Headline
Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.
Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.
Kegagalan anak usaha perusahaan tekstil Duniatex Group membayar bunga obligasi dianggap mencoreng kepercayaan investor terhadap instrumen obligasi atau utang swasta yang dikeluarkan korporasi di Indonesia.
"Dampaknya bisa merambat kepada kepercayaan investor terhadap surat-surat utang atau obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan swasta lainnya," tutur Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah saat dihubungi Media Indonesia, kemarin.
Menurutnya, permasalahan itu harus cepat ditanggulangi regulator.
"Apabila tidak cepat ditanggulangi regulator, khususnya oleh OJK dan BEI, bisa merusak upaya pengembangan pasar keuangan di Indonesia dan menyulitkan perusahaan-perusahaan swasta dalam mencari alternatif sumber pembiayaan," pungkas Piter.
Hal senada diungkapkan Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira.
"Tentunya bagi sektor tekstil secara keseluruhan menjadi kurang menarik di mata investor. Yang tadinya mau investasi jadi menahan dulu karena khawatir apa yg terjadi dengan Duniatex adalah masalah seluruh sektor tekstil di Indonesia," ujarnya melalui pesan singkat.
Kasus Duniatex bermula dari anak usahanya, PT Delta Dunia Sandang Textile (DDST), yang gagal membayar bunga senilai US$ 13,4 juta pada 10 Juli 2019 atas pinjaman sindikasi senilai US$260 juta.
Kemudian PT Delta Merlin Dunia Textile (DMDT), anak usaha Duniatex Group lainnya, juga gagal membayar bunga obligasi perdananya senilai US$12,9 juta yang jatuh tempo pada 12 September 2019.
Seharusnya, DMDT menyetor sebagian hasil penjualan obligasi senilai US$300 juta yang diterbitkan pada 12 Maret 2019 ke rekening penampungan untuk membayar bunga pertamanya. Namun, hingga jatuh tempo, pembayaran kupon bunga tidak dilaksanakan.
Secara kumulatif, utang enam anak usaha Duniatex mencapai Rp18,79 triliun, yang berasal dari 20 bank yang memberikan pinjaman bilateral, tiga pinjaman sindikasi, dan utang obligasi.
Bhima mengatakan, yang pertama terdampak gagal bayar Duniatex ialah kreditur, khususnya perbankan ataupun investor pemegang surat utang.
"Buat bank akan berkontribusi ke kenaikan NPL. Sementara untuk pekerja yang terkena dampak efisiensi juga perlu dicermati," ujarnya.
Salah kelola
Ketua Umum Ikatan Tekstil Indonesia (Ikatsi) Suharno Rusdi menilai kasus gagal bayar Duniatex merupakan imbas dari manajemen yang tidak dikelola dengan baik.
"Kami tidak menuduh, tapi kasus Duniatex, menurut hemat kami, karena missmanagement semata plus ada dugaan by design mendekati fraud," kata Suharno kepada Media Indonesia.
Namun, di sisi lain, ia meyakini kasus gagal bayar anak usaha Duniatex Group ialah kasus individual.
Bahwa kemudian ada persepsi dari masyarakat seolah-olah industri tekstil Indonesia akan terkena imbas kasus Duniatex, itu merupakan hal yang tidak dapat dihindari. (Ata/E-1)
RUU anggaran yang dibahas senat AS diperkirakan menyebabkan hampir 12 juta warga kehilangan asuransi kesehatan dan menambah utang negara US$3,3 triliun.
Bank Indonesia (BI) mencatat utang luar negeri (ULN) Indonesia pada April 2025 sebesar US$431,5 miliar atau sekitar Rp7.042 triliun.
KEPALA Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M. Rizal Taufikurahman mengungkapkan rumah tangga Indonesia semakin tertekan.
Pada Mei 2025, kondisi pendapatan konsumen tergerus. Sementara itu, proporsi pembayaran cicilan atau utang justru mengalami peningkatan.
KOMISI XI DPR RI memandang positif penilaian yang diberikan oleh lembaga pemeringkat Fitch Ratings terhadap kredit Indonesia pengakuan atas kemampuan menjaga stabilitas makroekonomi.
EFISIENSI anggaran yang dilakukan, terutama untuk Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) membuat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blora kelabakan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved