Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
PEMERINTAH sebaiknya fokus pada perbaikan iklim usaha nasional. Pasalnya, resesi global yang berpotensi terjadi tidak hanya dipengaruhi faktor eksternal seperti perang dagang, tetapi juga dalam negeri.
"Ada atau tidak ada resesi, faktor eksternal bukan satu-satunya alasan stagnasi ekonomi nasional tetapi karena kita secara internal juga tidak bisa memacu produktifitas nasional dengan jauh lebih baik daripada saat ini", kata Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Kamdani ketika dihubungi di Jakarta (16/9).
Menurutnya, perang dagang dan perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia memang menjadi salah satu penyebab resesi. Namun, banyak negara berkembang yang mengalami pertumbuhan gross domestic products (GDP). Bahkan bebrapa negara tumbuh lebih besar dari Indonesia dengan perbedaan 1-2%.
"Di ASEAN contohnya Vietnam, Philippines & Cambodia memiliki pertumbuhan yang lebih tinggi dari Indonesia di kisaran 6.2%-7.5% dan tren pertumbuhan mereka meningkat. Thailand meskipun pertumbuhannya tahun 2018 di bawah Indonesia, juga cenderung mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi walaupun mengalami faktor eksternal yang sama dengan Indonesia. Di luar kawasan, India punya pertumbuhan 6.9% di 2018 juga cenderung mengalami peningkatan", ungkapnya.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia menurutnya terlalu bertumpu pada konsumsi domestik yang cenderung stagnan di level 5-5.2%. Hal ini dipengaruhi faktor-faktor potensial seperti investasi dan perdagangan internasional yang kurang berkontribusi positif terhadap ekonomi.
"Jadi kecenderungan stagnasi pertumbuhan kita bukan hanya karena faktor eksternal yg tidak mendukung tetapi terlebih karena faktor internal kita tidak cukup baik untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Pemerintah sangat-sangat lamban membenahi isu-isu kebijakan ekonomi dalam negeri yang menghambat produktifitas nasional", imbuhnya
Shinta pesimistis target pertumbuhan ekonomi 5.3% pada 2020 akan tercapai bila respons kebijakan seperti 5 tahun terakhir, yakni reformasi ekonomi nasional yang tidak konsisten.
"Kalau tidak ada percepatan reformasi ekonomi nasional untuk menciptakan iklim usaha yang lebih kompetitif dan memicu produktifitas nasional secara signifikan, saya justru khawatir kita bukan hanya tidak bisa mencapai pertumbuhan 5.3% tetapi malah ikut mengalami perlambatan ekonomi juga. Karena potensi terjadinya capital outflow lebih besar bila Indonesia tidak mengubah iklim usaha menjadi lebih efisien dan produktif", jelasnya.
Baca juga: Kemendag Masukkan Ketentuan Halal dalam Aturan Impor Produk Hewan
Shita menyoroti sejumlah paket kebijakan ekonomi yang sudah digelontotkan pemerintah, tetapi sulit dieksekusi. Misalnya, sebut dia, soal simplifikasi, efisiensi dan harmonisasi perizinan dan birokrasi terkait investasi dan ekspor-impor di level nasional maupun provinsi
Ia berharap pemerintah bergerak cepat untuk menciptakan iklim usaha yang lebih efisien. Harus ada kebijakan pemerintah yang bisa memicu pertumbuhan dalam jangka pendek dengan memicu kegiatan produksi dan ekspor. Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan skema pendanaan khusus yang terjangkau untuk investasi industri dan ekspor khususnya untuk UMKM.
"Jangan lagi ada cerita di kalangan pelaku usaha bahwa insentif-insentif pemerintah itu hampir mustahil diklaim. Ini hanya akan memberikan sinyal negatif bagi investor bahwa pemerintah Indonesia ternyata tidak sungguh-sungguh mau mengundang investasi. Di level teknis juga harus dibenahi agar lebih service oriented dan lebih mau memfasilitasi kebutuhan pelaku usaha yang beragam dan dinamis", pungkasnya. (OL-8)
AS dan Tiongkok mencapai kemajuan yang meredakan perang dagang.
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan akan digelarnya putaran baru pembicaraan perdagangan dengan Tiongkok untuk meredakan perang tarif.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diprediksi melemah terbatas, pada perdagangan Rabu 4 Juni 2025.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada perdagangan Selasa, 3 Juni 2025, dibuka melemah 28,94 poin atau 0,41% ke posisi 7.036,13.
Harga emas diprediksi akan kembali menguat signifikan dan bersiap menembus level US$3.350 per troy ons, pada pekan ini.
Kondisi perang dagang global membawa dampak signifikan bagi Indonesia, mulai rantai pasokan global, investasi hingga fluktiasi harga komoditas.
PEMERINTAH dinilai perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan Over Dimension Overloading (ODOL) serta mencari solusi yang komprehensif dan berkelanjutan,
EFEKTIVITAS Bantuan Subsidi Upah (BSU) sebagai instrumen peningkatan daya beli masyarakat kembali dipertanyakan. Sebab program tersebut tidak memberikan kontribusi signifikan.
PEMERINTAH didorong untuk bisa mengakselerasi belanja negara untuk mendukung perekonomian di dalam negeri.
PERCEPATAN pembentukan Koperasi Desa/ Kelurahan (Kopdes/Kel) Merah Putih menunjukkan progres yang signifikan. Hingga Jumat (13/6), sebanyak 79.882 unit atau 96% dari target 80.000
DPRD DKI Jakarta merespons rencana pemerintah yang membuka peluang bagi instansi pemerintahan menggelar rapat di hotel.
Ekonom Bright Institute Awalil Rizky menilai inflasi yang rendah hingga terjadinya deflasi berulang merupakan indikasi negatif bagi perekonomian Indonesia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved