Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Dibutuhkan Integrasi Data Baik untuk Perbaiki Sistem Perpajakan 

Mediaindonesia.com
01/9/2021 20:55
Dibutuhkan Integrasi Data Baik untuk Perbaiki Sistem Perpajakan 
Sejumah wajib pajak melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak di Kantor Pajak, Jakarta. Besar d(ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/)

WARGA negara Indonesia saat ini memiliki banyak sekali identitas. Sedikitnya, paling tidak terdapat kemungkinan 32 identitas seorang warga negara, seperti NIK, nomor KK, nomor SIM, nomor paspor, nomor akta kelahiran, dan lain sebagainya.

Terlalu banyak nomor yang ada dalam seorang warga negara tersebut sedikit banyak cukup memberi kesulitan baik dari warga maupun bagi negara.

“Kesulitan bagi negara, khususnya bagi aparat pajak, dengan banyaknya nomor identitas yang tersebar tersebut adalah sulit untuk mengidentifikasi kebenaran SPT (surat pemberitahuan) pajak tahunan mengenai harta seorang wajib pajak yang dilaporkan dalam SPT tersebut,” kata pemerhati perpajakan, Hadi Poernomo, dalam webinar bertajuk Eksistensi Single Identity Number (SIN) dalam Bank Data Perpajakan Sebagai Upaya Hukum dalam Pencegahan TPK (Tindak Pidana Korupsi), Rabu (1/9).

Menyadari hal tersebut, lanjut Hadi, pemerintah sejak 2001 telah mencanangkan sebuah nomor bersama sebagai Single Identity Number (SIN) Pajak yang menyatukan banyak identitas warga negara ke dalam satu nomor bersama.

"SIN Pajak sendiri mengadopsi konsep transparansi, khususnya transparansi perpajakan. Konsep transparansi pajak di Indonesia lahir 1965 ketika Bung Karno mengeluarkan Perppu 2/1965 mengenai peniadaan rahasia bagi aparat pajak," kata mantan Direktur Jenderal Pajak. 

Konsep tersebut dibangun kembali secara lebih modern dengan menggunakan IT dengan nama SIN Pajak sejak 2001.

SIN pajak, menurut Hadi, adalah penyatuan data secara online dan terintegrasi seluruh data baik keuangan maupun nonkeuangan yang digunakan sebagai data pembanding atas laporan perpajakan dari wajib pajak.

Hadi memaparkan, SIN Pajak dibentuk ke dalam sebuah sistem informasi yang terintegrasi berisi data-data baik finansial maupun nonfinansial.

Dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), konsep SIN sebagai manajemen informasi perpajakan dinyatakan sebagai kewajiban bagi setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, untuk memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak.

“Dalam hal data dan informasi yang diberikan dianggap tidak mencukupi, maka Direktur Jenderal Pajak berwenang menghimpun data dan informasi untuk kepentingan penerimaan negara yang diatur dengan Peraturan Pemerintah,” jelasnya.

Menurut Hadi, data yang interkoneksi secara online dan tidak adanya campur tangan manusia dalam pengambilan data dan pengujian link and match menjadikan pengujiannya bersifat obyektif. Mekanisme seperti ini akan dapat membuat penerimaan pajak tercapai.

Hal tersebut disebabkan tidak adanya lagi celah bagi wajib pajak untuk menyembunyikan sesuatu atau aparat pajak bermain-main karena seluruh celah kecurangan akan dapat diketahui dengan mudah dengan mekanisme pencocokan data pada pusat data.

Pemetaan tersebut adalah dengan konsep link and match di mana uang atau harta baik dari sumber yang legal maupun ilegal selalu digunakan dalam tiga sektor, yaitu konsumi, investasi, dan tabungan.

Dalam konsep SIN pajak, tiga sektor tersebut wajib memberikan data dan terhubung secara sistem dengan sistem perpajakan. 

“Sehingga SIN Pajak akan dapat memetakan data yang benar dan data yang tidak benar, serta data yang tidak dilaporkan dalam SPT. Artinya tidak ada harta yang dapat disembunyikan oleh WP (wajib pajak). Sehingga WP akan patuh membayar kewajiban perpajakannya, karena tidak adanya celah untuk menghindar dari kewajiban perpajakan," katanya.

Menurut Hadi, dengan ekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan tersebut tentu penerimaan perpajakan akan dapat mencapai target, bahkan jika dilihat dari potensi perpajakan yang ada sangat dimungkinkan akan dapat melebihi target pajak yang telah ditetapkan.

Hadi menambahkan, pajak dan korupsi memiliki pertalian yang sangat kuat, yaitu alasan utama dari keduanya timbul adalah adanya kesempatan, selain itu keduanya memiliki hubungan yang erat dengan keuangan negara.

Dalam hal perpajakan, kesempatan itu tercipta melalui sebuah sistem pemungutan dengan nama self assessment system.

"Yang kemudian terjadi adalah, WP merasa mendapatkan kesempatan untuk melakukan manipulasi SPT karena Ditjen Pajak tidak memiliki data pembanding atas SPT tersebut. Sehingga penghindaran pajak dan manipulasi pajak menjadi sangat mungkin dilakukan.

Pada saat implemetasi SIN akan menjadikan wajib pajak 'terpaksa' untuk jujur karena para wajib pajak tersebut tidak memiliki celah untuk berbohong atau memanipulasi laporan pajaknya.

Namun keterpaksaan tersebut secara lambat laun akan menjadi sebuah kebiasaan baru. Sehingga para wajib pajak akan terbiasa untuk jujur dalam melaporkan harta kekayaannya dalam sebuah SPT.

Ia menilai Indonesia memang telah memiliki KTP elektronik, namun KTP elektronik tersebut belum dapat menjadi sebuah identitas tunggal karena hanya memuat data-data kependudukan.

“Hal tersebut berbeda dengan SIN Pajak yang memuat tidak hanya data nonfinansial, namun juga memuat data finansial dari seorang warga negara. Data tersebutlah yang menjadi dasar bagi aparat pajak untuk melakukan pengujian SPT dari wajib pajak," paparnya.

"Di sisi lain, dasar hukum yang telah lengkap tersebut menjadikan SIN Pajak tersebut menjadi lebih kuat untuk dijadikan nomor tunggal yang digunakan secara bersama-sama,” ujar Hadi.

Dalam implementasi SIN Pajak sebagai bagian dari Bank Data Perpajakan masih memiliki hambatan, antara lain terlihat pada inkonsistensi pengaturan dalam ketentuan UU KUP dengan Peraturan Pelaksananya. 

Akibat dari inkonsistensi beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut, secara langsung akan berdampak pada sebuah kondisi korupsi yang sistemik dan massif, yang peluang terjadinya korupsi justru dilakukan oleh pada oknum aparatur perpajakan itu sendiri.

"Sehingga perlu dilakukan adanya executive review dari pemerintah agar SIN Pajak ini dapat segera terlaksana," tutur Hadi.

Selain itu, mengingat beban Ditjen Pajak yang sangat besar dengan mengemban amanat dari 14 UU dan 1 UUD 1945, perlu adanya reorganisasi institusi perpajakan ke dalam sebuah badan otonom yang langsung bertanggung jawab di bawah presiden. (RO/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya