Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Mahalnya Tiket Pesawat Momok bagi Industri Pariwisata

Indriyani Astuti
01/7/2019 20:56
Mahalnya Tiket Pesawat Momok bagi Industri Pariwisata
Penumpang turun dari pesawat komersial di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Denpasar, Bali, Kamis (27/6)(Antara/Indrianto Eko Suwarso )

MELAMBUNGNYA harga tiket pesawat domestik sangat berdampak pada ekosistem di sektor pariwisata. Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan jumlah penumpang angkutan udara pada Maret 2019 merosot dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Kepala Biro Komunikasi Publik di Kementerian Pariwisata Guntur Sakti menjelaskan penumpang penerbangan domestik pada Maret 2019 hanya sebesar 6,03 juta atau merosot 21,94% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu mencapai 7,73 juta.

Berdasarkan data tersebut, ujarnya, secara kumulatif  jumlah penumpang pesawat domestik merosot 17,66% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu menjadi 18,32 juta.

"Menurut BPS, penurunan jumlah penumpang tersebut dipicu oleh kenaikan harga tiket pesawat yang terjadi dalam sejak awal tahun kemarin," kata Guntur ketika dihubungi, pada Senin (1/7).

Baca juga: Ini Syarat Dapat Tiket Pesawat Murah

Menyikapi hal itu, Kementerian Perhubungan mengeluarkan peraturan Menteri Perhubungan No. 106/2019 tentang Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Berjadwal Dalam Negeri. Aturan itu meminta agar maskapai menurunkan tarif batas atas di kisaran 12-16% atau rata-rata 15%.

Guntur menjelaskan penurunan tarif batas atas itu dinilai cukup relevan mengingat beberapa komponen penentu harga tiket mengalami efisiensi. Seperti penurunan penggunaan avtur yang disebabkan ketepatan waktu terbang (OTP).

Meski demikian, ada hal yang perlu diatur kembali guna menggerakan sektor parisiwata. Pertama, merampungkan kebijakan untuk memberlakukan penurunan harga tiket penerbangan low cost carrier (LCC) domestik untuk jadwal penerbangan tertentu.

Kedua, pemerintah harus bekerja sama dengan para pemangku kepentingan di sektor angkutan udara untuk menurunkan biaya yang terkait dengan operasi penerbangan.

Ketiga, pemerintah turut membantu efisiensi biaya di maskapai dengan menerapkan insentif fiskal.

Kementerian Pariwisata, jelas Guntur, sudah mengusulkan agar maskapai berbiaya rendah (LCC) menurunkan harga hingga 40% dari tarif batas atas. Usulan itu, dianggap sebagai solusi untuk mengatasi jumlah turis domestik yang menurun drastis hingga 30% sejak harga tiket pesawat melambung.

Dijelaskannya untuk mendatangkan 17,6 juta wisatawan mancanegara pada 2019, pertumbugan di sektor pariwisata harus rata-rata 20% setiap tahunnya.

"Sayangnya, international pax kita hanya tumbuh 16% di saat kita harus tumbuh 21% tahun ini," terang dia.

Adapun wisman yang datang ke Indonesia pada 2017, rata-rata lebih dari 55% menggunakan full service carrier (FSC), dan sisanya menggunakan LCC. Namun, pertumbuhan FSC rata-rata hanya 12% jauh di bawah LCC yang tumbuh rata-rata 21% per tahun.

"Dengan adanya LCCT, maka airlines bisa memotong biaya operasional hingga 50 persen, tapi akan memiliki trafik yang meningkat dua kali lipat," ujarnya. (OL-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus
Berita Lainnya