Kenaikan Harga Terigu, Pelaku Usaha Diminta Jangan Aji Mumpung

Yoseph Pencawan
31/7/2022 23:42
Kenaikan Harga Terigu, Pelaku Usaha Diminta Jangan Aji Mumpung
Pekerja menata adonan roti di Depok, Jawa Barat, Senin (11/7). Jumlah produksi menurun karena harga tepung terigu yang meningkat.(ANTARA/Asprilla Dwi Adha)

KOMISI Pengawas Persaingan Usaha Kantor Wilayah I meminta para pelaku usaha tidak memanfaatkan kenaikan harga tepung terigu untuk mengambil keuntungan dengan cara yang tidak sesuai dengan aturan antimonopoli.

Kepala KPPU Kanwil I Ridho Pamungkas mengatakan, harga tepung terigu di Medan, Sumatra Utara, mengalami kenaikan yang cukup signifikan dalam beberapa bulan terakhir.

"Harga tepung terigu saat ini sudah mengalami kenaikan sampai 15%," ujarnya, Minggu (31/7).

Mewaspadai kondisi seperti ini, Ridho meminta para pelaku usaha tidak memanfaatkan situasi untuk mengeruk keuntungan berlebih. Dikatakannya, ada berbagai cara yang dapat dilakukan pelaku usaha dalam situasi seperti ini.

Salah satunya ialah melakukan kartel untuk menahan harga tinggi. Hal itu dilakukan meski ketika harga gandum internasional sudah turun.

Secara struktur pasar, produk merek Bogasari saat ini mendominasi pasokan tepung terigu di Kota Medan. Adapun merek lain yang juga dipasarkan di Medan yakni dari Bungasari, Wilmar, Carestar, Agri First, Pundi Kencana, dan sebagainya.

"Pada umumnya para penjual memasarkan terigu dalam bentuk sak 25 kilogram atau per 1 kilogram," imbuhnya.


Baca juga: Wilmar Targetkan Kemitraan 1.000 hektare Lahan Padi di Luar Jawa


Potensi pelanggaran lainnya adalah melakukan praktik tying dan bundling. Tying merupakan upaya yang dilakukan pihak penjual yang mensyaratkan konsumen untuk membeli produk kedua.

Mereka mensyaratkan pembelian produk kedua saat konsumen membeli produk pertama. Paling tidak, konsumen sepakat untuk tidak membeli produk kedua di tempat lain.

Sedangkan praktik bundling adalah upaya penjualan beragam produk dalam satu paket secara bersama-sama. Dikatakan Ridho, terdapat tiga tipe tepung terigu yang dijual di pasaran, yakni yang berprotein tinggi, sedang dan rendah.

Menurut Ridho, sangat mungkin terjadi peralihan konsumen dari yang biasa menggunakan protein tinggi, beralih ke protein rendah. Misalnya, agar yang berprotein tinggi tetap laku, grosir disyaratkan distributor untuk tetap membeli tepung terigu protein tinggi jika mau membeli tepung yang protein rendah.

Kendati memang berdasarkan hasil survei perniagaan tepung terigu di Kota Medan, KPPU Kanwil I belum menemukan adanya praktik tying atau perilaku persaingan usaha tidak sehat yang lain.

"Setiap pihak diharapkan tidak melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, khususnya dalam kondisi masyarakat yang masih berhati-hati terhadap ancaman inflasi tinggi," pungkas Ridho. (OL-16)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya