Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Kemenperin Klaim Pabrik Makanan tidak Gunakan Minyak Goreng Sawit DMO

Insi Nantika Jelita
12/3/2022 13:49
Kemenperin Klaim Pabrik Makanan tidak Gunakan Minyak Goreng Sawit DMO
Ilustrasi(Dok. Foodex)

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menuturkan, dengan kebutuhan minyak goreng sawit (MGS) curah sebesar 1,62 juta ton untuk industri makanan pengguna bahan baku atau bahan penolong, kecil kemungkinan menggunakan minyak goreng curah domestic market obligation (DMO).

Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif menuturkan, pabrik makanan itu biasanya disuplai oleh pabrik MGS milik grupnya dengan harga pasar atau membeli dari pabrik MGS dengan mekanisme business to business (B2B).

“Kami meyakini industri makanan pengguna MGS tidak menggunakan MGS hasil DMO,” kata dia dalam keterangannya yang dikutip, Sabtu (12/3).

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, kebutuhan minyak goreng sawit nasional sepanjang 2021 sebesar 5,07 juta ton, terdiri dari kebutuhan curah industri sebesar 1,62 juta ton (32%), curah rumah tangga 2,12 juta ton (42%), kemasan sederhana 0,21 juta ton (4%), dan kemasan premium 1,11 juta ton (22%).

Untuk realisasi produksi MGS tahun lalu tercatat mencapai 20,22 juta ton digunakan untuk memenuhi dalam negeri sebesar 5,07 juta ton (25,07%) dan sisanya sebesar 15,55 juta ton (74,93%) untuk tujuan ekspor.

“Dengan angka produksi demikian, kemampuan pasok industri MGS jauh di atas kebutuhan dalam negeri dan menciptakan penerimaan devisa negara yang sangat besar,” jelas Febri.

Pihaknya juga menyebut, saat ini terdapat 168 jenis produk hilir CPO atau minyak kelapa sawit yang dinilai mampu diproduksi oleh industri di dalam dalam negeri untuk keperluan pangan, fitofarmaka atau nutrisi, bahan kimia atau oleokimia, hingga bahan bakar terbarukan/biodiesel fatty acid methyl ester/FAME.

Selain itu, Ketua Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi Lukman menyebut, masalah kekosongan pasar minyak goreng sawit merupakan akumulasi dari permasalahan persediaan atau stok MGS sejak Desember 2021.

Lalu, terjadinya rush buying atau panic buying pada pertengahan Januari 2022. Hal ini diperkirakan berkontribusi pada kelangkaan MGS di pasar, meskipun pada beberapa minggu terakhir dilakukan tambahan pasokan MGS ke masyarakat hasil perolehan DMO.

 “Industri makanan dan minuman juga terus berkomitmen untuk menggunakan minyak goreng sawit yang sesuai dengan peruntukannya,” ucapnya.

Lebih lanjut, Adhi menjelaskan, industri makanan yang membutuhkan MGS sebagai bahan baku atau bahan penolong, seperti industri mi instan, industri makanan ringan, dan industri ikan dalam kaleng, membeli MGS dengan mekanisme B2B dengan harga pasar.

Dia berujar, khusus untuk industri makanan skala UMKM d masih diperbolehkan membeli MGS dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) sesuai Pasal 4 ayat (2) Permendag No. 6 Tahun 2022 tentang Penetapan HET minyak goreng sawit. (OL-12)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Retno Hemawati
Berita Lainnya