PERTEMUAN kedua tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (Finance Ministers and Central Bank Governors Meetings/FMCBG) berlangsung dalam situasi berbeda. Sebab, konflik panas antara Rusia dan Ukraina masih berlangsung.
Dampak perang menahan pemulihan ekonomi global, khususnya melalui jalur suplai pangan dan energi. Hal ini berpengaruh pada koreksi proyeksi IMF terkait pertumbuhan global 2022 menjadi 3,6%. Diperlukan strategi guna memperkuat pemulihan ekonomi di tengah ketidakpastian tersebut melalui kebijakan dan optimalisasi peran G20.
Hal itu mengemuka pada dalam diskusi tingkat tinggi yang merupakan side event 2nd FMCBG yang diselenggarakan Bank Indonesia (BI) secara daring dan luring bertempat di Amerika Serikat dan Jakarta.
Baca juga: Menkeu: Stabilitas Sistem Keuangan RI dalam Kondisi Normal
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan dalam hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan (RDGB) 19 April 2022, pihaknya merevisi pertumbuhan ekonomi global menjadi 3,5%, dari sebelumnya sebesar 4,4%. Lalu, pertumbuhan ekonomi domestik menjadi 4,5-5,3%, dari sebelumnya sebesar 4,7-5,5%.
"Para anggota G20 menilai penting untuk mengetahui dampak perang, guna menghadapi implikasinya bagi ekonomi. Anggota G20 menyepakati mekanisme baru dalam pembiayaan oleh WHO dan World Bank bagi negara yang rentan. Sebagai opsi yang efektif dalam jalan keluar untuk pulih bersama," jelas Perry, Jumat (22/4).
IMF dapat berperan dalam pengelolaan arus modal, pembiayaan makro dan jaring pengaman keuangan global. Dalam diskusi, mengemuka paparan mengenai ketidakpastian global dengan meningkatnya inflasi di beberapa negara, krisis pengungsi, hingga pertumbuhan ekonomi yang melambat, termasuk Tiongkok.
Baca juga: Jokowi Larang Ekspor Bahan Baku Minyak Goreng
Senada dengan hal tersebut, Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menyampaikan bahwa di tengah ketidakpastian global, BI dan Kementerian Keuangan harus menyeimbangkan antara stabilitas harga dan mendukung pertumbuhan ekonomi.
"Dalam menghadapinya, BI mengoptimalkan bauran dari tiga kebijakan," papar Destry.
Pertama, kebijakan moneter yang mengedepankan stabilitas sekaligus mendukung pemulihan ekonomi. Kedua, kebijakan makroprudensial yang ditujukan untuk mendorong ekonomi hijau. Ketiga, kebijakan sistem pembayaran untuk mengakselerasi pembayaran digital.
Lebih lanjut, Destry menekankan bahwa Bank Sentral terus meningkatkan koordinasi dengan Kementerian Keuangan dalam reformasi struktural dan pengendalian inflasi.(OL-11)