Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
RENCANA Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang akan membuat pelabelan uji lolos batas aman kemasan berpotensi meresahkan konsumen dan industri. Pasalnya, dengan penambahan label baru itu, bisa dipastikan akan menyebabkan harga produk pangan kemasan itu menjadi naik. Akibatnya, penjualan produk pangan kemasan itu menjadi turun yang akan membuat kontribusinya terhadap produk domestik bruto juga turun.
Anggota Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Hermawan Seftiono dan Pakar Kimia ITB Ahmad Zainal mengutarakan bahwa sebenarnya semua produk pangan yang sudah memiliki izin edar sudah diuji keamanannya. Artinya, baik produk maupun kemasan pangan yang digunakan itu sudah sesuai pedoman dan kriteria yang ditetapkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Perindustrian.
"Untuk keamanan pangan, itu sudah ada aturannya, yaitu wajib SNI (Standar Nasional Indonesia). Jadi, jika sudah memiliki SNI, produk pangan itu sudah sesuai dengan kriteria aman untuk digunakan oleh konsumen," ujar Hermawan Seftiono.
Dia mengatakan semua produk pangan itu sudah ada kriteria aman masing-masing, baik secara fisik, kimia, maupun mikrobiologi. Jadi, menurutnya, pengusaha pangan harus mengikuti standar keamanan pangan terlebih dulu sebelum produk mereka diedarkan. Begitu juga terkait kemasan yang digunakan, itu berbeda-beda kriteria keamanan atau batas toleransi aman. "Makanya, semua produk pangan itu perlu memiliki sertifikat SNI sehingga aman untuk dikonsumsi," tukas Hermawan yang juga merupakan Kepala Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Trilogi dan peneliti di bidang pangan.
Hermawan mengutarakan bahwa semua produk pangan yang sudah memiliki izin edar itu sebenarnya sudah memiliki label pada kemasannya. Label itu sudah menunjukkan semua informasi dari produk pangan tersebut, seperti komposisi produk pangan, nama produk, tempat produksi, dan tanggal kedaluwarsa. Apalagi, dia melihat penambahan label baru itu nantinya malah akan menambah biaya bagi industri untuk melakukan pengujian dari kemasan. "Pas awal mereka harus mengeluarkan biaya untuk menguji kemasan kemudian untuk periode tertentu misalnya setiap 6 bulan atau setahun, mereka juga harus mengujinya lagi untuk dikonfirmasi aman atau tidak. Itu kan biayanya tidak sedikit," katanya.
Selain itu, Hermawan menyampaikan bahwa tidak ada juga jaminan bahwa penambahan label baru nanti membuat para konsumen menjadi lebih nyaman terhadap produk pangan tersebut. "Bisa saja kata-kata yang dibuat pada label itu malah membuat konsumen menjadi takut menggunakan produk tersebut," ujarnya.
Ahmad Zainal meminta jika pun pelabelan itu harus dilakukan, BPOM harus memberlakukannya pada semua produk dan tidak terfokus hanya pada satu produk tertentu. "BPOM harus fair juga terkait pelabelan itu, karena makanan dan minuman kan tidak cuma galon. Ini ada aturan BPOM-nya yang menyebutkan bahwa jaminan keamanan pangan itu dilakukan pada semua produk pangan," tuturnya.
Senada dengan Hermawan, menurut Zainal, pelabelan itu secara scientific sebenarnya tidak perlu dilakukan karena sudah ada jaminan dari BPOM dan Kemenperin bahwa produk-produk pangan yang sudah memiliki izin edar, termasuk produk AMDK, sudah aman untuk digunakan. Produk-produk itu juga sudah berlabel SNI dan ada nomor HS-nya yang menandakan bahwa produk itu aman.
Kalau pelabelan itu diberlakukan, menurut Zainal, yang dirugikan justru para konsumen. Soalnya, pelabelan itu jelas akan menambah biaya. "Walaupun industri itu menambah biaya, tetapi ujungnya itu akan dibebankan lagi kepada para konsumen. Kalau dari sisi itu, pasti akan ada penolakan nanti dari pihak konsumen sendiri," tukasnya.
Seperti diketahui, wacana pelabelan itu muncul karena ada isu mengenai bahaya Bisfenol A (BPA) dalam galon guna ulang yang diembuskan oleh pihak-pihak tertentu. Pengusaha di bidang makanan yang juga Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) Franciscus Welirang mengatakan isu BPA galon guna ulang yang disebarkan pihak-pihak tertentu itu lebih mengarah kepada persaingan usaha. Karenanya, dia sangat menyayangkannya isu itu muncul sehingga bisa merusak iklim investasi di Indonesia.
"Ini semua masalah persaingan yang menjatuhkan perusahaan yang memproduksi galon guna ulang yang saat ini begitu banyak di Indonesia," ujar Franky, sapaan Franciscus. Seperti diketahui, Indofood melalui anak usahanya juga memproduksi air minum dalam kemasan (AMDK) galon guna ulang bermerek Club. "Saya kira galon guna ulang bukan hanya Club, tapi banyak lainnya. Bisa dibayangkan berapa banyak galon guna ulang yang ada di pasar saat ini, dan berapa besar cost ekonominya jika produk ini dihilangkan," ucap Franky.
Kalau pun berubah ke PET, menurutnya, yang kini hanya ada 2-3 merek yang menguasainya, itu tidak akan mampu untuk melayani kebutuhan AMDK secara nasional. "Apakah mereka mampu melayani kebutuhan AMDK nasional?" katanya.
Dia mengatakan BPOM juga seharusnya sudah mengerti akan hal itu. “Saya kira BPOM juga mengerti terhadap hal tersebut. Jadi, seharusnya tidak membuat kebijakan yang justru menjatuhkan industri yang memproduksi AMDk galon guna ulang ini," tukasnya.
Baca juga: Konsumen kembali Optimistis pada Oktober
Karena itu, dia mengajak semua pihak untuk bisa berpikir secara wajar dan logis dalam menangani pasar AMDK galon guna ulang ini. "Jangan bertindak secara emosional dan mematikan ekonomi karena rangkaiannya panjang dan banyak tenaga kerja yang terdampak," katanya. (OL-14)
Badan POM juga telah memperkenalkan label Pilihan Lebih Sehat sejak 2019. Sayangnya, label itu dinilai belum mampu secara langsung menunjukkan kadar GGL dalam produk makanan.
Membaca label gizi pada kemasan makanan dan minuman menjadi langkah penting untuk mengontrol asupan gula harian.
Mengonsumsi makanan dan minuman dengan kandungan gula tinggi dapat memicu obesitas serta meningkatkan risiko penyakit kronis seperti diabetes.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM) dan International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) melanjutkan penggarapan tahap pilot project implementasi e-labeling.
Kewajiban penerapan nutri-level juga akan dibuat sejalan antara pangan olahan yang ditetapkan oleh Badan POM dengan pangan olahan siap saji yang ditetapkan oleh Kemenkes.
Diabetes menjadi salah satu penyakit yang kian umum, terutama akibat konsumsi gula berlebih dari makanan Ultra Processed Food (UPF).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved