PERIODE Januari-Mei 2021, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat sektor industri pengolahan menunjukkan kinerja ekspor yang kian membaik di tengah tekanan pandemi, dengan mencatatkan nilai sebesar US$66,7 miliar atau sekitar Rp962 triliun. Angka ini dilaporkan naik 30,53% dari periode yang sama di 2020.
Industri pengolahan memberikan kontribusi paling tinggi, yakni 79,42% dari total ekspor nasional yang menembus US$83,99 miliar selama lima bulan ini.
"Capaian tersebut menunjukkan bahwa ekspor Indonesia didominasi oleh produk hasil pengolahan,” ungkap Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangannya, Jumat (25/6).
Kemenperin menyebut, besarnya proporsi ekspor produk industri pengolahan ini menggambarkan telah terjadi pergeseran ekspor Indonesia, dari komoditas primer menjadi produk manufaktur yang bernilai tambah tinggi.
Pada Mei 2021, sektor industri makanan misalnya, menjadi penyumbang devisa terbesar dari ekspor industri pengolahan non-migas, yaitu sebesar US$3,25 Miliar. Kemudian diikuti oleh sektor logam dasar (US$2,34 Miliar), bahan kimia dan barang dari bahan kimia (US$1,49 Miliar), komputer, barang elektronik, dan optik (US$633,9 Juta), serta kertas dan barang dari kertas (US$580,6 Juta).
"Jika dilihat dari faktor pembentuknya, nilai ekspor sektor industri makanan pada bulan Mei 2021 didominasi oleh komoditas minyak kelapa sawit sebesar US$2,25 miliar, atau memberi kontribusi sebesar 69,13%, naik dibandingkan bulan April 2021 yang mencapai 61,67%,” papar Agus.
Selain itu, terjadi peningkatan kapasitas produksi industri pengolahan kelapa sawit dan turunannya, yaitu produk minyak goreng sawit, lemak padatan pangan, bahan kimia, bahan bakar terbarukan/Biodiesel FAME, dan material canggih substitusi petro-based material.
Di 2010, lanjut Menperin, perbandingan rasio ekspor bahan baku dengan produk turunan ialah 80% : 20%. Sedangkan, pada 2020, perbandingannya menjadi 12% : 88%.
"Ini merupakan indikator keberhasilan program hilirisasi industri,” ucap Menperin.
Sementara itu, jenis ragam produk hilir yang dihasilkan industri dalam negeri, dari yang semula 126 produk pada tahun 2014, meningkat menjadi 170 produk pada tahun 2020, yang didominasi oleh produk bahan pangan dan bahan kimia dari sumber terbarukan.
Di sisi lain, ekspor perhiasan pada 2020 mencapai US$1,47 miliar. Industri perhiasan emas dinilai memiliki ekonomi yang besar bila dilihat dari hulu sampai hilir. Indonesia pun dikatakan Kemenperin menduduki peringkat keenam dunia untuk produksi perhiasan emas.
Hilirisasi di sektor ini juga mendukung penyerapan tenaga kerja. Sebagai industri yang padat modal sekaligus padat karya, industri perhiasan emas dapat menyerap sebanyak 21.269 tenaga kerja untuk produksi eksisting sebanyak 47,5 ton.
Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Abdul Rochim menyampaikan, pada periode 2020, sektor industri hilir minyak sawit menunjukkan kinerja produksi dan ekspor yang tinggi. Nilai ekspornya mencapai US22,73 miliar. Ekspor bahan baku minyak sawit atau CPO juga berkurang karena diproses dan diekspor sebagai bahan baku Biodiesel Program B30.
“Program hilirisasi industri minyak sawit merupakan salah satu contoh sukses industrialisasi sumber daya alam yang menciptakan nilai tambah di dalam negeri, sekaligus menjadi andalan devisa negara,” pungkasnya. (OL-8)