Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Benarkah RUU Ciptaker Memudahkan Masuknya Tenaga Kerja Asing

Dede Susianti
21/4/2020 07:25
Benarkah RUU Ciptaker  Memudahkan Masuknya Tenaga Kerja Asing
Grafis(MI)

Rancangan Undang-undang Cipta Lapangan Kerja (RUU Ciptaker) dianggap hanya akan mempermudah masuknya tenaga kerja asing (TKA) ke Indonesia. Namun anggapan itu ditepis oleh dosen Universitas Padjajaran Bandung, Rully Chairul Anwar.

Menurut aktivis Forum Kajian Informasi dan Literasi Sosial Budaya Unpad itu, RUU Ciptaker memang mempermudah birokrasi perizinan TKA. Tetapi hanya untuk sektor dengan skill tertentu yang benar-benar dibutuhkan karena tenaga kerja dalam negeri belum ada atau belum memiliki tingkat keahlian sesuai kebutuhan.

“RUU Ciptaker bukan karpet merah untuk para tenaga kerja asing. RUU Ciptaker hanya untuk mempermudah birokrasi para TKA dengan skill tertentu, dan bukan untuk semua TKA”, kata Rully melalui keterangan pers tertulisnya yang diterima Senin (20/4) petang.

Menurut Rully, pasal yang dicurigai sebagai karpet merah tenaga kerja asing adalah ketentuan Pasal 89 RUU Ciptaker yang mengubah atau menghapus beberapa ketentuan dalam UU/2003 tentang Ketenagakerjaan. Dengan aturan tersebut, dikhawatirkan akan terjadi invasi tenaga kerja asing sehingga Indonesia dibanjiri pekerja asing yang menggusur posisi pekerja Indonesia.

‘’Kalau kita cermati secara mendalam, kekhawatiran itu sebenarnya tidak perlu muncul. Karena aturan terkait TKA ke Indonesia tetap tidak berubah. Beberapa peraturan di bawah Undang-undang yang mengatur soal mekanisme perizinan masuk bagi tenaga kerja asing tetap berlaku,’’ katanya.

Selain itu, tambahnya, kemudahan aturan masuk bagi TKA, hanya bagi profesi dengan keahlian atau skill tertentu. Kemudian, ada kewajiban bagi pemberi kerja TKA menunjuk tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai tenaga pendamping TKA yang dipekerjakan untuk alih teknologi dan alih keahlian dari tenaga kerja asing.

Rully menyatakan, kemudahan persyaratan dan mekanisme perizinan TKA hanya berlaku bagi sektor sektor dengan keahlian tertentu, dan tidak untuk semua lahan pekerjaan.

“Peraturan dalam RUU Ciptaker tidak diperuntukkan bagi seluruh TKA melainkan untuk TKA dengan skill khusus dimana proses kedatangan mereka menjadi lebih mudah perizinannya,” tuturnya.

Rully kemudian  menjelaskan, dalam praktik industri atau lapangan kerja, kerap ditemukan kendala teknis yang hanya bisa ditangani oleh orang yang memiliki keahlian khusus. Sayangnya, tenaga dengan keahlian khusus itu bukan tenaga kerja Indonesia. Atau tenaga ahli dari Indonesia masih sangat terbatas jumlahnya.

Apabila mesin di pabrik mengalami masalah, untuk mendatangkan ahli yang memang paham kepengurusannya bisa mencapai berbulan-bulan. Sementara produksi tidak boleh berhenti. Karena mesin mati, otomatis pabrik tidak bekerja. Itu adalah sebuah kerugian besar.

“Kalau regulasi itu tidak diubah, akan sulit mengharapkan investasi cepat masuk. Sebab belum apa-apa calon investor sudah dihadapkan pada birokrasi panjang untuk mendatangkan ahli dari negara luar yang paham teknis operasional mesin tertentu,” paparnya.


Sebelumnya Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira  melihat sejumlah pasal bermasalah khususnya terkait izin lingkungan dan ketenagakerjaan isinya tidak berpihak pada pengusaha lokal dan pekerja. 

“Misalnya dalam klaster pangan justru terjadi liberalisasi impor. Dalam klaster ketenagakerjaan terdapat pasal-pasal yang menguntungkan TKA, khususnya izin dipermudah ketika TKA bekerja di startup,” ungkapnya.

Menurut Bhima, seharusnya pemerintah pusat cukup menghapus sejumlah aturan memperbaiki hubungan dengan pemerintah daerah dan menghapus sejumlah aturan di kementerian yang dinilai tumpang tindih dan menghambat investasi. 

Bhima melihat beberapa poin dalam RUU ini lebih berpihak kepentingan pedagang yang yang mencari rente. Karena itu, ia menduga sejumlah pasal yang masuk dalam RUU tersebut merupakan pasal titipan. 

“Misalnya dalam klaster pangan justru terjadi liberalisasi impor. Ada pasal yang justru menguntungkan importir ketimbang produsen lokal. Ini siapa yang mau dibela,” ujarnya. (Che/E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Raja Suhud
Berita Lainnya