Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Perlu Sinergi Industri dan Regulator Pacu Literasi Keuangan

(Try/E-1)
18/11/2020 01:55
Perlu Sinergi Industri dan Regulator Pacu Literasi Keuangan
Pemaparan materi buku-elektronik Materi Literasi Keuangan versi buku-elektronik milik Otoritas Jasa Keuangan(ROMMY PUJIANTO)

DIGITALISASI sudah merambah luas pada sektor keuangan. Masyarakat pun semakin banyak mencoba transaksi daring dalam membeli produk serta layanan keuangan. Namun, aspek literasi keuangan oleh masyarakat Indonesia menjadi perhatian besar bagi pemerintah serta pelaku usaha jasa keuangan.

Saat ini, inklusi keuangan sudah cukup memuaskan dengan persentase 76,19%. Sebaliknya tingkat literasi masyarakat masih jauh dari target.

Tingkat inklusi yang tinggi menjadi tidak optimal terhadap ekonomi ketika tingkat literasi berada jauh di bawahnya, yakni baru mencapai 38% dari target 50%.

Menurut Sekretaris Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) Ahmad Solichin Luftiyanto, ada tiga isu utama dalam literasi. Yang pertama literasi itu sendiri. Kedua, akses perbankan, dan yang terakhir teknologi.

"Kalau kita bicara literasi keuangan, yang paling penting untuk didorong saat ini ialah bagaimana sinergi lintas industri dan antara industri dan pemerintah (OJK)," ujar Ahmad Solichin dalam Webinar Indonesia Marketing Association (IMA) bertema Perlindungan konsumen sektor keuangan di era digital, kemarin.

Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Tirta Segara sepakat permasalahan mengenai perlindungan konsumen di sektor keuangan perlu sinergi dari semua pihak, termasuk pemerintah, industri, serta masyarakat itu sendiri.

Tirta menilai rendahnya literasi ini akibat kebiasaan masyarakat yang tidak sepenuhnya mau belajar dan memahami risiko serta kewajibannya sebagai konsumen keuangan. Padahal akses terhadap pembelian produk keuangan sudah cukup baik, tapi tidak diimbangi dengan pemahaman dari sisi pemilik dana.

"Dia pikir pokoknya taruh uang sudah diawasi OJK lalu aman, tidak seperti itu. Teknologi ini juga ada risikonya," papar Tirta.

Dalam menghadapi kondisi tersebut, program perlindungan konsumen dilakukan secara preventif dan kuratif terhadap seluruh aspek yang terlibat dari sisi penyedia maupun peminjam.

Pelaku usaha jasa keuangan diawasi dalam hal transparansi terkait biaya sesuai dengan perjanjian, perlakuan yang adil terhadap konsumen, keandalan dalam memenuhi apa yang dijanjikan, penanganan pengaduan, serta perlindungan data konsumen.

Tirta menambahkan, edukasi yang digalakkan akan percuma jika masyarakat tidak ikut andil dalam meningkatkan pengetahuannya terkait keuangan digital. (Try/E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya