Senin 13 Juli 2020, 09:40 WIB

Menopang Tapera

Raja Suhud Wartawan Media Indonesia | Ekonomi
Menopang Tapera

MI/SENO

 

PEMERINTAH telah resmi mengeluarkan payung hukum untuk pelaksanaan program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) pada 25 Mei lalu.

Program Tapera sejatinya memiliki kesamaan fungsi sebagai jaminan sosial masyarakat, seperti pada program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek) dan Jaminan Sosial Kesehatan.

Ketiga program itu dijalankan dengan prinsip gotong royong. Semua mengandalkan iuran dari masyarakat. Sedikit berbeda ada pada Jaminan Sosial Kesehatan. Iuran yang dikumpulkan sifatnya habis terpakai. Adapun pada Tapera ataupun Jamsostek, iuran yang dikumpulkan akan kembali lagi pada peserta.

Sebagai program baru, meski sebenarnya telah lama dirumuskan, yakni sejak 2011, kehadiran Tapera memunculkan pro-kontra di tengah masyarakat. Terlebih karena pemanfaatan dana Tapera untuk membantu pembiayaan perumahan masyarakat, tidak bisa dinikmati setiap peserta.

Aturan yang ada mengamanatkan penerima manfaat Tapera ialah kelompok masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Kelompok itu memiliki batasan penghasilan Rp8 juta per bulan. Sementara itu, peserta Tapera merupakan semua pekerja yang memiliki penghasilan di atas upah minimum regional (UMR).

Artinya, kelompok masyarakat dengan pendapatan di atas Rp8 juta tidak bisa memanfaatkan dana simpanan Tapera-nya untuk melakukan pembelian rumah. Padahal, tidak bisa dimungkiri bahwa saat ini banyak dari kelas menengah tanggung (pendapatan di atas Rp8 juta hingga Rp10 juta) itu belum memiliki rumah.

Itulah salah satu pekerjaan rumah yang perlu dituntaskan Badan Pengelola Tapera sebelum efektif memungut iuran dari peserta, yakni pada Januari 2021 untuk aparatur sipil negara dan maksimal tujuh tahun mendatang bagi peserta dari kalangan swasta.

Dalam forum Dialektika yang digelar Media Indonesia dan membahas tentang Tapera, terungkap bahwa kehadiran Tapera ini perlu juga diimbangi dengan kehadiran badan lain guna menuntaskan permasalahan perumahan di Indonesia. Kita semua mengetahui bahwa permasalahan penyediaan perumahan melibatkan banyak aspek, bukan pembiayaan semata.

Mandat yang diberikan kepada Tapera merupakan pada sisi pembiayaan. Sisi lainnya, yakni perijinan, pembangunan, dan penyediaan sarana-prasarana atau bisa disebut sisi suplai, berada di luar Tapera.

Untuk itu, pemerintah perlu memikirkan keberadaan lembaga atau badan baru yang bertanggung jawab di sisi suplai. Jangan sampai terjadi dananya tersedia, rumah yang akan dibeli tidak tersedia sebab suplainya tidak ada atau harganya telanjur melambung tinggi.

Saat ini pemerintah memiliki BUMN yang bergerak di bidang perumahan, yakni Perumnas. Apakah Perumnas yang akan dikembangkan menjadi badan penopang keberadan Tapera untuk menjaga sisi suplai perumahan? Itu perlu kajian mendalam. Namun, sebagai sebuah pilihan kebijakan, hal itu perlu berproses dari sekarang. (E-2)

Baca Juga

Dok. PLN

Bursa Karbon Dimulai, PLN Siap Jual Kredit Karbon 927 Ribu Ton CO2e

👤Insi Nantika Jelita 🕔Selasa 26 September 2023, 23:17 WIB
Perusahaan itu akan menerbitkan kredit karbon dalam bentuk sertifikat penurunan emisi (SPE) gas rumah kaca (GRK) dengan jumlah 927.113 ton...
Dok. Katadata

Investasi Berkelanjutan Terbuka Lebar, Butuh Akses ke Sumber Pendanaan

👤Ghani Nurcahyadi 🕔Selasa 26 September 2023, 23:11 WIB
PT BNP Paribas Asset Management merupakan salah satu pelopor penerapan investasi berkelanjutan di Indonesia yang menawarkan produk...
Ist

Hampir 400 Pelaku Industri Tekstil Semarakkan Cotton Day ke-7 di Jakarta

👤Media Indonesia 🕔Selasa 26 September 2023, 22:59 WIB
Cotton Day merupakan rangkaian acara yang diselenggarakan Cotton Council International (CCI) untuk merayakan dan menginformasikan...

E-Paper Media Indonesia

Baca E-Paper

Berita Terkini

Selengkapnya

BenihBaik.com

Selengkapnya

MG News

Selengkapnya

Berita Populer

Selengkapnya

Berita Weekend

Selengkapnya