Headline
Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.
Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.
PADA Selasa (21/7) lalu, kasus positif covid-19 di Indonesia sudah mencapai 89.869 orang dan belum tahu kapan akan berakhir. Pandemi itu ikut memukul berbagai sektor termasuk dunia ekonomi, tidak sedikit pengusaha yang ingin mengajukan keringanan pajak.
Namun, Suhendro selaku pengusaha muda punya pandangan berbeda terkait permohonan keringan pajak kepada pemerintah. Pria berusia 30 tahun itu justru ingin membayar lebih demi untuk membantu meringankan beban pemerintah.
Baca juga: Peran Pajak di Tengah Pandemi Covid-19
"Saya rasa ini adalah kontribusi yang dapat kita (pengusaha) lakukan, belajar menjadi pahlawan tetapi tidak perlu sampai nyawa dipertaruhkan, cukup dengan bayar pajak, ini sesuatu hal yang luar biasa," ujarnya di Jakarta, Rabu (22/7).
Selain bertekad membayar pajak lebih, pemilik akun Instagram @suhendrowang itu juga berupaya tidak melakukan PHK terhadap karyawannya. Bisnisnya meliputi building maintenance service, fire equipment, factory frozen food pempek, contractor BUMN, dan trading import.
"Kalau saja kita punya 100 karyawan, mereka punya istri dan anak, itu saja kita sudah membantu pemerintah untuk memberi kehidupan sekitar 300 orang," imbuhnya.
Demi melakukan hal itu, ia rela mengeluarkan sedikit uang tabungan untuk membayar gaji karyawannya yang sudah sekian lama ikut berjuang, sedemikian perhitungannya terhadap hal yang seharusnya bisa ditoleransi.
"Jika saat ini kita tidak bisa menjaga 5 karyawan, bagaimana Tuhan akan memberikan kepercayaan untuk menjaga 50 bahkan 500 karyawan? Inilah prinsip saya selama menjadi pengusaha. Saran saya, jika masih punya tabungan, gunakanlah tabungan untuk membayar gaji, jika tidak carilah pinjaman untuk membayar gaji karyawan," lanjut dia.
Baca juga: Ada Keringanan Pajak Untuk Penanganan Covid-19
Suhendro merasa bersyukur karena bidang usaha yang dijalaninya tidak terkena dampak terlalu besar. Ia berasumsi, omzetnya hanya berkurang sekitar 40%, sehingga masih bisa untuk mempertahankan semua karyawan yang ada, beberapa bidang usaha lain ada yang sampai mengalami penurunan omzet sebanyak 90%.
"Saat ini kondisi kita semua sedang susah. Marilah kita saling membantu satu sama lain supaya negara kita dapat melewati kesulitan yang ada," pungkasnya. (RO/A-3)
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi memastikan tidak ada rencana dari pemerintah untuk mengutip pajak dari amplop nikah.
Di tengah arus regulasi perpajakan yang semakin dinamis, perusahaan besar kini berada dalam tekanan yang jauh lebih sistemik.
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 yang mengatur tentang pemungutan pajak oleh marketplace tidak akan menyebabkan kenaikan harga di tingkat konsumen.
Indef menilai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 tidak akan menyebabkan kenaikan harga bagi konsumen di marketplace.
Pemerintah berupaya memperluas basis pajak dan mengoptimalkan penerimaan negara. Salah satunya membidik pengenaan pajak berbasis media sosial dan data digital di tahun depan.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat rata-rata penerimaan pajak mengalami kenaikan menjadi Rp181,3 triliun per bulan di sepanjang semester I 2025.
ekonom menyebut gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia berpotensi semakin besar, terutama di industri padat karya seperti tekstil dan alas kaki.
PRESIDEN Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi mengungkapkan bahwa dalam periode Agustus 2024 hingga Februari 2025 terjadi pengurangan tenaga kerja secara signifikan.
IKATAN Wartawan Hukum (Iwakum) memberikan bantuan solidaritas kepada para jurnalis yang terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK).
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonedia (Apindo) Bidang Ketenagakerjaan, Bob Azam menyatakan bahwa badai pemutusan hubungan kerja (PHK) tidak hanya terjadi di Indonesia.
WAKIL Ketua Komisi IX DPR RI Yahya Zaini mengaku prihatin terhadap fenomena maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) saat ini.
Kebijakan sepihak tersebut menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat. Apalagi, para pekerja yang diberhentikan tidak diberikan penjelasan atau alasan yang logis oleh pihak perusahaan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved