Berakhirnya Surplus Dagang Bukan Tanda Ekonomi Melemah

M Ilham Ramadhan Avisena
18/10/2022 19:30
Berakhirnya Surplus Dagang Bukan Tanda Ekonomi Melemah
Ilustrasi(Antara)

PENELITI Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hasran mengungkapkan, terancam berhentinya surplus neraca perdagangan yang diraih Indonesia selama sekitar 29 bulan berturut-turut bukan berarti perekonomian melemah.

"Meningkatnya nilai impor dapat mengindikasikan kalau kegiatan industri di dalam negeri meningkat dan mereka membutuhkan dukungan berupa kelancaran bahan baku. Tidak semua bahan baku yang dibutuhkan industri dapat disediakan oleh dalam negeri," ujar Hasran melalui keterangannya, Selasa (18/10).

Hasran melanjutkan, berkurangnya nilai impor merupakan salah satu dampak pandemi covid-19 karena industri mengurangi jumlah tenaga kerja dan produksinya. 

Berkurangnya jumlah tenaga kerja dan produksi berimplikasi pada mengurangi jumlah perdagangan, baik ekspor maupun impor.

Adanya surplus neraca perdagangan bukanlah ukuran performa ekonomi sedang berjalan dengan baik. Hal ini harus dilihat secara detil pada ekspor impor setiap komoditas.

Pemerintah, lanjut Hasran, perlu mengutamakan perdagangan terbuka sembari tidak melupakan kepentingan kelancaran rantai pasok dalam negeri yang dapat mendukung perekonomian di daerah.

Kerja sama perdagangan perlu diperluas, dengan menyasar negara-negara tujuan non-tradisional, seperti Pakistan, Palestina, Chile dan Mozambique.

Ketika perdagangan dengan negara-negara tradisional dilakukan dalam skema Free Trade Agreement, maka Indonesia juga perlu melakukan hal yang sama dengan negara-negara non-tradisional. Free Trade Agreement ini akan menghilangkan tarif dan mengurangi hambatan non-tarif yang selama ini membuat produk-produk Indonesia sulit bersaing di pasar non-tradisional.

Selain itu, perjanjian dagang juga dapat membuat akses bahan baku menjadi lebih murah dan lancar, sesuatu yang akan sangat membantu memberikan nilai tambah pada produk Indonesia.

Kinerja perdagangan Indonesia sangat bergantung pada kondisi global. Fluktuasi harga komoditas ekspor utama Indonesia sangat tergantung pada kondisi ini dan hal ini menyebabkan nilai ekspor Indonesia mengalami kenaikan walaupun secara volume mengalami stagnasi.

"Diperkirakan kenaikan ekspor ini akan berakhir ketika harga-harga komoditas ini kembali ke titik normal," kata Hasran.

Neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus sejak Februari 2020. Pada 2022, total nilai ekspor Indonesia antara Januari dan Juli sebesar US$219,35 miliar. Sedangkan nilai impornya mencapai US$178,96 miliar

Sektor non-migas mendominasi 94,46% total ekspor selama Januari-September 2022. Sedangkan sektor migas hanya 5,54%. Jika dilihat dari strukturnya, sektor non-migas juga dapat dibagi menjadi tiga, yaitu Industri pengolahan (manufaktur), pertanian dan pertambangan.

Industri pengolahan (manufaktur) adalah sektor non-migas terbesar dengan sumbangsih ekspor diatas 70%. Industri pengolahan (manufaktur) juga merupakan sektor non-migas dengan kontribusi impor tertinggi. (OL-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus
Berita Lainnya