Headline
Kementerian haji dan umrah menaikkan posisi Indonesia dalam diplomasi haji.
Kementerian haji dan umrah menaikkan posisi Indonesia dalam diplomasi haji.
BERBAGAI lembaga multilateral telah memberikan respon cepat untuk membantu negara-negara berkembang dan berpendapatan rendah menghadapi pandemi covid-19. Namun bantuan pembiayaan yang telah diberikan dirasa belum cukup memadai.
Demikian disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat memberikan pidato dalam diskusi yang digelar Persatuan Bangsa-Bangsa bertajuk 'Rebirthing the Global Economy to Deliver Sutainable Development', Rabu (1/7).
"Saya ingin mengapresiasi kepada beberapa institusi multilateral yang merespon cepat dengan menyediakan pembiayaan dan juga berfokus untuk mendukung negara tersebut agar bisa menangani masalah kesehatan dan memberi perlindungan sosial. Itu sangat baik dan itu saya apresiasi," imbuh Sri Mulyani.
"Tapi itu tidak memadai, kalau dilihat lebih jauh lagi, pembiayaan yang dibutuhkan negara-negara tersebut akan lebih besar dibanding apa yang telah disediakan oleh institusi multilateral," sambungnya.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menuturkan, bantuan yang tidak memadai tersebut akhirnya akan membuat negara-negara berkembang dan berpendapatan rendah berlomba menerbitkan surat utang di pasar global.
Baca juga : Wapres: Kebijakan Satu Pintu UMKM Harus Segera Direalisasikan
Namun, karena pandemi hal tersebut menjadi ironi lantaran minat investor cenderung tidak cukup baik pada obligasi tersebut. Kondisi itu kian diperberat oleh sulitnya akses dan harga tinggi yang harus dibayarkan kembali oleh negara penerbit obligasi tersebut.
Pada konteks tersebut, maka apa yang digaungkan dunia soal memberikan kesempatan yang sama pada pembiayaan menjadi bersinggungan dengan apa yang sebenarnya terjadi.
"Bagi negara berpendatan rendah dan berkembang, saat mereka mengakses pembiayaan global, mereka harus membayarnya dengan harga yang lebih tinggi. Diskriminasi itu tidak sejalan dengan apa yang disebut kesempatan yang sama untuk banyak negara agar bisa mengatasi permasalahan pandemi dengan cara yang sama. Jadi akses dan harga di sini menjadi hal yang kritikal," jelas Sri Mulyani.
Perempuan yang karib disapa Ani itu menambahkan, terlepas dari dorongan yang dilakukab oleh lembaga multilateral tersebut, negara berkembang dan berpendapatan rendah perlu untuk mengeksplor lebih jauh kebijakan yang tepat dan layak diterapkan dalam situasi ini.
"Saya rasa yang pertama harus dilakukan untuk banyak negara adalah menggunakan tekanan ini sebagai kesempatan untuk melakukan reformasi. Apakah itu di pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial dengan melakukan belanja yang berkualitas," pungkasnya. (OL-2)
ANGGARAN program Makan Bergizi Gratis (MBG) dalam Rancangan Undang-Undangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2026 yang mencapai Rp335 triliun sudah direvisi Sri Mulyani
MENTERI Keuangan Sri Mulyani Indrawati bakal memastikan ketersediaan anggaran untuk dua lembaga yang baru dibentuk oleh Presiden Prabowo Subianto.
Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, melemparkan isu terkait naiknya iuran kepesertaan BPJS Kesehatan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani.
PERNYATAAN Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait dengan rendahnya gaji dosen dan guru di Indonesia menuai kritik tajam berbagai kalangan.
Teknologi deepfake menggunakan AI dan GAN memungkinkan manipulasi wajah dan suara secara realistis, menimbulkan risiko besar bagi reputasi dan informasi publik.
Kemenkeu menegaskan bahwa potongan video yang menarasikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut guru sebagai “beban negara” adalah hoaks.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved