Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Pengalaman Naik Kereta Cepat: Kursinya Keras, Untung Lajunya Ngegas

Andhika Prasetyo
14/9/2023 06:17
Pengalaman Naik Kereta Cepat: Kursinya Keras, Untung Lajunya Ngegas
Presiden Jokowi berfoto besama para wartawan.(BPMI Setpres)

Presiden Joko Widodo, untuk pertama kalinya, menjajal Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB), Rabu (13/9). Dalam kegiatan tersebut, sejumlah wartawan turut diajak untuk bisa merasakan langsung sensasi menumpangi kereta terbanter se-Asia Tenggara itu.

Perjalanan uji coba dimulai dari Stasiun Halim, Jakarta. Cukup sulit menemukan stasiun tersebut. Karena masih baru, petunjuk arah menuju tempat pemberhentian itu belum muncul di peta. Alhasil, sejumlah wartawan, bahkan polisi bingung mencari lokasinya.

"Ini saya mau apel juga tidak tahu masuk dari mana," ucap seorang anggota polisi di sekitar Stasiun Halim.

Baca juga: PT KAI Siapkan Angkutan Feeder, Dukung Kereta Cepat Jakarta Bandung

Akhirnya, setelah bertanya pada penduduk setempat, pintu masuk ditemukan. PT Kereta Cepat Indonesia China membuka jalan baru untuk akses masuk dan keluar. Titiknya di sebelah Stasiun Pengisian Bahan bakar TNI Kementerian Pertahanan Cawang.

Meski waktu pengoperasian tinggal sebulan lagi,  Stasiun Halim masih belum sepenuhnya rampung. Masih ada pengerjaan yang dilakukan, terutama di sisi luar. 

Untuk bagian dalam, sudah rapi. Sebagian besar fasilitas seperti eskalator, dan toilet, juga sudah berfungsi penuh. Papan informasi juga lengkap. Musola dan ruang menyusui pun ada.

Baca juga: KCIC Usul Tarif Paket Kereta Cepat-LRT-Feeder Rp300 Ribu

Lalu, bagaimana dengan keretanya? Tampilan luarnya mewah. Warna merah, silver dan hitam di badan kereta meninggalkan kesan yang gagah.

Dari segi kapasitas, satu rangkaian KCJB terdiri dari delapan gerbong yang bisa menampung 600 hingga penumpang.

Di bagian dalam, untuk kategori premium ekonomi, bisa dibilang sudah cukup oke. Gerbong kantin, ada. Tempat mengisi daya, ada. Hanya saja kursinya kurang empuk. Untungnya, perjalanannya sangat cepat, jadi penumpang tidak akan sampai pegal-pegal.

Sangat cepat, memang. Dari Stasiun Halim menuju Stasiun Padalarang, Bandung Barat, Jawa Barat, hanya butuh 28 menit. Jika menumpangi mobil, dalam kondisi tidak macet, waktu tempuh bisa dua jam.

Tidak hanya cepat, KCJB juga nyaman. Meski melaju dengan kecepatan 350 kilometer per jam, penumpang tidak merasa ada guncangan. Berjalan di lorong gerbong pun aman.

Presiden Joko Widodo bahkan berjalan-jalan dari gerbong satu ke gerbong lain untuk menyapa para penumpang.

"Saya memang baru pertama kali tadi mencoba. Nyaman. Dengan kecepatan 350 kilometer per jam, tidak terasa sama sekali, baik saat duduk atau berjalan," ujar Jokowi di Stasiun Padalarang, Jawa Barat, Rabu (13/9).

Penumpang yang hendak ke kota Bandung memang direkomendasikan berhenti di Padalarang karena KCJB tidak berhenti di Stasiun Bandung. 

Dari Padalarang, penumpang bisa melanjutkan perjalanan menggunakan kereta api (KA) feeder atau pengumpan menuju Stasiun Bandung.

Hal itu pun dicoba Jokowi. Turun di Padalarang, ia berpindah ke KA pengumpan. Di sini, proses perpindahannya tidak merepotkan. Penumpang hanya perlu menyeberang dari peron KCJB ke peron KA feeder. Eskalator untuk menyeberang sudah disediakan dan berfungsi penuh.

Perjalanan dari Stasiun Padalarang ke Stasiun Bandung pun hanya butuh sekitar 20 menit. Dengan begitu, secara akumulasi, waktu tempuh dari Stasiun Halim ke Stasiun Bandung hanya 50 menit. 
Itu sangat jauh lebih cepat dibandingkan kereta Argo Parahyangan yang rata-rata butuh waktu 2 jam 45 menit.

Moda transportasi baru tersebut tentu bisa menjadi alternatif bagi warga yang mencari kecepatan. Presiden berharap KCJB bisa menarik perhatian publik sehingga pengguna kendaraan pribadi dari Jakarta ke Bandung maupun sebaliknya bisa berkurang sehingga tingkat kemacetan dan polusi udara bisa ditekan.

Jokowi mengatakan, selama ini, kemacetan dan polusi memiliki andil besar dalam peningkatan kerugian daerah. Berdasarkan kalkulasi yang dilakukan pemerintah, Jabodetabek dan Bandung menderita kerugian hingga Rp100 triliun per tahun karena dua masalah pelik tersebut.

"Saya kira arahnya ke situ karena setiap tahun, karena macet dan polusi, di Jabodetabek dan Bandung kehilangan sudah lebih dari Rp100 triliun," tuturnya.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Andhika
Berita Lainnya