Ketika Seni Tradisional Berbaur dengan Modernitas 

Abdillah M Marzuqi
22/1/2025 16:31
Ketika Seni Tradisional Berbaur dengan Modernitas 
Salah satu penampil dalam Millennium Culture(Dok.)

SENI tradisional Indonesia harus terus dikembangkan agar tetap menarik dan relevan bagi masyarakat. Apalagi di tengah teknologi modern yang berkembang pesat. Untuk terus bertahan, seni tradisional Indonesia perlu terus dikembangkan dan "dikawinkan" dengan unsur-unsur modern yang digemari oleh generasi muda.

Kondisi itu mengilhami Gandrung Dance Studio dan Sanggar Nyi Ronggeng menggelar Millennium Culture. Konsep pementasan ini tidak hanya tentang keindahan artistik, tetapi juga menunjukkan bahwa seni tradisional dapat tetap relevan dan keren di dunia urban saat ini. 

Dengan kehadiran platform seperti TikTok, YouTube, dan Instagram, pertukaran budaya menjadi semakin cepat, terutama di kalangan generasi Z sebagai generasi yang tumbuh dan merasakan langsung kemajuan serta pertukaran budaya global ini.

Pertunjukan ini dipresentasikan oleh murid-murid kelas anak, remaja dan dewasa dari berbagai latar belakang usia, mulai dari usia 4 tahun hingga 50 tahun, yang terdiri dari laki-laki, perempuan, dan penyandang disabilitas down syndrome.

Misi dari acara yang digelar di Teater Bulungan, Jakarta, Minggu (19/1) ini ialah menciptakan karya kolaboratif yang tidak hanya berakar kuat pada tradisi, tetapi juga terbuka menyerap elemen budaya global yang hadir melalui arus globalisasi dan kemajuan teknologi.

Turut hadir Founder dari Gandrung Dance Studio & Sanggar Nyi Ronggeng Rosmala Sari Dewi, Kepala Suku Dinas Kebudayaan Kota Administrasi Jakarta Selatan Rusmantoro.

"Mengusung tema kolaborasi budaya dan teknologi, seni tradisional Indonesia dipadukan dengan elemen-elemen budaya dari negara-negara besar seperti Amerika, Korea Selatan, Jepang, Cina dan India, serta penggunaan platform digital yang semakin mempercepat pertukaran budaya antarnegara," ujar Founder Gandrung Dance Studio & Sanggar Nyi Ronggeng Rosmala Sari Dewi lewat keterangan yang diterima, Rabu (22/1).

Pertunjukkan ini menampilkan 13 repertoar karya dari para koreografer yang merupakan para pelatih gandrung Dance Studio dan Sanggar Nyi Ronggeng.

Hena Paras Janah menampilkan karya bertajuk Which One yang memadukan gerakan Nusantara dan K-Pop yang menggambarkan pergulatan generasi muda dalam memilih antara mengikuti tren modern atau melestarikan tradisi tari Indonesia.

Kemudian ada Hujan karya dari Nirwan Mulyawan yang dipresentasikan oleh penyandang down syndrome. Tarian ini menggambarkan ritual memohon hujan dan kegembiraan saat harapan terkabul, menyimbolkan harapan dan keberkahan. Tarian ini menyampaikan pesan tentang inklusivitas dan keberagaman.

Ada tari Jadut karya Nicky Julia dan Ade Nanda Alifah yang memadukan jaipong dan dangdut nan dinamis serta energik, lalu karya Nicky Julia yang berjudul Kebersamaan Dalam Melangkah yang memadukan modern dance dan jaipong, Playing With A Music karya Rosmala Sari Dewi, Nandak Genjet karya Ade Nanda Alifah yang merefleksikan pentingnya menjaga warisan budaya sebagai bagian dari identitas kita.

Berikutnya Out Of Here karya Hena Paras Janah, Wadon Karya Susilawati, P.O.V/Positive.Optimistic.Vivacious karya Citra Ayuni Hardiyantie, Holi Holi karya Susilawati dan Flowers Moon karya Susilawati, Unseen Hustle milik Fajri Tri Raharjo serta Sigma Era karya Gita Ajeng Aryanti yang menggambarkan semangat anak-anak generasi alpha dalam mengeksplorasi dunia tari di era digital. (M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya