Kemenkeu: PPN Multitarif Beri Akses Publik Ke Barang Konsumsi

M. Ilham Ramadhan Avisena
09/6/2021 21:48
Kemenkeu: PPN Multitarif Beri Akses Publik Ke Barang Konsumsi
Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo(Dok. MI)

PEMERINTAH berencana untuk menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dengan skema multitarif. Di sisi lain PPN untuk barang-barang tertentu atau barang yang merupakan kebutuhan masyarakat justru bisa turun menjadi 7% atau bahkan 5% yang awalnya dikenakan sebesar 10%.

"PPN isunya bukan soal naik atau tidak naik, tapi kami ingin mengurangi distorsi, dan memberikan fasilitas yang tepat sasaran. Kami justru ingin memberikan dukungan bagi akses publik terhadap barang-barang yang dibutuhkan," ujar Staf Khusus Menteri Keuangan bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo beberapa waktu lalu.

Sehingga, untuk barang-barang yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat umum direncakan akan dilakukan penurunan tarif PPN. Sementara barang yang hanya dikonsumsi oleh segelintir orang, khususnya kelas menengah atas maka PPN-nya dinaikkan.

"Barang yang banyak dibutuhkan selama ini mungkin dikenai pajak 10% nanti bisa dikenai 7% atau 5%. Sebaliknya barang-barang yang tidak dibutuhkan masyarakat banyak, tapi hanya dikonsumsi oleh kelompok atas yang mungkin sifatnya terbatas itu bisa dikenai pajak lebih tinggi. Itu yang sekarang sedang dirancang," kata Yustinus. 

Tujuan skema ini adalah untuk memberikan rasa keadilan. "Jadi isunya lebih kepada bagaimana sistem PPN kita lebih efektif, dan juga kompetitif, menciptakan fairness, adil dan juga berdampak baik pada perekonomian," kata Yustinus.

Baca juga : Sandiaga Dorong Kopi Nusantara Jadi Nation Branding yang Kuat

Dalam akun twitter pribadinya, dia mengatakan, saat ini pemerintah memang membebaskan segelintir barang dan jasa dari pengenaan PPN, tanpa mempertimbangkan jenis, harga, dan kelompok yang mengonsumsi. Baik beras, minyak goreng, atau jasa kesehatan dan pendidikan, misalnya.

Namun dia menilai hal Itu menjadikan tujuan pemajakan tidak tercapai. Orang yang seharusnya mampu membayar, menjadi tak membayar karena mengonsumsi barang atau jasa yang tidak dikenakan PPN.

"Ini fakta. Maka kita perlu memikirkan upaya menata ulang agar sistem PPN kita lebih adil dan fair. Caranya?" kata dia.

"Yang dikonsumsi masyarakat banyak (menengah bawah) mustinya dikenai tarif lebih rendah, bukan 10%. Sebaliknya, yang hanya dikonsumsi kelompok atas bisa dikenai PPN lebih tinggi. Ini adil bukan? Yang mampu menyubsidi yang kurang mampu. Filosofis pajak kena: gotong royong,” kata Yustinus. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya