Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
KOMBINASI perubahan iklim, cuaca ekstrem, dan aktivitas manusia telah menyebabkan jatuhnya keanekaragaman hayati dan ekosistem global. Demikian hasil sebuah penelitian baru yang diterbitkan pada Senin (27/1).
Penelitian itu memetakan lebih dari 100 lokasi dengan ekosistem hutan tropis dan terumbu karang yang telah terkena dampak oleh iklim ekstrem seperti angin topan, banjir, gelombang panas, kekeringan, serta kebakaran.
Dilansir Science Daily, penelitian itu memberikan gambaran menyangkut bagaimana ekosistem yang sangat beragam tersebut menghadapi ancaman oleh kombinasi tiga faktor di atas yakni perubahan iklim, cuaca ekstrem, dan tekanan aktivitas manusia.
"Hutan tropis dan terumbu karang sangat penting bagi keanekaragaman hayati global, sehingga sangat mengkhawatirkan bahwa mereka semakin terpengaruh oleh gangguan iklim dan aktivitas manusia," terang pemimpin peneliti dari Embrapa Amazônia Oriental di Brasil dan Lancaster University, Filipe França, dalam sebuah pernyataan.
França menyebut banyak ancaman lokal aktivitas manusia terhadap hutan tropis dan terumbu karang seperti deforestasi, penangkapan ikan berlebihan, dan polusi, yang mengurangi keanekaragaman hayati dan fungsi ekosistem. Hal ini pada gilirannya, lanjut França, dapat membuat mereka kurang mampu bertahan atau pulih kembali dari cuaca ekstrem.
Sementara peneniliti lainnya yang merupakan ahli ekologi kelautan dari Universitas Lancaster, Cassandra E. Benkwitt, mengatakan perubahan iklim menyebabkan badai dan gelombang laut yang lebih intens. Peristiwa ekstrem tersebut, sambungnya, dapat mengurangi penutup terumbu karang hidup dan menyebabkan perubahan jangka panjang baik bagi karang itu sendiri maupun komunitas ikan, yang diperparah oleh ancaman lokal aktivitas manusia.
Hal itu juga berlaku sama terhadap spesies dan satwa hutan tropis yang semakin berkurang atas meningkatnya frekuensi cuaca ekstrem. Kombinasi temperatur suhu yang lebih tinggi dengan musim kemarau yang lebih panjang dan kekeringan lebih parah, juga menyebabkan penyebaran kebakaran hutan berskala besar di hutan tropis yang belum pernah terjadi sebelumnya.
"Sejumlah konsekuensi ekologis pasca-badai telah dicatat di hutan tropis: penghancuran tanaman akibat cuaca ekstrem ini memengaruhi hewan, burung, dan serangga yang bergantung padanya untuk makanan dan tempat berlindung," jelas Guadalupe Peralta dari Universitas Canterbury Selandia Baru, dalam sebuah pernyataan.
Penelitian ini menekankan kebutuhan mendesak dan strategi konservasi baru semua negara untuk bertindak bersama memperbaiki dampak dari berbagai ancaman terhadap hutan tropis dan terumbu karang, guna mencegah kerugian lebih lanjut di tingkat ekosistem. (sciencedaily/foxnews/M-4)
Bakti Lingkungan Djarum Foundation (BLDF) menyerahkan 23.171 pohon trembesi untuk menghijaukan dua ruas jalan tol di wilayah Bakauheni-Palembang.
Sementara sapi yang mengonsumsi rumput memiliki lebih banyak asam lemak omega-3 dan asam laktat. Kandungan ini penting bagi kesehatan jantung dan sistem pencernaan.
Greenhouse Mangrove bertujuan untuk meningkatkan literasi publik mengenai pentingnya ekosistem mangrove dalam menjaga lingkungan pesisir.
Riset terbaru mengungkap pemanasan global membuat ribuan meteorit tenggelam di bawah es Antartika setiap tahun.
Studi ungkap letusan vulkanik Franklin dan pelapukan batuan cepat 720 juta tahun lalu memicu peristiwa Snowball Earth yang membekukan seluruh planet.
Tahun 2023 catat gelombang panas laut terbesar dan terlama. Fenomena ini rusak ekosistem, ganggu perikanan, dan jadi sinyal titik balik iklim.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved