Headline
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
BERMULA dari menjual fesyen produk luar negeri di pasaran Indonesia, Bai Soemarlono dan Joe Lim yang berdomisili di Jerman akhirnya menyerah untuk meneruskan bisnis tersebut. Setelah 16 tahun menjalani aktivitas tersebut, Bai dan Joe kepincut wastra Indonesia yang kala itu sedang happening, yakni batik. Mereka lantas berkeliling Indonesia guna meriset batik dan mencari yang disukai.
"Kami bosan besarin brand orang lain, terus mikir dan memutuskan beralih ke wastra. Kala itu batik sedang populer, kan, dan kami sudah familier lantaran ibu saya penjual batik, omanya Joe selalu berbusana kebaya dan kain batik. Lalu kamu mulai keliling Indonesia 2010 untuk meriset batik," kata Bai saat ditemui Media Indonesia di acara perayaan 30 tahun mereka berkarya dengan tajuk Tri Dasa Kala, Jakarta, Sabtu (28/9).
Pencarian mereka berjalan selama dua tahun. Joe menyebut saat itu mereka sekadar mencari tahu, belum berpikir soal bisnis. Itu disebabkan sebenarnya batik tidak merepresentasikan penuh taste mereka lantaran coraknya yang ramai. Namun, hal itu tidak membuat mereka menyerah untuk terus mencari motif sekaligus perajin.
Setelah menunggu dalam jangka waktu cukup lama, kabar baik diterima karena ada perajin di DI Yogyakarta yang mau membuat batik dengan motif karya Bai dan Joe. Kebanyakan perajin tidak mau susah payah mengerjakan pesanan Bai dan Joe karena bekerja seperti biasanya sudah menghasilkan uang. Namun, begitu dapat yang mau, Bai dan Joe segera mencari penjahit supaya bisa langsung mengenalkan karya rancang mereka ke khalayak.
"Kami pakai satu perajin untuk batik cap yang dipegang sampai sekarang. Selain mau menerima ide baru, dari segi pengolahan limbahnya pun perajin ini sangat apik. Kalau batik tulis, kami punya beberapa perajin yang mau bekerja sama," ucap Joe.
Pertemuan dengan perajin itulah yang membuat Bai dan Joe bisa meluncurkan karya dalam label Populo pada akhir 2011. Namun, sejak awal 2021, jenama mereka berganti menjadi Ohmmbybai. Meskipun membuat motif sendiri, Bai mengaku tetap pada pakem batik asli dan memiliki filosofi di setiap desainnya.
"Ya belajar, dong, soal pakem batik, maknanya. Yang kami buat tidak keluar dari hal-hal tersebut," cetus Bai.
Ramah lingkungan
Prinsip ramah lingkungan menjadi satu hal yang ditekankan keduanya. Mereka ingin mengusung modernitas melalui siluet busana, tetapi enggan menambah limbah di bumi pertiwi. Pemilihan wastra, diakui Joe, disebabkan mereka sudah capek dengan industri fast fashion. Kemudian terkait dengan teknik pewarnaan, ada komponen dengan bahan alami, ada juga yang masih menggunakan bahan kimia, tetapi dicari yang ramah lingkungan atau bisa terurai dengan cepat dan tidak membahayakan.
Untuk limbah, Joe mengaku tak bisa mengatakan zero waste, tetapi pihaknya berusaha terus mengurangi pembuangan sisa-sisa produksi. Kemudian untuk bahan dicari yang tidak mudah rusak, lalu desain baju dibuat timeless sehingga bisa dipakai lintas generasi.
"Apa yang bisa dikurangi, ya, lakukan. Kini dalam membuat benang hingga menjadi baju sangat minim listrik, sebatas untuk penerangan. Proses jahit menggunakan tangan. Jika ada sisa benang, karena bahannya alami, ya bisa terurai. Kami tidak pakai kancing, tidak pakai ritsleting," ungkap Joe.
Mereka pun tak memiliki masalah dengan pembuatan wastra yang lama karena memang karya mereka bukan mass product. Soal ketepatan waktu, mereka sudah mencatatkan kapan produk bisa diluncurkan dan memberikan kecukupan waktu bagi perajin untuk bekerja. Bai dan Joe pun selalu memastikan produk sampel sudah jadi sebelum keduanya kembali ke Jerman. "Kami tidak punya pressure dari orang, tidak ada yang kejar target," imbuhnya.
Soal prinsip ramah lingkungan, Bai dan Joe sepakat itu bentuk komitmen dan filosofi dari jenama. Karena itu, mereka harus konsisten, tidak boleh loncat ke sana-kemari.
Saling menerima
Menyatukan isi dan keinginan dari dua kepala bukan hal mudah, tetapi Bai dan Joe membuktikan kekompakan yang sudah berlangsung selama 30 tahun. Saling menerima menjadi salah satu kunci keduanya bisa terus bekerja sama hingga hari ini. Meskipun memiliki kesamaan selera fesyen dan visi-misi, mereka memiliki keinginan yang berbeda dalam pembagian tugas. Akan tetapi, hal itu justru menjadikan mereka mudah bergerak dan tidak bertabrakan.
Berbeda pendapat pun kerap dialami, tetapi karena menyadari kelemahan dan kekuatan satu sama lain, proses diskusinya menjadi lebih menyenangkan.
"Saya itu sukanya depan layar, kalau Joe belakang layar. Untuk desain kami kerjakan berdua. Kami menerima kekurangan dan kelebihan dari masing-masing sehingga tidak ada yang ingin dominan. Saling sadar sehingga bisa dihasilkan kesepakatan," tutur Bai yang dulunya berkarier di perusahaan konsultan desain. (Wnd/M-4)
PENGGUNAAN wastra sebagai material produk fesyen Ohmmbybai rupanya juga dilandasi hobi keduanya di bidang seni.
Perjalanan Laely sebagai culture traveler berawal dari hobi traveling dan fotografi. Dalam setiap perjalanannya, Laely selalu terpukau oleh kekayaan dan keunikan budaya Indonesia.
Pemakaian wastra Nusantara menjadi salah satu yang juga menjadi highlight dalam perhelatan JFT.
Lembata merupakan wilayah yang memiliki ragam komoditas mulai dari kopi, ikan hingga wastra, namun kurang terekspos sehingga tidak cukup meningkatkan perekonomian masyarakat
Fokus desain Eni Joe adalah menciptakan suasana resor yang dihadirkan melalui penggunaan kain Endek Bali dengan beragam warna.
Bangunan ini telah bertransformasi menjadi banyak tempat di antaranya tempat tinggal dokter gigi pertama Indonesia dan sekarang hadir sebagai restoran Bunga Rampai
Melalui program Desa BRILiaN, BRI mendukung pengembangan UMKM Batik Parang Kaliurang di Sleman.
Motif Wakaroros bukan sekadar corak estetis. Ia adalah narasi visual masyarakat Dayak Basap, suku adat yang hidup berdampingan dengan rimba Karst Sangkulirang-Mangkalihat.
Dengan tagline produk “When Art Meets Performance”, laptop ini tidak hanya unggul secara teknologi tetapi juga membawa identitas budaya dalam perangkat modern.
Di tengah derasnya arus modernisasi dan gempuran teknik percetakan dalam industri batik, Aisha Nadia tetap teguh menjaga warisan budaya batik tulis tradisional.
Karya-karya terpilih dari proyek ini bahkan akan ditampilkan dalam catwalk show.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved