Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
KAMAR Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai pernyataan mengenai penurunan minat investasi asing terhadap Indonesia perlu dikaji lebih jauh. Itu perlu dilakukan dengan parameter yang jelas dan objektif.
"Akan lebih bijak kalau pendapat ini kita teliti lebih jauh dengan parameter-parameter objektif dan difollow up juga dengan langkah-langkah yang proaktif dan efektif untuk meningkatkan daya saing iklim usaha atau investasi kita. Ini harusnya dimanfaatkan menjadi kritik yang membangun," ujar Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Kadin Indonesia Shinta Widjaja Kamdani kepada Media Indonesia, Kamis (8/6).
Baca juga : Daya Saing yang Tertinggal hingga Ketidakpastian Kebijakan Membuat Jepang Enggan Investasi
Bagi Kadin, lanjut dia, yang penting ialah bagaimana minat investasi asing terhadap Indonesia dengan negara-negara peers group, atau calon kompetitor potensial seperti ASEAN-5 maupun BRICS (Brazil, Rusia, India, Tiongkok dan Afrika Selatan).
Baca juga : Faisal Basri Ungkap Investasi di RI Tak Lagi Menarik di Mata Jepang
"Ini harus ada parameter pembanding yang jelas juga agar kita tahu dalam aspek apa iklim usaha atau investasi kita kalah saing, sehingga kita juga bisa menciptakan follow up actions untuk mengatasi kekurangan atau kekalahan daya saing tersebut," jelas Shinta.
Namun dia juga tak memungkiri banyak sumber secara kuantitatif maupun kualitatif yang menyatakan daya saing iklim usaha atau investasi Indonesia masih kurang baik. Bahkan bila itu dibandingkan dengan peers group seperti yang dikeluarkan EODB World Bank, World Competitiveness Ranking, Index of Economic Complexity, hingga survei atau laporan tertentu seperti yang dibuat oleh institusi perbankan atau lembaga konsultan tertentu yang dapat menjadi rujukan.
Pernyataan Shinta itu berkaitan dengan pemberitaan sebelumnya bahwa ekonom senior Faisal Basri mengatakan bahwa minat investasi dari negara-negara lain kini berkurang, apalagi dari Jepang. ‘Negeri Sakura’ dinilai terus melirik pasar Vietnam.
"Jepang sekarang full ke Vietnam di Asia. Saat ini tidak begitu tertarik lagi dengan Indonesia. Industri yang berkembang di Indonesia kan cuma dua, yaitu makanan dan minuman chemical," imbuh Faisal.
Ditambahkannya, pertumbuhan investasi di era Jokowi juga termasuk paling lambat. "Pertumbuhan investasi dari tahun ke tahun itu tidak pernah berpuluh-puluh persen, cuma di zaman Orde Baru," ujarnya. (Z-8)
PENELITI dari Indikator Politik Indonesia, Bawono Kumoro, menegaskan bahwa keberadaan premanisme dan ormas meresahkan sangat berpotensi mengganggu iklim investasi di Indonesia.
Pemerintah Kabupaten Lamongan menyatakan kesiapannya dalam hal infrastruktur investasi. Iklim investasi yang baik akan memberikan dampak pertumbuhan ekonomi yang sustainable.
GRUP perusahaan Korsel yang tergabung dalam Federasi Industri Korea (FKI) menyampaikan rencana mereka menambah nilai investasi US$1,7 miliar atau setara dengan Rp30 triliun
Perbaikan iklim investasi di Indonesia guna menarik dan mempertahankan kehadiran investor. LG Energy Solution (LGES) mundur dari Proyek Titan pengembangan baterai kendaraan listrik
Pakar ekonomi syariah yang juga Wakil Komisaris Utama PT Bank Syariah Indonesia Adiwarman Karim berpesan kepada investor untuk tidak hanya ikut-ikutan dalam berinvestasi atau berbisnis.
Realisasi investasi Qatar tersebut masih bergantung pada kesiapan Indonesia dalam menyiapkan proyek yang kredibel dan menarik secara komersial.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved