (pinjaman online) pada Februari 2025 tercatat sebesar Rp1,148 triliun tumbuh 20,97%
RupiahCepat telah melakukan investigasi dan evaluasi menyeluruh sebagai bagian dari upaya perbaikan ke depan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan penetapan batas maksimum bunga di platform pinjaman online (pinjol) untuk melindungi masyarakat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved