Headline

Program Makan Bergizi Gratis mengambil hampir separuh anggaran pendidikan.

Investasi Minim, Produksi Pertanian Ikut Melempem

Suryani Wandari Putri Pertiwi
25/8/2020 13:48
Investasi Minim, Produksi Pertanian Ikut Melempem
Warga menyortir bibit bawang putih kualitas ekspor di Balai Penyuluhan Pertanian, Bawang, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Sabtu (22/8).(Antara)

CENTER for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai produksi sektor pertanian Indonesia terus menurun dalam beberapa tahun belakangan. Produksi beras bahkan menurun dalam tiga tahun ini.

"Produksi beras tahun 2020 semester I mencapai 16,8 juta ton beras, turun 9,7% dari semester yang sama di tahun sebelumnya," kata Felippa Amanta, Kepala Peneliti Center for Indonesian Policy Studies dalam diskusi webinar, Selasa (25/8).

Ia menambahkan, beras bukan satu-satunya sektor produksi yang mengalami penurunan, komoditas lain ada yang berkurang. Mengacu pada data Faostat, Felippa mengatakan produksi kakao atau biji coklat mengalami penurunan sejak 2012.  Saat itu, produksi  beras mencapai 740.500 ton tetapi angkanya terus menurun hingga di tahun 2017 mencapai 659.776 ton.

Begitupun dengan kopi di tahun 2012 mencapai 691.1633 ton, produksinya terus menurun hingga 2017 mencapai 668.677 ton.

Jika dibandingkan dengan negara lain, Indonesia pun kalah dalam hal produksi hasil panen padi. "Indonesia produksi beras mencapai 5,2 ton/hektar, sedangkan Vietnam dengan jumlah hektar yang sama bisa produksi lebih dari 5,8 ton. Itu menandakan produktifitas Indonesia belum maksimal," katanya.

Ia melanjutkan salah satu faktor yang membuat produktifitas menurun adalah investasi pertanian kita masih minim, apalagi investasi asing. "Pada 2019, total penanaman modal asing hanya Rp13,4 triliun, dan total investasi asing 2019 mencapai US$27.095,1 juta, sedangkan invsatasi di sektor pertanian hanya 3% dari total FDI," lanjutnya.

Menurut Felippa, Indonesia cenderung tertutup dengan investasi asing, bahkan mengacu pada data Bank Dunia, keterbukaan Indonesia pada investasi asing ini di bawah Vietnam, India, Malaysia, dan Tiongkok. Ia mengklaim banyak regulasi di bidang usaha yang mengakibatkan Indonesia cenderung tertutup.

Ia mengatakan bebrapa peraturan yang menghambat investasi itu, misalnya pada Undang-Undang No 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura. Ia menyebut pada Pasal 33 membatasi penggunaan sarana hortikultura dari luar negeri dan mensyaratkan keharusan mengutamakan sarana yang mengundang komponen hasil produksi dalam negeri.

Juga Pasal 100 membatasi penamaman modal asing hanya untuk usaha besar hortikultura dengan jumlah modal paling besar 30%. Penanaman modal aing juga wajib menempatkan dana di bank dalam negeri sebesar kepemilikan modalnya.

"Selain itu, ia menyebutkan masih banyak lagi hambatan invesatasi seperti proses perizinan usaha yang rumit dan isu kepemilikaan lahan," pungkasnya. (E-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Heryadi
Berita Lainnya