Headline

Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.

Fokus

Sejumlah negara berhasil capai kesepakatan baru

APBN 2022 Dinilai Masih Bisa Miliki Ruang Fleksibilitas 

M. Ilham ramadhan Avisena
17/11/2021 19:04
APBN 2022 Dinilai Masih Bisa Miliki Ruang Fleksibilitas 
Ilustrasi APBN(Ilustrasi)

PENELITI dari Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menuturkan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih memiliki ruang fleksibilitas di 2022. Sebab hal itu dikehendaki oleh UU 2/2020 dan dukungan politik dari DPR yang memberikan keleluasaan kepada pemerintah dalam mengelola anggaran di masa krisis. 

"Saya kira ruang gerak APBN untuk lebih fleksibel di tahun depan seperti di tahun ini dan tahun lalu, masih memungkinkan untuk dilakukan," ujarnya kepada Media Indonesia, Rabu (17/11). 

Yusuf menambahkan, selain aturan dan dukungan politik, pemerintah juga mendapatkan dorongan dari penerimaan pajak yang diproyeksikan bakal naik. Hal itu tercermin dari asumsi makro dalam APBN 2022 yang menargetkan ekonomi Indonesia tumbuh 5%. 

Peningkatan penerimaan pajak juga dinilai relevan dengan situasi belakangan ini, karena aktivitas perekonomian kembali bergeliat dan mobilitas masyarakat berangsur pulih. Belum lagi, imbuh Yusuf, pemerintah telah memiliki Undang Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang dinilai akan mengerek penerimaan pajak. 

"Beberapa aturan dalam HPP seperti ketentuan kenaikan tarif PPN sudah mulai diberlakukan oleh pemerintah dan berpotensi mendorong penerimaan pajak dari pos PPN," ujarnya. 

"Kenaikan penerimaan pajak secara umum mendorong keleluasaan pemerintah dalam melakukan penyesuaian belanja," tambah Yusuf. 

Hal ketiga yang menjadi alasan tersedianya ruang fleksibilitas APBN 2022 ialah adanya SKB III antara Bank Indonesia dengan Menteri Keuangan. SKB tersebut membuat pemerintah bisa tetap mendorong beberapa pos belanja terkait penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi. 

Kelanjutan penanganan kesehatan, perlindungan sosial, masalah kemiskinan hingga persoalan pengangguran menurut Yusuf, masih bisa dihadapi dengan mengandalkan APBN. 

"Tentu dengan tetap menjalankan prinsip keberlanjutan fiskal dalam jangka menengah dan panjang. Burden sharing akan ikut serta dalam proses keberlanjutan fiskal dalam jangka menengah panjang," tuturnya. 

Baca juga : Pemerintah Dukung Penuh Industri Broker Properti

Fleksibilitas APBN itu, tambah Yusuf, memang membuka kemungkinan terjadinya defisit anggaran yang tetap tinggi. Namun hal itu menurutnya sepadan untuk mendukung transisi pemulihan ekonomi nasional yang lebih baik. 

"Hal lebih baik disini bisa diartikan tercapainya target pemerintah diluar pertumbuhan ekonomi, seperti target kemiskinan antar daerah, pengangguran, dan indikator well being lainnya. Langkah fleksibilitas ini juga perlu didorong dengan meningkatkan kapasitas belanja pemerintah baik itu di level pusat dan daerah terutama dalam mengeksekusi belanja," terang Yusuf. 

Dihubungi terpisah, Kepala Kajian Makroekonomi dan Ekonomi Politik LPEM FEB UI Jahen Fachrul Rezki menuturkan, belanja negara menjadi hal yang sangat penting dalam masa krisis maupun di masa transisi menuju pemulihan ekonomi. Hal itu sesuai dengan fungsi anggaran negara sebagai instrumen untuk menahan dan melawan pelemahan ekonomi. 

Dia bilang, kendati pemerintah berulang kali menyatakan melakukan konsolidasi fiskal, hal itu tak bisa dilakukan terburu-buru. 

"Jika pemerintah memang ingin melakukan konsolidasi, maka dibutuhkan kebijakan forward guidance dan sosialisasi timeline kebijakan yang akan diambil. Sehingga masyarakat dan juga pelaku ekonomi bisa melakukan antisipasi terhadap kebijakan tersebut. Karena kebijakan fiscal contractionary policy akan berdampak negatif terhadap output perekonomian," jelas Jahen. 

Menurutnya, APBN masih sangat diperlukan di 2022. Terlebih, kondisi pandemi covid-19 belum bisa dipastikan dan tidak dapat diprediksi perkembangannya. Karenanya, kebijakan fiskal yang mengarah pada penyangga perekonomian masih dibutuhkan. 

Sedangkan menyoal realisasi belanja pemerintah, imbuh Jahen, berbagai kegiatan program pembangunan yang memiliki dampak berganda dirasa perlu untuk digalakkan. Dengan begitu, diharapkan aktivitas ekonomi bisa berjalan dan masyarakat mendapatkan dampak positif pada kesejahteraannya. 

Adapun postur APBN 2022 yakni pendapatan negara mencapai Rp1.846,14 triliun yang terdiri dari pendapatan dalam negeri Rp1.510 triliun; penerimaan perpajakan internasional Rp41,08 triliun; Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp335,6 triliun; penerimaan hibah Rp579 miliar. 

Sedangkan belanja negara yang disahkan mencapai Rp2.714,16 triliun terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.944,54 triliun dan Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) Rp769,61 triliun. Dus, defisit anggaran pada 2022 mencapai Rp868,2 triliun, atau 4,85% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya