Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
KEMENTERIAN Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menggandeng Polri membentuk satuan tugas (satgas) mafia tanah untuk mengupas tuntas sengketa dan konflik di bidang pertanahan.
Pasalnya, keberadaan mafia tanah di Indonesia yang selama ini merajalela, membuat resah banyak pihak.
"Kita akan tindak tegas para mafia tanah itu," kata Staf Khusus Menteri ATR/BPN Bidang Penanganan Sengketa dan Konflik Tanah dan Ruang Hary Sudwijanto saat membuka Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Penanganan Sengketa dan Konflik di Jakarta, Rabu (11/11).
Rakernis ini digelar untuk mencari solusi kendala dan hambatan yang dihadapi dalam penanganan kasus yang menjadi target Tim Pencegahan dan Pemberantasan Mafia Tanah pada tahun ini.
Hary mengungkapkan modus operandi para mafia tanah ini semakin semakin kompleks. Mereka membentuk tim secara terstruktur dan memiliki divisi-divisi khusus.
"Ada yang bertugas menjadi buzzer mencari tanah, menduduki tanah, advokasi, menyogok aparat untuk mendapatkan keuntungan yang diinginkan," ungkapnya.
Buzzer-buzzer, jelasnya, membuat kegaduhan dan memutarbalikkan fakta. Mereka melawan kementerian dan melakukan playing victim alias seolah-olah menjadi korban.
"Berdasarkan fenomena itu Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil dan Kapolri Jenderal Idham Azis membuat satgas antimafia tanah," ungkap Hary.
Baca juga: Menteri ATR: Mafia Tanah Pakai Buzzer untuk Lawan Pemerintah
Dia pun mengimbau seluruh jajaran Kementerian ATR/BPN untuk tetap menjaga kebersamaan dalam memberantas mafia tanah.
"Saya meminta tim satgas antimafia tanah dan semua jajaran di BPN punya jiwa yang sama dengan pemburu kejahatan yaitu penegak hukum, mata nya seperti elang memburu ketidakbenaran atas masalah pertanahan ini," imbaunya.
Hary bertutur Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil sudah gerah karena selalu mendapat aduan mengenai praktik mafia tanah ketika tengah melakukan kunjungan kerja.
"Itu fenomena yang nyata dimana masalah pertanahan ini tidak akan berhenti kalau kita tidak peduli akan penangananya," tuturnya.
Terpisah, Ketua Panitia Rakernis Shinta Purwitasari dalam laporannya mengatakan Rakernis ini akan jadi bahan evaluasi untuk penanganan kasus pertanahan rutin dan kasus-kasus yang terindikasi adanya keterlibatan mafia tanah.
"Dalam melakukan evaluasi atas penanganan kasus didasarkan pada prinsip waktu yang pasti dan terukur sehingga kasus dapat segera diselesaikan, saat ini terdapat 68 kasus dan kasus rutin di seluruh Indonesia sejumlah 732 kasus pada tahun 2020," ujarnya.
Kegiatan ini dihadiri secara langsung oleh Pejabat Pimpinan Tinggi Madya, Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Pejabat Administrator, Pejabat Pengawas dan Pejabat Fungsional Umum di jajaran Direktorat Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan sejumlah 66 orang.
Hadir pula secara daring melalui video conference Direktur Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan, RB. Agus Widjayanto, Kepala Bidang Pengendalian dan Penanganan Masalah Pertanahan di seluruh Indonesia, para pejabat/penyidik atas kasus-kasus yang menjadi target kegiatan Tim Pencegahan dan Pemberantasan Mafia Tanah dan Kepala Kantor Pertanahan Kota/Kabupaten mengenai kasus rutin.
Sebagai tindak lanjut pembentukan Satgas Mafia Tanah, Kementerian ATR/BPN menggelar rapat koordinasi dengan aparat, yakni polisi dan kejaksaan.
Rakor itu membahas dugaan adanya oknum pejabat nakal dalam sengketa tanah di Cakung, Jakarta Timur.
Rapat yang dilaksanakan tertutup di Hotel Grand Mercure Kemayoran, Jakarta Pusat itu merupakan tindak lanjut atas laporan pengaduan oknum kepala kantor wilayah BPN DKI dan oknum kepala kantor Pertanahan kota administrasi Jakarta Timur yang telah dijatuhi sanksi.
Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil sudah mengungkapkan soal mafia tanah yang mengerahkan buzzer.
"Sengketa karena mafia tanah, kita keras sekali. Mafia juga fight back, mereka melawan menggunakan buzzer untuk melawan Kementerian," kata Sofyan.
Sofyan mengatakan para mafia tanah ini memiliki banyak harta untuk menyewa buzzer yang membuat kegaduhan dan memutarbalikkan fakta.
"Mafia sekarang itu mulai pakai buzzer, untuk melawan seolah-olah dia jadi korban. (Contoh kasus) kakek yang ditipu pendeta, apa urusannya, bagi kita mafia, ya, tetap mafia, mau itu kakek atau apa, enggak masalah," tukasnya.
Sebelumnya, hal senada juga disampaikan Anggota Komisi II DPR, Johan Budi SP. Dia mengaku mendapat informasi adanya penggunaan buzzer dalam sengketa tanah, yang digunakan para mafia tanah.
"Mafia tanah ini begitu kuat. Bahkan saya dengar, mafia tanah seperti di pilpres kemarin, pakai buzzer juga," ujar Johan dalam webinar berjudul “Bisakah Reforma Agraria Memberantas Mafia”.
Pada webinar yang juga menghadirkan Wakil Menteri ATR/BPN Surya Tjandra ini, Johan mengusulkan pelibatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memerangi mafia tanah yang dinilainya melibatkan oknum BPN.(OL-5)
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid, mengungkapkan 1,1 juta hektare tanah yang tersebar di wilayah Provinsi Sulawesi Tengah dapat diberdayakan untuk kepentingan masyarakat.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menjawab pengaduan masyarakat terkait Proyek Strategis Nasional (PSN) di Banten.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mendorong semua unit kerja Kementerian ATR/BPN agar wajib berinovasi meningkatkan pelayanan.
Nusron mengungkapkan salah satu tugas pertama yang akan segera ia jalankan adalah mempersiapkan panitia pengadaan tanah dalam rangka menopang proyek-proyek dan pembangunan infrastruktur.
Nusron ingin mafia tanah dibuat jera tidak hanya dengan pasal tindak pidana umum, tapi juga tindak pidana korupsi hingga tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Nusron menjelaskan pihaknya siap berkoordinasi dengan Kapolri untuk penegakan hukum terkait berbagai isu-isu kejahatan di bidang pertanahan khususnya dalam memberantas mafia tanah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved