Incar Relokasi Investasi, BKPM Bentuk Satgas 

Ghani Nurcahyafi
25/6/2020 19:30
Incar Relokasi Investasi, BKPM Bentuk Satgas 
Ilustrasi investasi(Ilustrasi)

PANDEMI Covid-19 secara langsung mengganggu rantai pasokan global yang dalam dua dekade terakhir berpusat di Tiongkok. Hal tersebut menyebabkan negara-negara produsen seperti Amerika Serikat dan Jepang berencana merelokasi rantai pasoknya dari negeri tirai bambu tersebut. 

Fenomena ini menjadi angin segar bagi peluang investasi dalam negeri, karena perusahaan-perusahaan AS dan Jepang berencana merelokasi investasinya dari Tiongkok ke negara-negara lain di Asia Tenggara. 

Pemerintah melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengatur strategi dalam memuluskan datangnya peluang investasi ke Indonesia dengan membentuk Tim Satuan Tugas (Satgas) khusus yang bertugas memfasilitasi calon investor. 

Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan, Satgas khusus ini ditujukan untuk 'menjemput bola’ perusahaan-perusahaan yang akan melakukan relokasi investasi, agar tertarik masuk ke Indonesia. 

''Saya buat Satgas di bawah pimpinan saya langsung," katanya dalam keterangan tertulis. 

Baca juga : Enam Perusahaan Asing Siap Bantu RI Pungut Pajak Digital

Tim Satgas tersebut memiliki tiga tugas khusus. Pertama, mendeteksi perusahaan-perusahaan yang akan melakukan relokasi. Kedua, mengecek kemudahan-kemudahan yang diberikan negara-negara lain. Ketiga, memberi kewenangan kepada mereka untuk membuat keputusan dalam bernegosiasi. 

"Itu penting diberikan agar cepat jalannya,” tegas Bahlil.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyambut baik upaya yang dilakukan BKPM ini. Pria yang akrab disapa Kang Emil ini juga menegaskan, Jawa Barat siap menampung relokasi investasi dari China maupun berbagai investasi baru. 

Saat ini Jawa Barat menjadi salah satu jantung industri nasional. Provinsi ini dipadati oleh kawasan industri. Setidaknya, terdapat lebih dari 20 kawasan industri yang berlokasi di Jawa Barat dengan luas lahan yang tergolong besar dibandingkan kawasan industri di daerah lain. 

Bahkan, kawasan industri yang tergolong terbesar di Asia Tenggara berada di Jawa Barat, yakni kawasan industri Karawang, Bekasi, dan Cikarang. 

Sejak tahun lalu, Provinsi Jawa Barat sudah mengincar peluang investasi dengan maraknya relokasi investasi dari Tiongkok. Pada West Java Investment Summit 2019, misalnya, sebanyak 26 memoramdum of understanding (MoU) diteken antara pihak-pihak yang terlibat dalam proyek investasi di Jawa Barat. 

Dalam beberapa tahun terakhir, realisasi investasi di Jawa Barat beberapa kali menduduki peringkat pertama di Indonesia. Sepanjang 2019, misalnya, realisasi investasi di Jawa Barat mencapai Rp137,5 triliun. 

Beberapa investasi besar yang masuk ke Jawa barat pada tahun lalu antara lain Amazon dengan investasi sebesar Rp40 triliun dan Hyundai yang menggelontorkan investasi sebesar Rp100 triliun. 

Namun, dengan adanya Covid-19, industri di Jawa Barat mengalami penurunan. 

"Sektor jasa mengalami penurunan mencapai 4,8 persen, dan sektor industri manufaktur menurun 4,2 persen, akibat pandemi Covid-19,” kata Ridwan. 

Baca juga : Diguncang Pandemi, Masyarakat Pesimistis dengan Ekonomi Nasional

Itu sebabnya, Jawa Barat harus terus menarik investasi yang lebih besar untuk mengembalikan kondisi perekonomian pasca Covid-10. Ridwan Kamil mengatakan pihaknya siap untuk menyambut peluang investasi yang masuk di kawasannya. 

“Jawa Barat akan terus meningkatkan kemudahan birokrasi dan proaktif menjemput investasi. Kami optimis, investasi ke Jawa Barat akan mulai pulih seiring baiknya penanganan dan pengendalian COVID-19 di provinsi tersebut,” kata Ridwan Kamil.

Dalam kesempatan terpisah, Partner Fiscal Research DDTC Bawono Kristiaji menyampaikan, salah satu hal yang dapat dilakukan pemerintah untuk meningkatkan daya saing industri pasca pandemi Covid-19 adalah dengan memberikan insentif fiskal yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing industri. 

Menurut Bawono, pemerintah sebetulnya sudah memberikan beragam insentif pajak bagi perusahaan-perusahaan yang akan menanamkan modalnya di Indonesia. Namun pemanfaatannya belum maksimal.

"Jadi, perlu evaluasi bersama untuk menentukan bentuk insentif yang lebih tepat sasaran,” tutup Bawono. (RO/OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya