Headline
Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.
PEMERINTAH disarankan untuk membuat regulasi khusus bagi produk tembakau alternatif. Dengan masih menyamakan produk tembakau alternatif seperti rokok kemudian mengatur ke dalam regulasi yang sama, berarti pemerintah melakukan suatu kekeliruan.
Ahli toksikologi dari Universitas Airlangga, Sho'im Hidayat, menjelaskan produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau yang dipanaskan, memang menggunakan bahan baku dari tembakau seperti rokok.
Namun, produk tersebut tidak membakar tembakau, tapi memanaskan pada suhu maksimum 350 derajat Celsius dengan menggunakan perangkat elektronik khusus sehingga tidak menghasilkan tar dan memiliki zat kimia berbahaya yang lebih rendah daripada rokok.
"Karena tidak mengandung tar, ya regulasinya sebaiknya dibedakan dengan rokok. Jadi, tentu regulasinya harus dibedakan karena tidak ada tar lagi, yang ada hanya nikotin," kata Sho'im ketika dihubungi wartawan.
Meski demikian, Sho'im mengakui, dengan tidak adanya tar, produk tembakau yang dipanaskan bukan berarti bebas risiko. "Tapi risikonya jauh lebih rendah daripada rokok," ujarnya
Hal itu diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan Institut Federal Jerman untuk Penilaian Risiko (German Federal Institute for Risk Assessment) pada 2018 lalu. Produk tembakau yang dipanaskan memiliki tingkat toksisitas (tingkat merusak suatu sel) yang lebih rendah hingga 80% hingga99% daripada rokok.
Ketua Koalisi Indonesia Bebas Tar (Kabar) sekaligus pengamat hukum, Ariyo Bimmo, menambahkan bahwa produk tembakau yang dipanaskan merupakan hasil pengembangan teknologi di industri tembakau.
Sependapat dengan Sho'im, menurut dia, produk itu sudah seharusnya dibuatkan regulasi terpisah.
Apalagi, sejumlah penelitian di dalam dan luar negeri sudah membuktikan bahwa produk ini lebih minim risiko kesehatannya jika dibandingkan dengan rokok.
Pemerintah sudah seharusnya juga melakukan uji ilmiah sehingga tidak ragu untuk membuat regulasi baru.
"Dengan bukti-bukti ilmiah yang ada, pemerintah justru membuat keputusan yang salah jika masih menganggap produk ini layak dimasukkan ke regulasi yang sama dengan rokok," tandasnya. (E-1)
Menurut Bambang, hasil kajian BRIN menunjukkan bahwa produk tembakau alternatif memiliki profil risiko kesehatan yang berbeda dari rokok konvensional.
Banyak orang mengira vape tidak berbahaya, padahal cairan vape mengandung zat kimia yang dapat merusak paru-paru dan jantung.
Strategi ini dinilai mampu melengkapi kebijakan pengendalian tembakau dengan menawarkan alternatif yang lebih rendah risiko bagi perokok dewasa yang belum siap berhenti dari kebiasaannya.
Cairan vape juga mengandung nikotin yang dicampur dengan berbagai macam rasa yang menarik perokok untuk beralih dari rokok konvensional.
KPAI meminta agar pemerintah daerah bisa menegakkan regulasi yang terang benderang soal komitmen menjauhkan anak dari industri rokok.
Pengungkapan ini bermula dari informasi bahwa terdapat transaksi jual-beli liquid vape mengandung narkotika di wilayah Jakarta Pusat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved